Dalam besok kau temukan irama bila juri-jurinya sebanyak luas bidang apa apakah gala abstraksinium rasanya..,
Diluar rumah apakah cuaca dari melintangnya fungsi wawasan fisik sedang berbaik hati pada molukularsinium kemarin, banyaknya korban dari pandemi ini atau musibah sedang coba cuma di tinggalkan
NAMA PENGARANG
Mahesa Bayu Suryosubroto
Delegasi Putaran Sosial SLV 1983
JUDUL BUKU
RAMALIUM
Kubu Rasa
Takut | orbitalsinium Email:
https://suryosubroto-art.blogspot.com/
Tetes Air Terus Tempuh
Delegasi
Paragraf Kematian
Hukum validasinium
keadilan berputar. 11
Langit Hatinya
Solariumist. 19
Janji Rumput Di
luar Ingat. 24
Limbo Kemarin
Berperang Tambah Berapa. 26
Karakter di Balik
Kamar Gelap. 36
Di Balik Lampiran
Proposal KBRI 39
Sebelum Mati, Aku Mengaku
gila. 67
Penyelam Kolektor
Harta Laut. 72
Terjebak diperhatikan
orang lain. 88
Karantina Tetesan
Musibah. 109
Kemarin Memorium Historium Saksi Hidupnya
“Suharto of Memorium Great Leader
arrive yesterday..., if tommorow would be different as if no agresioncinium
what civil mistake..”
Versi Smartphone Baca Di Google Play
Pengatar Cerita Naskah
Mahesa Bayu Suryosubroto
SLV 1983
Tetes sebuah seberang
Delegasi putaran sosialist
apakah orangtuaku kehilangan siapa
dirinya, apakah kamu ayah gagal mencari humor arti menjadi ayah. apakah aku...
mengerti pura-pura apakah yang aku
tempuh agar untuk mudah memahami masa lalu kamu ayah. . ., sebab
"?apakah"
Aku ingin bangkit masuk dalam
lingkaran hidupku sendiri namun apakah kau atau kamu ayah sebab paham mengapa
aku empatikan apakah sejarahmu...
tersesat rasanya lingkaran hidupku
tiada pasti maksud takdir.., namun utuh aku tidak bisa jatuhkan putaran alur
arti darah dari warisanmu menjadi manusia
Dia historium misterius yang juga
mengalir darahmu lalu kau putaran sebab? Maka aku mengapa lingkaran hidupmu
yang artinya kusalahkan apapun "Dia" plotium-plot Gendong masihnya
putaran kemarin sampai kini yang sama..,
aku bersabar bertahan sebab mengapa
akhirnya kusimpulkan kau tidak sedang "sengaja" kamu sebab ayah
humor mayat hidup di depanku...
Lalu manusia ? saat masih lalu masih
penderitaan..,
Lalu dari jadi sebab ketika aku
adalah terpaksa merasa dari peran sebab sebuah seberang.., dari dia hilang dari
peran kamu ayahmu dari dia ketika Historium ayahmu atau belum lihat aku siapa
kakek belum arti ajaib ia beruntung bagai kamu ayah apakah objektif ceritaku
ialah terangkan sebuah keberuntungan.
Cerita siapakah Kakek mengapa kau seperti
meratapinya untuk di sembunyikan.., siapakah aku atau siapakah aku indonesia.
kau tahu prasangkaku bisa lahirkan
segala wawasan salah dari akhirnya apakah.
Sembunyi misteri apakah, siapakah
aku dari akhirnya sebab.., putaran rasa cinta apakah yang kau ratapi.., ketika
aku bukan manusia yang utuh pahami itulah apa jika di harapkan.
Waktu memang jatuh terlambat,
buruknya aku menjadi teman kepada kamu ayahku. Berperan waktu apalagikah jika
itulah peran kamu ayah.., jatuhnya saat aku, jatuhnya saat kamu, waktu yang di
sembunyikan alam ini, kepada Peranan kau belum lihat meratapi aku buruk.
Kecewaku masih jalan panjang yang
selam di permukaan..,
dalam kecewaku dari rasanya semakin selam semakin cacat jiwa jika hari.., apapun mendayungnya peran mencoba mengapa ini adalah penderitaan
ultimatum lewat seberang patah hati bukan berarti lebih apakah kamu ayah kulihat tapi ibu apakah belum peran apa lupa air tetes sebuah seberang.
Perannya sepuh tua humornya
terlambat aku siaga sembunyikan penderitaan membuatku rapuh bertengkar, jiwaku mensalahkan lewati masih wawasan hancur pengertian sebab bagaimana kamu ayah gagal mencari humornya penawar musibah.
Rapuh bertengkar belum cukup cuma hanya halaman
sederhana merasa gagalnya siapakah aku selidiki sebab bayang-bayang kisah adegan pembunuhan
bayangan tersebut belum utuh bias kusalahkan orang tua sesalkan apa apakah. Maka seandainya
wawasanku ada lewat apakah biasa di
seberang rapuh ini jadi kuat tanpa cacat jiwa juga pada umumnya keluar
lingkaran penderitaan sebab.
Penderitaan kapan sembuh salahnya
kusalahkan mengapa salah jatuh kusalahkan masih kamu di kejar putaran salah
sebuahnya jatuh penawar bila alur prasangka ini wawasan tambah tumbuh salah lingkaran saat ketika kamu
ayah padahal.., melihat indonesia lahir.
Hari
artinya ajaib
Air dari historium
Tetes Sebuah Seberang.., satu
walaupun putaran telah jutaan tahun berlalu, satu ialah saat peran menjadi aku,
satu saat sebuah , satu jadi inilah Tetes sebuah seberang.
Dengar musibah belum di dengar
belumnya Ia di halaman itu dari dengan ada yang di perhatikan dari indah apakah
pagi? satu seberang di dengar satu dia diperhatikan apakah baru
dengar ia ialah satu apalagi beda apakah dia dengar.
Adegan Tetes Sebuah Seberang,
menjadi penawar dari satu terangnya fajar, satu panggung alam apakah cahaya
menari di darat beda dari setiap satu bilantara hari yangdengar musibah belum
di dengar belumnya tersedia mensambut ia walaupun seekor burung mendengar dalam
sebuah halaman. Walaupun jauh sungainya.., Walaupun Jauh sematanya historium
ini bukannya satu waktu aku dengar air tetes sebuah seberang.
Aku satu Bayangan, di apakah apa
yang di lewatkan satu, dia satu sepuh historiumnya ketika tetes ketika tidak
sembunyi.., inilah dia yang lebih mudah kutempuh bayangkan siapa? ingat aku
satu bila seolah angka, sebuah.
Dengan satu sebuah, satu masih satu
sebuah dia berlari sama, satu dalam rumahnya petani, jika pagar halamannya
berdiri tumbuh tanaman, dari sebuah pagar dari sembunyi di sebuah seberang
waktu. Berapanya pada umum tumbuh itulah
hijau banyaknya subur sama dengan pagar daun atau samakah satu dengan rumahnya
sebuah di balik ketika waktu. Air Tetes terus Tempuh sebab bayangan itulah
transparan di atas daun ajaib indahnya sihir para penghunidengar musibah belum
di dengar belumnya. aku tahu wawasan bersembunyi wawasan apakah satu
bersembunyi dan kau duga tahu lebih dari satu bersembunyi pagi itu di dengar
sihir dekat daun seekor burung.
Air tetes sebuah seberang, siapakah
pergi keluar dari suara-suara burung di pagi hari, Air tetes terus tempuh
bayanganku dia suharto siapakah presiden dari tumbuh daun-daun pagar itu,
dimana apakah satu lingkaran hidup terus air tetesnya terus tempuh satu
bayangan dirinya ingin merasa baik. Apakah dia merasa benar mengisi ruangan isi
hatinya diisi walaupun kosong peran berangkat akan menjadi TKR.., apakah kosong
arti di dengar belum niat jadi ketika keluar pandangan peran sebuah keputusan
maka dia pergi apakah ke jogja di seberang setelah kraton Dari dimana sawahnya
berangkat siapa ayahnya presiden suharto mengolah tanah untuk sawah dekat air
tetes terus tempuh, bila sebuah hari artinya ajaib.
Berdirinya
dia
Lewatnya waktu
Aku ingin bangkit masuk dalam
lingkaran hidupku sendiri namun
apakah orangtuaku kehilangan siapa
dirinya, apakah kamu ayah gagal mencari humor arti menjadi ayah. apakah aku...
mengerti pura-pura apakah yang aku
tempuh agar untuk mudah memahami masa lalu kamu ayah. . ., sebab
"?apakah hanya ibu yang gagal menjawabnya"
aku bagainya repal tangan gendongmu
"air" yang mustahilMengapa berhenti Lepasnya kau ikat wawasanku
musibah di misteri jatuh untukku
Air Tetes Terus Tempuh Lewatnya
waktu apapun alam ajaib ini yang kuyakini maka sepenggal seberangnya ialah
cacat jiwaku.., mengapa aku yakin melihat sebab, dimana berdirinya dia..,
ibuku.
Sementara belum benar kuselidiki
namun lewatnya waktu..
Pembunuhnya Sepuh Umur Lewatnya
Waktu, Jatuh Air Pesona dalam Keluargaku dari bencinya aku melihat Ulang
Bayangan Ibuku mungkin kaget mendengar kesaksian pembunuh adiknya itu,
menceritakan hal yang melewatkan ruangan kosong dimana kriteria peran Pembunuh
kucurigai mengapa di validasikan hakim ketua? Aku tahu ayahku telah menjadi
lewatnya waktu.., peran gagal yang dimiliki lewat lalu apakah pernah kutunjuk
kamu ayah gagal menjadi orang tua.Juga Ibu dia seorang apakah lewatnya waktu
sebuah seberang di luar peran asuhnya kepadaku menjadi ibu terlalu sibuk
menjadi penyidik.Artinya Apakah Arti
lewatnya waktu di ratapi arti
validasi sebuah seberang apakah yang di lewatkan hakim ketua atau siapa memberi
keputusan adil belum masih kriteria.Juridifikasi lokal apakah peran saat itu
keadilan berputar.
Hukum
validasinium keadilan berputar
Lokal Juridifikasi
Jatuh Peran, Mayat Hidup, Jatuh aku, jatuh matahari, jatuh warisan, jatuh rasa, jatuh peran, jatuh jembatan hidup semua, jatuh Juridifikasi, aku tidak bisa jatuhkan
putaran alur arti darah dari warisanmu
Hidup alurnya struktur darah apakah
beri kriteria benar jatuh aku? Validasi rasanya hukum alam lewati-lewat peran
aku beruntung. Organ Anatomi tubuh ini wariskan, fungsi lokal sebuah jantung,
pustaka apakah jatungku bermimpi,
Jatuh Peran, Mayat Hidup, Jatuh
aku,mimpi artinya.., mimpi takutnya.., mimpi fungsinya.., putaran hukum alam
mimpi beri peran apakah aku.Mimpi jebak..,ajaib jebak.., waktu jebak, takdir
jebak,mimpi beri peran apakah aku...., musibah jebak, terakhir beri waktu
sebentar apa apakah misteri jebak, hidupku.
Jadi Raksasa pustaka apakah jatungku
bermimpi, Baru mimpi lalu belum jatuh gelap, Pasir matahari sepenggal pencerahan
beri lihat jatuh peran terang tiap butir pergi butirnya cerah dekati jantungku
terang dalam gelap permukaannya didatangi seberang jantungku bermimpi.Pasir
matahari di tiup butirnya walaupun jutaan beruntung waktu tempuhnya gelap
jantungku, terus pustaka belum tempuh belum lalu beri kemarin belum
apakah warisan kuterima diriku sendiri.Loncat Berlari supersonic tapi masih
belum sihir butir ajaib cahaya mengapa matahari belum warisakan kriteria
selamanya pada jiwaku..,
belum kau sempurnakan hidupku.. belum
berlari untuk kemarin..,Lokal Juridifikasi..,Musibah mengapa perihnya paksa
"???"
Perihnya sebatangkara Masih
Berdiri.., perihnya aku masih padahal tahu seolah apakah benar bersih Nama
Presiden Suharto, ingin juridifikasi hati selidiki sebelum pasir matahari
seolah apakah benar tahun 1985, kulihat sama dengan jumlah rinci adegan
valiadasi benarnya ketika apakah di saat ini halusinasi bukan validasi sebuah
seberang masa lalu yang di balik raksasa misteri."Butir.., tiba
pecah" jangan Mimpi biar validasi Juridifikasi.., kemarin atau hari ini
aku berlari masih berlari seolah raksasa juridifikasi waktu menjaga. Aku tahu
dimalam itu sebuah saja bila benar tanpa bilantara adegan scenario lain.
Sesungguhnya Dice adiknya ibu yang di bunuh itu apakah bukan mustahil masih
pasti mustahil tidak meminta keseberang siapa tommy suharto bila kriteria Dia
belum apa apakah santun.., kubayangkan dia meminta ijin kepada temannya siapa
mba tutut bila dari akomodasi bisnis, ketika agenda dari misteri apakah
komposisinya ialah apa yang di tempuh "tommy suharto" sampai dari
peta denahnya wawasan apakah kuanggap mengapa presiden suharto atau keluarga
suharto di plot dari "agresinium akomodasi"
Tahun
1985
Agresinium akomodasi
Agresinium Akomodasi bilantara lewat
denah upaya anda mengikuti.., tahun 1985 ada ketegangan yang membuat semua
cerita menarik dari simpulnya tahun 1997 di simpulkan suharto korupsi.., bahkan
tidak selesai misteri masalah siapa suharto sebagai presiden lalu dia wafat
dengan kejadian misteri lain yang secara supersonic wawasannya ialah
kriteria kemarin yang "abstraksinium" dan itu nodanya di masyarakat
terlalu cepat mensimpulkan masalah tanpa memberikan keterangan supersonic
jatuhnya "The building blok" siapakah indonesia sebab nyata utuh
ratanya kiamat ialah di mulai dari ketika ada arsitek iri pada "tante
dice" kerja sebagai karyawannya "Tuan atau bapak, Tommy
suharto".
"Mba permisi mau minta
ijin nih tentang suami saya" aku membayangkan Tante dice setelah sebuah
seberang kemarin malam suaminya minta rezeki bila mustahil.
"mau pulang jeng" dice di
malam hari bila makan malam di rumah cendana bila di undang kumpul akomodasi
bisnis wancana ibu tien suharto
"bukan Mba!!?!! Cuma mau
ngobrol di seberang sama mas tommy, tentang akomodasi bisnis mas tommy ituloh
jeng tentangsuami saya Arsitek...,ingin kemarin gabung peran ikut-ikut bantuin
kerja lewat shere wawasan, tapi minta ijin dulu sama mba tutut" Dice di
panggil gabung malamnya untuk nongkrong rekan atau keluarga dengan daster dan
sandal slip meminta ijin sebelum musibah masa depan di bangunkan.
Lewati
bagaimana
Kabut misteri mimpi
Masih aku lewati kabut..,
"Berjuang arti keluarga" apa apakah dari Misteri masih
"takut kehilangan arti" Empat puluh tahun tentang berdiri tempuh
lewati bagaimana?
Di belakang takut masih lewat..,
masih aku apa apakah lewat kabut masa lalu, lewati bagaimana halaman di
belakang tulang punggung misteri dari bisikan apakah yang telah aku, mereka
atau kita lewatkan.
Kematiannya kemarin adiknya ibuku
ialah 'juridifikasi supernatural' dari alam semesta dimana misterinya masih apa
apakah utuh.
Apa apakah utuh aku sedang
bertengkar dari pustaka wawasan diri sendiri memahami kematian kemarin dengan
kematianku sendiri dalam bila naturalisme wajar pada umumnya.
Tempuh kabut misteri mimpi, seolah
juridifikasi supernatural.., Tapi kemudian penyelidikan alam semesta ini
bagaikan sebuah platform dari alam semesta mensiapkan waktu sebelum kita mati.
Dari alam Kematian ibuku atau
adiknya atau ayahku, mereka atau kamu memikirkan di luar batas solarium bagai
ada surga dimana mengapa putaran hidup kalian kapanpun itu merasa patah hati
sebab dunia terus tempuh mangsanya paksa kalian masuk sisi gelap sebuah putaran
ulang rasa sedih.
Sedangkan aku bagaimana kemarin
bagaimana percaya surga itu apakah ada..,
Aku tidak mau menunggu kemarin untuk
kedamaian hatiku masalahku lebih dari apakah pesan mereka intinya aku ingin
tidak beragama atau memilih non religus walaupun pada umumnya kalian memilih
percaya atau yakin setelah kematian ada Juridifikasi supernatural saat
keterangannya putaran sama ulang saat Kabut Mimpi Misteri sampai Di Luar Batas
Solarium.
Subur
Rumput Di luar
Juridifikasi Supernatural
“Siapakah Raja Mataram Berani Sandingnya Lembut Matahari Raksasa Selamanya
waktu Terang”
Dari Kuduga Tapi apakah Alur kemarin historiumsinium yang
kumaksud ini Changi Kemudiannya Tara
Musibah Kemarinnya Gunung Buatan Manusia
Aku tidak pada umumnya,
aku lihat matahari itu dari mimpi bawa takdirnya beraninya spektrum warna
bilantara sandingkan matahari rana keterangan seolah dalam mimpi matahari itu
bagai tongkat membara di ujungnya ajaib adalah cahaya yang melihat warisan
siapakah aku dalam gelap mimpi diterangkan aku untuk tunduk kepada
"raksasa" sebab apapun apa rasa betapa sulitnya
Dia Sungguh
sebagai sepuh dari aku sungguh masih bertanya sebab sebagai Legenda Pewaris
Mataram yang Berani bila dia ingin ajaib kabulkan inginku.
Maka arogansi
berikutnya ialah misteri dermawan siapa sepuh, dia raja bertengkar dan dia
pemilik pulau jawa yang di lupakan sebab generasi berikutnya mereka para raja
mataram, yang dari wawasan delegasi sosial "kami Keluarga" terhampas
satu kata nama
ajaibnya menjadi penjaga rumah kraton mataram. Sesaat
sejarah sebelum
jepang menyerang aku yakin akomodasi dari amsterdam
mereka raja yang
masih di hormati amsterdam, dari akomodasi bisnis bila "1 rupiah"
terjaga maka
sesungguhnya "kami Keluarga" berbeda dengan "Delegasi
sosialist" jika "dermawan salah prospektus" Dari Amsterdam dari
tidak mungkin tidak lewat romantisnya setuju kereta itu ialah ,1rupiah.., Jadi
ketika bagai seolah warnanya Matahari ialah akomodasi "yolkyakarta"
untuk Masih
sesungguhnya Pulau yang dulu di datangi kakek kami membawa raksasa,
dari siapakah
kami pewaris dengan Raksasa yang kini menjadi debu bertengkar demi lahirnya
agung hanya satu.
Maka itu di rahasiakan dari makam
para raja mataram, namun aku harus tahu putaran tempuh mengapa jepang yang
mentiadakan seluruh wawasan akomodasi dari sepuh siapakah bila benar hamengku
bowno pertama memiliki akhirnya tempuh
siapakah akhirnya diantara raja itu memiliki anak bernama RadenArjono
Sindusubroto Maka Sepuh walaupun bukan petarung bagai runtuhnya Majapahit...
kami adalah Mataram dan aku ingin subur rumput di luar bagai nikmat ganja
seolah humor Jupiter ialah telah tempuh evolusinya sebuah plenetarium.
Bila Jupitersiniuim lahir di jaman
yang kuduga, bila air putarannya tempuh Juridifikasi supernatural masih
mengingat namaku sesungguhnya walaupun terlambat ingin langsung tanpa
penyelidikan memahami Dr Suryanto Sindusubroto, dan mengapa ada yang salah
seolah Rumput di luar tumbuh berbeda?
Kamu ayah yang telah memberi nama
Mahesa Bayu Suryosubroto untuk terlanjur musibah sebab “air tetes terus tempuh”
waktunya untuk sebuah kematian namun di seberang detik Juridifikasi
Supernatural. Dari detik apa apakah
Yogyakarta lalu yolkyakarta dari historium
rumput di luar.
“seandainya Ganja” bila kau dengar rumputpun tertawa setelah kambing
guling. Bagai dapur masa kecilku.
Kamu adalah kuning telur, lalu kamu
adalah akomodasi, lalu tetapi kamu juga juridifikasi sebuah putaran tempuh
sebuah peluang aku tahu aku lahir untuk masa depan, namun itulah patah hatinya
dari kereta atau Rumput di luar dekat ayam liar dalam hutan sewaktu kematiannya
historium dari juri akomodasi aku bermain maka yog adalah yolk putarannya
halaman sederhana
Tetes Sebuah Seberang
Kematian sebuah Prodigy
Jatuh Diatas Langit
Navigasi lebarnya
mendayung, Dari realita aku di sebuah seberang dari apakah rasanya tinggi.
Apakah Mendayung sayapnya burung albartos
bisa tidur seketika bukan jatuh diatas langit.
Berbeda dengan
aku Tinggi Namun Jantungku mendayungkan alur informasi siapakah aku... darahku
alur dari tetap fakta jantungku yang hidup sedangkan pikiranku mayat hidup.
Heroin dalam
anatomi, terlalu takut tempuh rasanya mabuk dengan heroin di new zealand..,
Maka aku buang di “close set” kemudian sakau.
Kemarin sebuah
seberang sebuah waktu, tetes darahku ialah informasinya bukti jantungku di
jakarta.., Kampung bali dekat dimana itu Jalan Sudirman.
Rasanya artistik
apa apakah itu abstraksinium empatiku menjadi dan aku ingin hilangkan rasa
takut dari bagaimana mekanisme seluruh informasi dalam vena nadi pada
molukularsinium menjadikan darahku tetes sebuah bekas arti dimana rasanya darah
yang asin kujilat itu memang najis terasa pahit.
Kemarin
kusembunyikan cerita diskografi seorang Dj dengan musiknya dari akhirnya tinggi
jantungku hanya ingin lagu prodigy saat itu atau ingin jadi bagian dari seolah ganja
padahal tetap opium.
Kematian sebuah
Prodigy, kau katakan itu ini ilmiah namun apakah indonesianya di luar batas
halaman ketika saat historium setelah mimpi kematianku kalian membaca melihat
ini ialah musibah.
Ibuku lahir dari
keluarga bangsawan dimana masih apa apakah alurnya ialah Majapahit, lalu ayahku atau kamu ayah aku yakin aku
berdiri sebelum kemarin mataram bila changi akhirnya ialah juridifikasi
Validasi Bila memang Changi masih ayah dari semua raja Mataram.
Maka Kunamakan
dia Agar Lestari dari kekasihnya siapakah Changi Di seberang Sungai Sindu di Mana
kemarin Garuda membantu. Anakku Siapakah kriterianya beruntung menjadi Pewaris
Sindusubroto.
Aku tahu aku
bukan siapa-siapa, namun setiap rasa heroin yang bukan pada umumnya rasa jarum
dari suntikan dokter umum memberi vaksin bila validasinya mensihir seluruh
pasen maka mereka belum benar paham wawasan dokter.
Sebuah suntikan
Cuma hanya pada umumnya rasa vitamin C namun liquid lalu apakah kemarin presiden suharto di lihat anaknya
sebelum dia pergi dalam Kematiannya salah paham apa sementara seolah sekutu apa
apakah artinya di hianati artinya kemarin tingginya status masih putaran salah
padahal dulu historium ragam juga apa apakah sekutu lencana Amerika berkhianat.
Apakah wawasan
semua SLA atau Sekutu Lencana Amerika ialah wawasan yang artinya tidak bisa di
harapkan setelah Delegasi Indonesia ke sebuah seberang Sekutu Lencana Vietnam.
Seolah Kematian
Indonesia bangsa yang salah masih seperti Kematian ketika seolah ajal seorang
manusia roamantis Ceritanya namun arti akhirnya jantung rindu pada seorang
kekasih siapa dia orang jawa yang polos itu dianggap kutukan bangsa. Kemarin
Bahkan sebelum Mataram seolah tidak di rindukan dermawan akomodasinya bertutur
kata pada kaum amsterdam setelah 1 rupiah.
Aku tidak tahu
jarum apa yang bagai bertambahnya jarumku setiap hari. Aku tahu suharto seperti
kakaknya ayahku sebab TKR.
Aku tahu hampir
semua mereka yang masih lihat sepuh siapa kalian memiliki sepuhnya cerita manis
dari hampir kemarin jadinya putaran masa lalu percaya di seberang apakah lelaki
melihat wanita berdiri hanya punya halaman sederhana untuk melayani.
Aku tahu suharto
sebagai presiden bukan manusia siapa dia tidak kubayangkan ayahku mengapa tidak
memiliki istri kedua. Padahal Ibuku hampir belum paham fungsinya atau belum
paham dari simpulnya aku melihat seluruh kejadian prospektus musibah ini.
Dari prospektus
prospektrum sampai prospektrium maka sihir prospektusiniumnya mayat hidupku ini
memang patah hati.
Di seberang
sebuah hidupnya aku memakai heroin, memang ialah rasa dari sisi hampa yang
salah paham dari akomodasi terhormat seorang ibu.
Masih berani aku
kepada ibuku dari kemarin historium mengatakan dia ibu yang brengsek sebab
meninggalkan anaknya, sebab waktu putaran dari dia mencintai Dice sebab dari
empati hingga merasa memiliki. Beda dengan dugaku ia..,
Kemarin dari
masih sembilan bulan ia merasa haknya aku jadi anak.., padahal dari saat
musibah aku berumur lima tahun telah tempuh umur lima tahun kecewa patah hati
yang hampa.
Aku tahu hampa
ini bergerak sejak maksudnya dia tidak sengaja mendorongku hingga takut..,
walaupun ia sengaja telah mendorongku kecewa pada putaran gelap selamanya
kematian, kecewa patah hati pada kriteria karakter itu.
Melihat karakter
kriteria dari musibah ibu merintih sebab adiknya di bunuh ialah fungsi air
tetes tempuh empatinya tumbuh menjadi apa apakah dia bergerak pergi
meninggalkan belum mengendong aku kecuali heroin lalu dia kaget dan kamu ayah
yang sebab humornya mengapa terlambat memotong anakmu sendiri bagai bebasnya
mensembelih akhirnya jadi kambing guling seekor itu.
Kamu ayah
humornya yang padahal bisa melihat dia sembilan bulan indah bulan madumu,
seperti semalam kemarin sebelum aku tidak sengaja di dorong beliau yang brengsek
senang menjadi ditektif namun kalah menyelidiki arti diseberang kebenaran.
Kalian berdua
masih kukutuk sebab, dari masih bila halusinasi kalian hidup..,
Kalian berdua
bila kemarin mati berdampingan di kubur dalam komposisi Nisan dimana kematian dengan nama seberang
kriteria alur dari humornya aku bukan pewaris nama warisan objektif dari binti
bagaimana siapa aku berwawasan akhirnya bagai sampai seolah pasir matahari tiba
di bumi tanpa bagaimana kalian lahirkan aku di kutuk alam. Maka kalian orang
tua yang brengsek.
Hampa Jatuh dari
Langit itulah rasanya patah hatiku.., seharusnya seperti pada umumnya lelaki
dari siapakah kamu ayah polos sebagai
dokter bedah atau siapakah kamu ibu yang berani menjadi penyidik payah
walaupun jadi pengacara dari akomodasi agenda musibah itu.
Langit Hatinya Solariumist
Undangan Bumi lahirnya delegasi
Kertas Sakaral
apa, kertas sakral utuh nodanya dari hitam aku siapa? takdir nyata putaran itu
ini darah najis.
Darah Najis
mendayung alir waris darah harusnya hormat mereka pada apa adat siapa aku dari
seberang kemarin waktu lewatnya. Kertas putih dan Hitam tinta bukan fungsi
darah najis festival jantungku hidup sebab organ bagai seolah melintang
mendayung jatuh dari langit bintang kejora seekor dengan ilusi seolah pasir
matahari itu ada di sebuah terus tempuh
seberang putaran apakah kusebut bintang-bintang disana. Itu ini matahari lalu
lewat seekor kejora mengapa?
Belum bunuh jarum
festival jantungku masih senang takut kematian sebuah akhirnya lestari hidup sebuah
seberang gaya laganya di luar setelah rumput tumbuh subur rumput masih di
seberang belum masih puas jarum menghentikan metabolisme fungsi sel Mayat hidup
ini beragresi tentang fantasi terliar.
Juri juri melihat
aku berlari laga, dari di luar batas solarium di sebuah gala planet dimana di
seberang kebun itu adalah rasa takut saat sepasang Anjing haus air tetes
najisnya aku.., takut, jika itu ini nafas terakhirku di antara
mahluk-mahluk tambah tumbuh pohon lestarinya rasa takutku dalam sebuah hutan di
seberang vietnam.
Kemarin aku ingat
dalam dinding molukularsinium sel darahku artinya fungsi organ jantungku
berdansa menari ringkas enerjik kekuatan wawasan atas rasa penasaran namun tiba
tiba hampa tinggi jatuh dari langit. Sadarku berlari dalam hutan setelah kabur
dari tahanan dalam vietnam menunggu aku diseberang bergerak lari di tunggu para
juri menjadi apa artinya nilai hidupku.
Gala-gala itu ini
luas, masih di kejar takut di tangkap najisnya air anjing jika sampai di
tubuhku. Aku belum patah hati takut tapi sesaat itu aku berani lari untuk hari
ini. Tapi jika sedetik saja lihat itu ini ialah
sadarku membenci rasa lestari bilantaranya. Setiap hutan tambah tumbuh
takut aku merasa kemarin jarum heroin adalah kemarin apakah sebab arti membuat
sepasang anjing ini ialah halusinasi dagingku bagian dari gradasi air tetes
binatang berkaki empat yang sepasang di perbatasan sebelum vietnam. Gala-gala
air tetes belum rasa kematian berdiri sejak dari halaman dimulainya aku kabur
lalu kaget sepasang lewat galaknya aku takut, belum aku ingin loncat mimpi halusinasi
ilusi itu ini langkah seandainya kubayangkan dari awal bisa kubayangkan
halusinasi mereka anjing sepasang yang bersembunyi membuat tiap patah hati
takutku jadi tambah kecewa, aku siaga tahu langkah-langkah daruratku loncat
seolah di sebelah aku di sembunyikan dari jebakan jenderal bertengkar perang
vietnam aku loncat dari abstraksiniumnya ingin langsung bukan jauh apa apakah
itu ruangan kaburku di sebelah vietnam. Takut nafas terakhirku berharap bila saja
dilema tetes sebuah hidup seberang sebuah kematian hari itu ini jarum.
Aku berlari ..,
aku berlari.., masih berlari..., terus berlari..., biarkan berlari.., masih
jatuh.., disebelah jatuh.., tambah berlari..., haus berlari.., takut jatuh..,
lewat lari.., tempuh jatuh.., bawa berlari.., tubuhku jatuh.., apa jantungku..,
itu ini berlari.
Jatuh di sebelah
dimana aku takut sepasang ekor sisanya paru-paru ini ingin jarum heroin sebab
lelah berlari. Di belakang pikiranku kemarin jarum membuatku bermimpi.
Gala-gala bila dimana hutan lewat melintas ingin jarum tiba dengan heroin masih
sepasang anjing kejar aku tambah putaran itu ini keluar dari kamar itu. Aku
kaget di kejar sepasang anjing lalu lewat kebun mereka lestarikan bunga buah
opium dimasak di rumah itu.
Terpontang-panting
halusinasiku mendayung ingin hidup mengapa tidak di dalam ruangan yang
sembunyikan aku saja. Padahal itu heroin dari sebab jatungku adalah festival
berdetum jurinya mempompa nilai kriteria siapakah aku?
Aku berlari
loncat padahal dimana jatuh loncat saja masih cuma cukup ingin di sebelah itu
ialah dekat dengan halaman aman delegasi
sosial vietnam, siapakah aku untuk “mereka” siaga seberuntung takut
siapa aku berdua dengan heru.
Di kejar siapa
berdua masih sepasang ekor setan terus takut darahku pompa jantung meledak bara
panas paru-paru takut sakitnya hipertensi tekanan darahku ini menjadi berpacu
gala jurinya menunggu anjing itu apakah akhirnya berakhir aku aman di jaga
belum habis di gigit terluka dari beruntungnya kemarin jarum heroin ialah
durjana siksaan mereka.
Aku kaget
paru-paruku meledak putaran sakral lewat belum dimakan sepasang anjing masih
berlari terus tempuh dalamnya hutan dari gelap pagi hampir terang seperti
terangnya terbangun sadar udara pagi itu ini rasanya bisa tenang paru-paru
sebab seolah beristirahat bila fungsi anatomiku sedang berlari kemarin masih overdosis sisa rasa heroin.
Saatnya habis
buka waktu yakin aku bisa bertahan lebih kencang berlari jika sedikit lebih
tambah saja rasanya fungsi langkah ini lebih tenang bila heroin rasanya
memerintah program fungsi keinginan di samping metabolisme molukular sistem
pegerakan mekanisme dari tiap langkah kabur takut pada nafas terakhir kematian
jangan di makan anjing.
Heroin Sihir aku
sedetik saja overdosis maka aku yakin siaga tanpa takut, bila saja dalam hutan
berlari dari bertanya juri durjana jenderal yang tangkap aku dari mengapa
mereka ingin sebab itu inikah.., Heroin sihir aku ingin mentenangkan sel
darahku pada umumnya rata mengalir di setiap takdir darurat masih berlari.
Sihir berlari
bantu aku dengan heroin, mencari takut dalam denah hutan.
Bingung denah
alam wawasanku bergerak, meknisme orbital gala posisi pagi yang mulai terang
juga rasanya hampir mati saja juga dari kiri atau kanan langkahku dimana aku
dalam denah sakit rasa merasa overdosis terasa heroin hampir sisa ampas akhir
dari kepala merasa demam sebab jantungku tirani dari organ dimana pundak atau
kiri jika kanan melangkah berlari. Kepalaku mulai merasa mendayung darah dalam
aliran dorong terus demam.
Mendayung-dayung
seolah demam kepala mendayung muara sebab darah di pompa jantung menjadi demam
dimana orbitalsinium ialah kepala yang rasanya hampir pecah rasa tempuh pada
teror di belakang suara anjing yang wajahnya belum aku lihat.
Jantungku akan
salah fungsi pompa, darahnya terus ingat
kemarin sore jarum ketika di dalam ruangan itu ketika jarum heroin di sebelah
dapur aku disembunyikan melimpah dekat kebun sebab lilin kecil itu larikan maya
imajinasiku apa apakah gala kebun bunga opium itu mengapa lebih harum bagai
wangi dari sesuatu yang serupa namun aku tahu diseberang wangi itu seolah ini
adalah planet dari langit-langit dimana sebuah sihir heroin menjadi sebab.
Jantungku akan
bertanya tenang fungsi mekanisme, darahnya terus tempuh wawasan ketika takut di
dalam rumah kemarin dari aku kabur.
Dari jatuh salah
sebab kutinggalkan rumah itu padahal sihir heroin bisa lebih baik sebab demam
dari wangi sebab siaga diriku pada gala lestari kebun heroin itu subur dari
diluar masih seolah sebab jika putaran gelap dingin dari ekor kejora ialah
pasir matahari dimana di bawah langit-langit dia melihat aku delegasi sosial
Indonesia yang di undang siapa sedang bermain bara sihir heroin sedang di
siapkan jarumnya untuk di suntik kemarin dari jadi wangi itu ialah sebab
rinduku.
Kebun bunga untuk
tamu delegasi putaran sosial dari sebenarnya aku aman di balik ketergantungan
masih jika diseberang dimana dalam hutan aku tersesat juga belum paham mengapa
demam ingin ada di belakang ruangan penyiaran di dalam amannya upacara melihat
siaga mereka dari planetnya pagi dalam markas saigon di seberang belajar bahasa
amerika untuk sekutu lencana amerika aku berharap menemukan diriku telah
terlanjur melihat di luar batas solarium tambah takdirkah aneh alam semesta
jika ada rumput lain tumbuh sebab di luar sana. Sementara puing-puing terasa
kanal-kanal dari sisa kemarin histroium masih aku berlari menyeberang batu-batu
situs purbakala di tetangganya vietnam.
Wangi demam sihir
heroin dimasak tiba-tiba ingat aku terpelanting dan dalam batasnya anjing itu
kaget melihat aku tergelinicir seolah di bawah langit-langit rahasia sebuah
dapur melipah getah hitam bunga jelas aku lihat dalam dapur itu padat di
panaskan melentik ingatan di adon bagaikan formula rahasia aku terpana sihir
heroin sedang di resepkan masak dari getah intensitasnya seolah kebun itu
menunggu malam tenang dari bila bunga opium tumbuh untuk manusia istirahat dan
tidur bersama ekor bintang kejora membawa pesan berita ada planet serupa di
luar batas solarium.
Apakah aku
seorang solariumist, telah menseberangi galaksi, menemukan idealisme arsitektur
pilar seolah rumput tumbuh tetap kemarau, saat solarium di seberang
bintang-bintang menemukan planet tenangnya intensitas saat putaran hitam
mengadon adonan gala hasil bumi dari bunga opium ialah getah yang di
densitaskan formulanya dalam mutasi molukular sesaat planet itu lebih sekedar
dari misteri dimana diriku melihat
mereka ingin mensambut jantungku di persembahkan pada itu ini.., prinsipnya
konflik.., sesakti apapun siapakah aku sekutu lencana vietnam dalam undangan
apakah menyesal telah salah melihat situs wawasan historium objektif wangi
demam sihir heroin menjadi prinsip lewat misteri indonesia mereka seolah lebih
paham membela rajanya di bandingkan lemahnya indonesia dari mataram atau
akomodasi amsterdam ketika belum jepang.
Indonesia aku
adalah delegasi putaran sosial yang mencari kriteria dari terpontang panting
dalam densitas seolah jantungku melihat festival adonan pekat hitam getah dari
opium menjadi itulah ini apa langitnya itu ini adalah festival merayakan dia
melihat aku tertidur akhirnya beda formula apa sihir heroin membuat heru
temanku di introgasi dalam lentik bekas hitam getah seolah di densitas putih
serbuk tumpukan sebuah gunung nikmat kusebut.
Sungai membawaku
kemana jatuh tergelincir langkah di pagi itu biru atau awan di langit putih dan
aku telah tergelincir aman beruntung masuk masuk sejuknya putaran orbital demam
di kepalaku berhenti sebab sungai membuat anjing kecewa berhenti dalam suaranya
yang kaget masih berteriak seolah pasir matahari tempuh pagi itu di bawah
langit mendayung di bawa misteri kemana diriku tidak peduli pada wajah jenis
apa anjing yang telah mengkejar aku takut.
Janji Rumput Di luar Ingat
Mimpi berdiri Masih kartunya
Kemarin
sawah-sawah masih diantara hutan dimana takutku di temukan namun sejuta
kemungkinan aku takut pada wajah apapun kaget anjing yang kecewa.
Di tepi seberang
saigon siaran radio mereka masih sedang dalam siaga yang bermain kartu poker
sebelum masih pasti menghitung berapa banyak pulang membawa bergeraknya kemarin
gerilya bahaya merajut musibah ketika besok janji rumput di luar ingat rasanya
masih hidup masih aman siaga kartu poker di dalam sebuah kriteria akomodasi
bisnis kaum sosialis para pustaka pemilik bisnis di kota di balik belum di
serang jebol sampai takut bermimpi.
Kemarin
sawah-sawah terakhir suara pagi menjadi malam dimana aku ditemukan lalu tempuh
kembali dari rumah petani siapa mereka akhirnya sungai itu membawa aku tidak
sengaja di jemput jadi sekutu lencana amerika.
Mereka
menjemputku hampir dari tempat zona prinsipnya perang. Sementara di seberang
laut itu ini tahun pembina undangan berdatangan.
Perang seperti
prinsipnya besok jadi tambah apakah bentuknya gelap bayang-bayang bahaya
merajut musibah menunggu masih sedangkan markas saigon berduka cita tambah.
Aku masih mabuk
melihat mereka main kartu poker sementara ada yang mabuk namun terlalu kaget
dari prinsipnya konflik. Sementara itu indoensia pragawati favorit populernya
di beritakan di bunuh. Bagaimana penyelidikan di indoneisa beritanya menarik
perhatian, dimana kabar berita misteri pembunuhan dice seorang pragawati. Aku
Mimpi berdiri beruntung masih hidup dari setelah penagkapan sementara Heru
masih hilang entah kemana “???”
Lambungku sedang
bercerita apa nafsunya mendengarkan radio penyiaran para tentara amerika,
sedangkan berita delegasi dari penyelidikan juridifikasi wanita cantik tersebut
seperti lebih beragresi warna infasinya membuat aku kaget. Sebab lebih dari
rumput di luar apakah jakarta kubayangkan bisa lebih buruk masyarakatnya paham
arti dimana wawasan denah putaran politik objektif menariknya.
Kiranya siapakah
yang menjadi penyelidik subjek dice di bunuh masih mencari tersangka, sedangkan
penasaran apakah aku pada keluarga yang di timpa musibah.
“siapa iya
detektif oprasional respon berita kabar buruk dari indonesia?” aku membayangkan mabuk namun main poker di
seberang meja penasaran sementara disampingku seperti tentara kecewa padahal
seperti masih remaja beruntung masih hidupkah dia dari hutan atau kaget baru
datang dari sebab Lencana. “buat apa iya kok ada peranan manusia hidup ingin
apa masih punya keberanian wajahnya seolah bermain-main dengan bahaya.”
Artinya simpul
bila berakhir perang cerita musibah dice mungkin semakin cepat semakin apa iya
terangkan di balik pembunuhan “Astaga Durjana”
Kematian terlalu
murah apakah lebih murah mati dari artinya bila aku tahu ada pelacur disini
rasanya apakah ajaib sebuah putaran yang ingin aku selidiki saja.
“Mas Toni dari
Jakarta iya”
Aku tiba-tiba
ditemani kaget “, iya kamu astaga siapa?” Dia siapa iya kok datang menegor
bikin kaget saja.
Dia memintakan
bartender untuk aku menerima tambahan minum bir “saya perwakilan validator dari
permohonan untuk mencegah infasi, masih tentang kemarin musibah, ini perwira
amerikanya.., rutin hari ini agenda keamanan.., di ganti dari setelah UGD
kembali lanjut introgasi penyelidikan untuk mas Toni sebelum di boleh di pulangkan
ke indonesia, tapi masih harus di awasi bila masih trauma, sebab terapi belum
selesai..,” dia berdiri di samping tugasnya
orang indonesia yang belum aku kenal belum kusangka masuk dari seberang kartu
poker pintu di bawah lampu lebih terang siang hari di luar.
“ini terus birnya
iya, nama saya andi wakso dari surabaya menganti melayani penjaga yang kemarin
pasti mas tony lupa namanya siapa setelah dari akomodasi unit gawat darurat
perawatan saya masih bidan dari tenaga kesehatan dari intern asisten yang
kemarin itu dokternya medis dari lulusan Universitas Indonesia, kedokteran pada
umumnya tapi masih tentara juga dari TNI.”
“emangnya namanya
dokter siapa? Itu ini bir yang untuk saya..,”
“umur berapa mas
tony..,” andi masih melihat apakah aku masih kuat sembunyikan rasa takut.
“ga usah tanya
deh umur buat terapi.., males nih” aku merasa bir yang aku minum juga belum
pulihkan wawasan sehatku kemarin sebab kemarin.
“Ok!” ‘saya paham’
“em unagh baik” andi jadi validator yang intuisinya kuduga ajaib dan seharusnya
kuharapkan dia melihatku.
“Sementara
segelas setelah satu cepat habis kuminum!”
Sementara
kutunggu Mas andi siapkan bentuk halaman lampir yang di tulis pemuda amerika
itu “ini Juridifikasi permohonan kerjasama, dari ragam setelah kemarin sudah
saya teranslasikan bahasa.., lancar ga mas bahasa inggris.., ”
“Udah teruskan
saja humornya apa sama “??!” saya masih mau donk segelas lagi rasanya masih
haus” langsung dia dengar minta rasa ketergantunganku masih bertanya
selidiki...,
lewati lintas apakah yang kupikirkan dan dalam bar
ini mengapa sebagai wartawan aku dalam sebuah limbo paragraf kematianku yang
memang belum bisa kupahami dalam artinya besok apakah misteri limbo dalam alam
semesta ini...
Limbo Kemarin Berperang Tambah
Berapa
Setelah Dua Karakter
Akomodasi Terhormat
Ayahku
Sindusubroto, setiap pagi belum bercerita apapun wawasan hidupnya, aku menjadi
sakral dari takdir menambah fungsi duga gugurnya ..,
Takdir hentinya
ayah berhenti memanggil dirinya sebagai sindusubroto sejak hanya senang
memanggil kriteria anak bagus atau cah bagus “???”
Kemarin Mahesa
Bayu Suryosubroto di panggil ayah, dan kamu ayah ialah warisan mayat hidupku dalam seolah topeng..,
“Tempuh Di Seberang
Horizon Putaran Jiwaku..”
Tempuh Di Seberang Horizon Putaran Terusan Arti Topeng
Brengsek Topeng ini
Bagaimana.."???"
di balik seberang kau akan tempuh diriku Bagaimana.."??"
Di balik..,
Tempuh Diseberang
Horizon Putaran Jiwaku bisa Masih.., Terus TEMPUH...,
Engkau ingin
kembali tempuh rasa-rasa empati..,
Terusan arti
Topeng ini. Masih mulai dari aku atau kamu tempuh arti..,
Dari jika.., jika
waktu ada tempuh "???" mengapa kita...,
Tempuh dari
selalu hasilnya menjadi hanya sebuah seberang yang mengecewakan..., Topengku
sesungguhnya ialah cerita Ramalium untuk masa depan dan arti terusan
prospektus..,
topeng ini adalah
arti jiwa terusan warna merah berani yang mereka atau dia ingin melihat Horizon
dari Pasir Matahari.
Merah terlalu
berani hampir saja seperti warna arti darahku, merah artinya apa apakah tempuh dari seberang
batas itu,
dari di balik
topeng sebuah seberang gagal aku.., tapi padahal artinya masih terus aku yakin
pada mereka gendong tempuh apa jika bagaimana mereka..,
lalu yang tempuh
putaran bagai mendayung hulu waktu dari mereka di sepenggal Merah, topeng
rasanya malu pada limbo paragaraf kematian.
Ini adalah
kemarin limbo sebelum kembali, sebelum merasa, sebelum simpul yakin tempuh arti
apa arti sepenggal merah.
Sebelum sekutu
paragarf sebelum terus tempuh arah yakinmu ingin meneruskan putaran sebelum
jatuh, jatuh, jatuh , jatuh, dan putaran jatuh ialah masih belum kematian Indonesia.
Merahnya merah,
merah merah solarium matahari langit di seberang angkasa, merah merah merah
merah lipstik warna kekasihku mencium terakhir mayat hidup tubuh ini masih
sepenggal merah. Terus tempuh kemarin jatuh, jatuh, jatuh lalu kau kenal rasa
takut empatimu dengan sampai kau benci arti takut.
Topengku arti
betapa buruk dari sepenggal arti mayat hidup ini masih bernafas dari tutup
sepenggal meronta ronta sengit benci hampanya bertengkar dengan apa apakah
misteri sisi terusan selamanya terusan tempuhnya ingin di seberang horizon
putaran jiwaku,
utuh adalah jatuh
utuh jatuh empati jatuh sepenggal bayang bayang sosok gambaran kebenciannya ialah
tanda menempuh arti apa kau melihat topengku.
Gelap humor kematian..,
seharusnya tertawa sepenggal cacat kurang pada umumnya bila kau melihat
Mayat-mayat hidup mengapa ingin tempuh aku bercerita sebuah seberang rahasia
padahal raksasa besar matahari misteri itu bercerita… ,
Lahir paragraf
bersamamu limbo kematian dan masih pastinya simpul kematian manusia hasil samanya
siapa mereka terlanjur di seberang gelap matahari maka besar namun mencari
sebab menjadi orang tempuh tunjukan kamu juga jiwa paragarafnya adiksi musibah .
Sejahtera
bayangan kau tidak punya misteri hidup belum mustahil tapi aku Masih sepenggal
tidak pada umumnya lain orang dari takdir. Kau Jatuh Dari Jatuh kecewa
bertambah,
sebab bagai
engkau paham, wawasan masih melihatku pada umumnya sama dengan jalan itu ini
panjang jalan aneh itu ini musibah perjalanan indonesia masih putaran musibah
di jiwai bersatu sepenggal terus bertambah.
Mengapa juga engkau
mengapa waktu-waktunya akhir ialah terusan yang di tempuh merasa apakah
akhirnya dia ajaib berbicara, tapi apakah dia berbicara sangat menginginkan
semua mahluknya memahami tanda, tanda, tanda, tanda, tanda, tanda bilantara
tanda-tanda. Aku
membayangkan dia sedang memandang naluri itu ini seorang mayat hidup ini
solarium dari seluruhnya tunduk mereka melihat siapa sendiri utuh.., tanda utuh
dari utuh bayangan gelap manusia berakhir terakhir..,
Ahirnya setan dan
Itu ini apakah iblis limbo paragaraf kematian lalu berhenti rutin utuhnya umum
biasa seperti biasa mengapa topeng musibah juga mengapa utuhnya tidak bantu
meneruskan rutin berada di sampingku bantu menjadi setan-setan dan iblis-iblis
pendamping kelestarian dari wawasan siapa aku menjadi mayat hidup. Setelah
Naluri Mengapa..., juridifikasi supernatural.
aku telah mengapa
aku, kaget mereka masih melihat dia.
Kaget aku tidak
menyangka kaget setan-setan tersebut masih rindu pada wujud yang rahasia dari
juridifikasi supernatural hukum fisika bila siapakah tuhan kuanggap ada “???” Jatuh
mengapanya juga mereka mengapa juga tampak kurasa, sepenggal berpikir aku
merasa..,
Rasa mengapa
terus sepenggal tempuh ulang takut gagal simpulkan, rasa, rasa, rasa, rasa,
rasa, hanya rasa telah bilantara waktu mengapa tempuh rasa..,
rasa-rasa sejak
sementara sejam hampir utuh setan setan di dalam gelam sisi gelam gelam..,
dari kegelapan
senang tiba-tiba melihat empatinya, sedang di sambut supernatural oleh
penciptanya musibah dan menikmati siapa wujud rahasia tuhan pencipta itu hina,
dari tempuh..,
tempuh rasa rasa
telah wahana wawasan “??..”
Mereka melihat
hanya kegelapan manusia maka terang sementara sejam itu seolah kembali senang
rindunya di cerahkan tuhan sedangkan aku terusan terus menoleh-noleh ingin
mencoba melihat apa yang mereka lihat tapi gagal apapun melihat…,
Siapa pemimpin
pencipta arwah dari rasa berpikir apakah apa, apakah setan bukan wawasan di
seberang wawasannya wawasan sebuah wawasan apakah setan dalam sejam itu
menikmati sejam utuh sebuah apakah hanya gelam gelam gelam..,
dari gelam gelam
misteri yang hanya bagiku merasa rasa sejam waktu itu mereka tidak biasanya
tiba sebagai pendamping bertengkar wawasanku sebagai pustaka mayat hidup.
Pemimpin Wawasan
Tumbuhkah Salah
Aku adalah
keberanian dari di luar seberang dari apakah terbayang limbo paragraf
kematian.., aku melihat perubahan yang salah masih, berpikir apakah hidup..,
dari
apakah prasangka? pada keberanian dengan masih di ikuti takut itu apakah
mensimpan takut jika takut lalu takut kutukan dan, siapakah, Pemimpin Wawasan Tumbuhkah
Salah..,
Waktu besok
sepenggal.., besokkah tersisakan apa?
Seandainya
wawasan cintaku itu apakah, lalu apakah salah?
Sepenggal hatiku
adalah racun.
Bukankah
membenarkan jikanya sepenggal alam anugrah apakah.., lalu pergimu.
Maka.., waktu
besoknya lalu sepenggal jatah besokkah apa?
Dari topeng lalu
jatahnya disembunyikan takutku anugrah paragaraf dari jiwa terakhir bila
bernafas berbait mayat hidup hanya seolah pada umumnya patah hati saja dan dari
topeng..,
atau Mayat Hidup
Itu Ini.., dari jika Besokkah apa kriterianya kau Tahu lingkaran hidup bait Aku
Lahir...,
“sebuah
seberang..,”
“Di Balik Semua
Malam Di Masa Depan”
Belum beruntung
takut lalu takut apa yang harus kutempuh..,
“dari..,”
Aku lahir tumbuh
dalam mimpi, bagaikan sepenggal wujud nyata di tinggalkan pergi untuk tertidur,
aku merasa manis madu air susu ibu karena teringat sedang masih sedang lagi
sekarang, apa apakah berakhir terakhir dapat abadinya bercinta dengan istriku
dan apakah dari alam sadar dimana hatiku ingin kusimpan sengaja itu adalah madu
apa apakah wawasan, cinta..,
apa apakah
wawasan rasa mengalir sumber air susu bagai pencerahan dari aku menunggu anak
aku lahir ialah hiburan ajaib dari ketika di layani tawaran harus wajibnya aku
bertengkar badan dengan istriku untuk bila bisa merasakan sejatinya wanita bila
sebanyak-banyaknya, anak ialah msutahil hal yang murah, dari mengerti jika itu
tawaran wajib dari kenikmatan menjadi suami istri disaat dia di istimewakan...,
maka kutunggu ijinnya.
Siapakah wawasan
ajaib dari bagaimana diriku terbangun dengan keberanian yang sesaat itu kaget
kecewa menjadi takut mengapa?
Sehingga hanya
istriku yang kembali mengingatkan, memorium apakah apa kecewa jelas
sebab ialah salah...,
dari tiba-tiba
takut pada sepenggal simfoni salah yang mensihir hidupku bermimpi buruk yang
menjadi jiwaku sebagai penakut mengapa harus sepenggal terulang lebih suka
bayang-bayang siaga di tawarkan misteri dari rahasia kebodohan jadi manusia
padahal di seberang puncaknya keajaiban seharusnya diriku menjadi suami
pemberani yang istimewa melahirkan wahana selamanya ciuman pada
dia.
Sepenggal aku
lahir, lalu juga sepenggal aku.., terjaga wawasannya sepenggal.., jiwamu adalah
sebab rasa cintamu pada ayah apakah kuragukan.., apa apakah bukti besokkah apa
sebelum mati untuk kita selamanya abadi..
Aku tidak tahu
“!!!” Engkau selamanya. Sepenggal rasa takut!
Aku menangis
setelah apakah itu, saat malam, saat mimpiku berhenti, dan aku rindu pada
wawasan seorang ibu yang mengasuh sepenggal apakah sebab aku di lahirkan.
Aku tidak tahu
“!!!” Adikmu di bunuh oleh apa?
Wujud nyata saat
itu di luar apakah, masih sedang malas mengapa, aku ingin setelah masih
wawasan terbangun belum terjaga sadar apakah wujud mimpi itu
sepenggal siap untuk besok, terbangun walaupun apakah, terulang seperti seolah
ibu bercanda kepadaku di malam hari saat lima tahun kemudian, dimana itu adalah
sepenggal wujud nyata.., itu.., mengapa aku mencari, masih telah terbangun.
Tapi.., besokkah
apa?
Madu yang
mengalir seolah apakah air sungai lalu lautan apakah artinya masih sama seperti
terakhir kali aku ingat berpura-pura apakah surga adalah wujud nyata?
Wajah pesona ibu
siapakah aku, melihat tumbuh diriku bagaimana tiba-tiba sepenggal malam selalu,
waktu yang istimewa melihat mampu apa aku bermain dengan wawasan pesona kekasih
di seberang dari beliau menjadi sepenggal apakah memorium itu baik untuk
diriku?
Aku tidak tahu
ayah juga berhenti memberanikan dirinya berkomentar setelah sekian lama menjadi
suamimu.
Sepenggal waktu
masih apakah kami beranikan menunggu ruangan hati kosong siapakah kami sebagai
akomodasi terhormat wawasanmu sebagai ibu.
aku lahirkan
sepenggal besok menyelidiki hal yang tidak mampu untuk siapa aku menjadi anak
kecil?
Malam itu ayahku
mengantarmu pergi selamanya dari apakah istilah khusus hubungan anak dan ibu
tetap menjadi keajaiban khusus Aku ingat sungai yang mengalir madu sebagai
surga dari cintamu melahirkan monster ketakutanku tumbuh.
aku simpulkan
tetapi tidak tahu malam itu kau meninggalkan halaman sang raksasa dari
langkahmu tenggelam dalam halusinasi menjadi sesuatu yang siapakah aku sebagai
raksasa arti hidupmu menjadikan wujud sepenggal pada apakah sepenggal arti kau
gagalkan raksasa keberanian wujud nyata keberanian raksasa siapakah aku tumbuh
akhirnya menjadi apa di alam dunia ini aku tidak ingat siapakah yang menjaga
rumah atau aku menanggis di temani siapa?
Ayah pergi
menemani rasa kawatir ibu dengan sama takut masih sama dengan ayah pertama
peduli apakah merasa yang di takutkan istri? Ibu adalah sepenggal di luar
seberang diriku di biarkan tenggelam dalam apakah itu di luar seberang
prospektus alam lain dari sia-sia besok akan datang? Apakah “!!!”
Rasa-rasanya saat
itu aku sepenggal di luar rasa dilema cacat jiwaku sama dengan mengapa ibu
tidak berharap musibah itu di dapatkan, aku tidak tahu adiknya di bunuh, tapi
aku tahu diriku kaget hingga menanggis ibu menjadi masih tenggelam di musibah
itu.
Besokkah apa..,
apakah hari ini adalah raksasa apakah keberanian rasa takut, karena apakah
besok selalu masih melintas baik untuk seorang raksasa. Besokkah apa patah hati
dari karena engkau sama dengan rumput di luar kutunggu lama dan mengapa engkau
tiba berbeda setelah masih melihat aku menjadi anakmu.
Kepergianmu malam
itu, masihkah bertanya sebab cacat jiwaku lahir wawasan misteri apakah musibah
yang telah mengundang rasa takutmu dan berubah menjadi apa yang kulihat bagai
rumput di luar, sunyi dan berbeda hingga engkau lupa apakah sepenggal ikatan
humor berkata apa yang kurindukan sebagai anakmu.
Rumput di luar
sunyi rasanya menunggu dirimu, karena aku seorang raksasa yang besokkah apa?
Waktu di mulai, juga masih waktu belum masih juga waktu berakhir karena sebab
malam itu aku teringat misteri apakah musibahnya adalah rasasebuah wawasan
kecewa siapakah akurasa pada dimana aku melihat rumput di luar tumbuh lebih
beruntung darikah diriku siapa?
Musibah waktu komposisi
lewat misteri takdir sebab apakah adikmu di sebab takdirkan masuk melangkah
sebab suatu mula semesta putaran tempuhnya jantung waktu, dengar terjebak cacat
jiwaku sial apakah merintih belum bukan prinsipnya subur tambah rumput di luar
apakah itu ini arti…,
hidup dan matiku
berubah karena malam itu.., limbo prinsipnya salah belum dermawan prinsip konflik berakhir tempuh
lemahnya cacat jiwaku di sebuah seberang “???” Dimana dari mengapa tanpa di
sadari selalu masihkah sengaja aku memulai masih sengaja cari besokkah apa
bertanya?
Mungkinkah bukan
besokkah apa?
Cacat Jiwaku
Tertawa aku meringis
Cacat Jiwaku .., tertawa kekasih puncak dunia sewaktu saat itu lebih sekata
takdir Bajuku sedang lusuh. Aku
berada di kantor redaksi menanti berakhirnya hari.
Aku adalah
dimensi yang sedang lagi Jatuh
“juga masih
putaran densitasnya jatuh”
Itu ini menunggu
terbenamnya matahari..,
Jam kerja hampir
selesai, namun Kepala Redaksi mengundang kami, aku dan Heru, untuk menghadap.
“Kira-kira ada
apa, ya?” Mengapa sekarang aku diundang untuk menghadap.
Tidak biasanya
Kepala Redaksi meminta untuk bertemu denganku atau pun Heru selain tentang
pekerjaan. Baju lusuhku terasa tidak nyaman.
Celaka, aku
kehabisan sabun pencuci pakaian. Tak hanya itu, uangku pun habis. Akhir bulan
begini untuk membeli sabun cuci pakaian saja rasanya sudah tak mungkin lagi.
Lusuhnya pakaian
ini membuatku sesak. Apalagi jika membayangkan harus tawar-menawar di warung
langganan dekat rumah demi membeli sabun cuci.
Aku jadi
membayangkan dapat berlibur ke tempat yang sejuk seperti puncak. Atau mungkin
pergi ke Bandung, sekalian mengunjungi saudara. Lalu, meminta izin kepada
kakakku untuk menginap. Menikmati cutiku untuk menikmati aktivitas favorit.
Aku senang sekali
dengan daerah sejuk karena menurutku udara dingin sangatlah cocok untuk
menggambar. Kebun binatang di Bandung sudah menjadi favoritku untuk menggambar.
Aku biasanya
menggambar dengan tinta pena. Bagiku, menggambar dapat menghilangkan beban
pikiran. Tetapi saat ini, hal menyenangkan tadi hanyalah angan-angan saja.
Kulampirkan
tulisan untuk surat kabar yang siap untuk diketik. Sembari merapikan pekerjaanku
yang hampir selesai, pikiranku tak hentinya membayangkan tentang rencana
berlibur tadi. Rencana menghilangkan stresku.
Walaupun begitu,
“Astaga uang!” Aku tidak miliki uang untuk beli minum. Rasanya tiba-tiba aku
haus. Padahal, sebentar lagi mungkin aku dipanggil. Kulihat Heru pun belum tiba
di kantor lagi. “Aku pergi ke kantin dulu saja dan memberanikan diri untuk
mengutang!” Lantas aku langsung ke kantin di lantai bawah gedung. Aku haus. Aku
tidak peduli apabila saat ini Kepala Redaksi mencariku. Meski khawatir, aku
tetap pergi ke kantin. Lagi pula Heru juga sedang tugas di luar dengan wartawan
lain. Aku berharap, kopi nikmat, akan menggantikan rasa khawatirku pada
undangan Kepala Redaksi.
Apabila
terlambat, setidaknya aku bisa membuat alasan yang meyakinkan kepada Kepala
Redaksi. Aku memikirkan bayangan Bapak Indrawan, serupa dengan rekan wartawan
Heru dan Putri, yang mungkin baru tiba karena ada berita di luar kantor. Akan
tetapi, dengan yakinnya aku ke kantin saja.
“Ibu, minta kopi
satu.”
Aku datang ke
kantin meminta untuk dibuatkan kopi. Selintas, baju lusuh membuatku ragu untuk
mengutang. Akan tetapi..,
aroma kopi
tercium begitu semerbaknya. Sepontan aku terbayang akan kenikmatannya.
Akhirnya, kuberanikan diri untuk mengutang..,
berharap Ibu
Datun memahaminya. Selintas terpikir olehku, apakah Ibu Datun pemilik kantin
akan peduli dengan penampilanku. Aku rasa untuk mengutang kopi, dan sebatang
rokok tidak perlu khawatir dia percaya padaku, walaupun kurasa, aku mulai
merasa tidak nyaman bila terlalu sering.
Ini bukan yang
pertama kalinya aku terdesak mengutang pada Ibu Datun. Prihatin akan utangku,
aku tahu sekarang harus mengutang kembali, tapi kapan aku akan membayar?
Bisakah dia
berharap tentang itu? Kini aku akan menikmati waktu, meminum kopiku. “Ibu
terima kasih telah dibuatkan kopi. Tapi sekarang saya utang lagi,” ujarku saat
Bu Datun tiba membawakan secangkir kopi.”
Ibu Datun
tersenyum dan berkata, “Yang ini sama seperti kemarin juga nasibnya?”
“Iya,” Ibu Datun
tahu, kopi yang akan kuminum akan tertunda dibayar. Berutang dan kebiasaanku
yang terdesak,
apalah artinya
sebatang rokok tapi mengopi, aku merasa menghentikan waktu, selalu dalam
benakku, menikmati meminum segelas kopi mengingatkan diriku pada masa lalu.
Segelas kopi artinya ialah kebebasan dan kemegahan dalam hidup.
Segelas kopi
membuatku teringat saat pertama kali aku menyukai kopi. Saat ini, aku menikmati
kopi dalam sebuah kenangan, perasaan terdesak yang serupa. Dalam masa lalu dan
kesulitan.
Selintas saat ini
kenangan baik menjadi sifat pendapat, alur renungan, kuduga menifestasi itu
ialah renungan, harapan baikku pada rasa peduli pada sifat ayahku dan itu ialah
kenangan ketika masa-masa saat ayahku menawarkan kopinya padaku ketika aku
sedang giat belajar. Aku tidak boleh lama-lama di sini. Aku tidak boleh
didahului oleh Heru untuk bertemu Kepala Redaksi. Akhirnya gelas kopi yang
belum tanda habis ini terpaksa kutinggalkan.
“Ibu, kopi
belumku minum semua, aku mengutang dulu, nanti kubayar setelah mendapat uang bulanan.”
“Iya, tadi kau
sudah ingatkan aku, Toni,” ucap Ibu Datun.
Seusai pergi,
dari kantin, aku bertemu dengan Heru dan Putri yang akan masuk lift. “Dari
mana?” tanyaku pada Heru dan Putri sambil masuk ke dalam lift yang masih
terbuka. “Dari, Dinas Kesehatan..,
menanyakan Agenda
kerja mereka,” jawab Putri. Kemudian tanpa ditanya kembali, Putri menjelaskan
agenda pengadaan susu untuk rumah sakit yang terlambat, dan itulah berita.
Karakter di Balik Kamar Gelap
Aku sedang
bersama Putri ketika tiba-tiba Toni datang ikut menyela masuk ke dalam lift
sekembalinya dari kantin. Aku baru saja kembali dari Dinas kesehatan. Kami
hendak bertemu dengan Kepala Redaksi..,
kemudian setelah
itu, kami ingin mencetak foto yang kuambil dari terlambatnya pengadaan susu.
Aku akan mencetak foto kulkas yang rusak. Memang tak tampak seperti berita
serius..,
namun itulah
berita. Kepala rumah sakit umum daerah
memintaku mengambil gambar dari keterlambatan pengadaan. Bagaimana kulkas bisa
rusak?
Karena hal ini, pengadaan
susu ke rumah sakit tiba-tiba berhenti. Aku dan rekan wartawanku, Putri, sedang
menyelidikinya. Kami pun menginvestigasi sikap pemerintah akan masalah ini.
Aku baru saja
datang, melihat Toni ada di sampingku, artinya kami berdua belum terlambat untuk
menemui Kepala Redaksi. “Toni, dari mana kau?” tanyaku kepadanya. “Baru saja
minum kopi dan menikmati sebatang rokok, sekaligus menunggumu Heru,” ucap Toni
kepadaku. “Kau baru saja dari kantin,” ucapku menduga.
“Iya, betul, aku
jenuh dan sesak dengan tampilanku hari ini,” ucap Toni yang memang terlihat
lesu dan tidak percaya diri. “Apakah beliau tidak kesal bila satu di antara
kita belum hadir?” tanyaku kepada Toni “Beliau, siapa?” Toni menjawab tidak
mengerti apa yang kumaksud.
“Beliau Kepala
Redaksi, maksudku Bapak Indrawan,” jawabku. “Oh, maaf aku baru mengerti
maksudmu.”
“Iya, itu
maksudku, kukira sudah terlambat. Kupikir kau langsung ke ruangan beliau begitu
dipanggil,” ucapku yang tidak sengaja didengar juga oleh Putri. “Heru, Toni,
apa kalian berdua mendapatkan promosi? Bila benar, hebat! Aku ikut senang,”
sahut putri menduga.
Pintu lift yang
telah kami masuki terbuka kembali di lantai ruangan kerja kami. Toni dan Putri
kulihat kembali ke meja kerjanya
masing-masing. Sedangkan aku, pergi ke
ruang fotografi sembari menunggu panggilan Kepala Redaksi. Aku pergi ke kamar
gelap untuk mencuci film, mempersiapkan foto yang nantinya akan diseleksi oleh
redaktur foto.
Lampu kamar gelap
masih menyala. Aku merasa beruntung karena ini merupakan rutinitas yang dapat
dicicil, menurutku. Seperti biasa aku harus mengambil dan mempersiapkan
semuanya, mulai dari cairan pengembangan, bubuk sabun dingin, bubuk perangkai,
air, toples spiral, dan penjepit film.
Ketika
memindahkan rol film dari wadah silindernya, lampu pun dimatikan. Tanpa
menggunakan alat, pita rol film pasti
susah dikeluarkan, kecuali dengan merusak wadah silinder. Namun, karena
dituntut pekerjaan, aku akan beralasan menggunakan rol film pita isi ulang maka
wadah silinder film negatif kujaga agar tidak rusak. Kutarik keluar rol film
dengan penjepit dan menyimpan kembali wadah silinder untuk film negatif ke
dalam kotak khusus yang suhunya aman untuk mengisi ulang negatif film yang
berikutnya, bila dibutuhkan lagi. Setelah menarik keluar film negatif, selagi
lampu mati, aku dengan alur waktu yang tepat memasukkan pita, dari wadah film
silinder ke dalam toples spiral yang bentuknya juga silinder, hanya saja lebih
besar dan kedap cahaya.
Volume toples
dengan spiral telah terselimuti atau tergulung pita rol film negatif. Wadahnya
yang besar, kututup dan kutuangkan cairan pengembang. Cairan pengembang
memiliki tahapan yang berbeda-beda alur waktu sesuai jenis film. Karena film
dari produk yang kugunakan tipe kodak profesional asa 400 hitam putih, dalam
pengembangan cairan memiliki tuntutan masa sifat yang berbeda dari asa ataupun
tipe menurut rasio waktu.
Kemudian, lampu
kunyalakan. Cairan pengembang bisa kukeluarkan dari lubang stoples tanpa
membukanya, lalu kukeluarkan film, kemudian kumasukkan cairan bubuk sabun
pendingin yang telah dilarutkan.
Apakah itu film
negatif, aku mungkin hanya sebatas tahu bisa membayangkan selintas tentang
seluloid.
Cairan pengembang
melakukan tugasnya dengan merontokkan zat perak yang menempel pada permukaan
seluloid. Zat perak berfungsi melampirkan gambar yang diambil untuk dicetak.
Dalam film negatif atau seluloid, kita tahu, cahaya yang diterima membiaskan
zat perak dalam film negatif, seperti bintang-bintang di langit dan mencetak
citra gambar, di antara lapisan yang tipis ini.
Setelah cairan
pengembang, sabun pendingin digunakan..,
untuk membekukan
seluloid agar tidak membentuk gambar yang tidak di inginkan. Kemudian, cairan
bubuk perangkai. Cairan ini ialah cairan kimia digunakan untuk kelanjutan
metode setelah sabun pendingin. Cairan ini mengubah intensitas zat perak
menjadi zat hitam, dan merangkai intensitas zat menjadi pekat hitam dan tidak
sensitif terhadap cahaya.
Dan yang
terakhir, tidak kalah pentingnya ialah air untuk mencuci dan membuang semua
cairan kimia yang telah digunakan. Kemudian pita negatif siap dikeluarkan dari
stoples spiral atau wadah silinder pencuci film ke dalam ruangan untuk
dikeringkan. Itulah tugas yang bisa kuselesaikan, mencetak gambar di kertas.
Di Balik Lampiran Proposal KBRI
Aku baru saja
selesai rapat, dan akan kembali ke ruanganku untuk bertemu dengan Toni dan
Heru. Akan tetapi sebelum undangannya aku akan memesan makanan, kopi dan rokok
di kantin agar Toni dan Heru merasa nyaman dengan undangan itu. Kiranya mereka
akan menerima tawaranku untuk pergi bertugas ke luar Indonesia.
Aku masih ragu
apakah mereka akan menerima undangan itu?
Hari sudah sore,
aku menahan Heru dan Toni agar mereka menemuiku dahulu seusai rapat. Alasanku,
mereka kuundang untuk menemuiku, pemilik media massa gabungan, pihak yang
terkait dengan pemerintah, dan pihak KBRI..,
yang diwakili
oleh TNI.
Pembicaraan
sebelumnya telah menyetujui untuk mengirim wartawan di masa akhir perang
Vietnam. Kerja sama antara negara Vietnam dan
Indonesia untuk ketika masa baru masyarakat Vietnam. Kuduga mereka pasti
akan membangun infrastruktur di Vietnam.
Aku memberikan
tugas tersendiri yang berbeda dari yang telah diharapkan setelah masa perang
Vietnam berakhir. Di antara rapat mempertimbangkan pendapat, kepada Heru dan
Toni..,
selain
mendokumentasikan perkembangan KBRI untuk Vietnam, bisa juga sekaligus ikut
meliput masa-masa ironi akhir dari perang, dalam wadah mengamati negara yang
akan berkembang, seperti Indonesia.
Bunyi pintu lift
terbuka, aku di lantai tempat kerja
redaksi surat kabar. Keluar dari lift membawa koper dari rapat, dan di antara
karyawan rekan wartawan, Toni kulihat ada di bangkunya, terlihat akan
mendatangi kantorku. Kuputuskan akan meminta tolong kepada Putri untuk
memanggilkan Heru.
Sesaat mereka melihat aku masuk setelah keluar pergi dari lift, aku
bergegas berjalan ke ruang kerjaku dan menegur Toni. “Toni, mana Heru?”
bertanyaku padanya. “Di dalam kamar gelap, sedang kerja.”
“Putri, tolong
saya! Panggilkan Heru di kamar gelap untuk menghadap ke kantor saya,” ucapku
yang mungkin didengar Toni dan Putri. Mereka melihatku yang berjalan
terburu-buru.
Sampai depan
pintu kantor aku membukakan pintu untuk Toni, dan mempersilakannya masuk dan
duduk. Setelah Toni duduk, aku juga duduk sambil menyiapkan berkas di meja.
Sambil menunggu Heru tiba..,
aku juga masih
menanti jamuan untuk mereka dari kantin yang akan di bawakan oleh Ibu Datun,
pemilik kantin, untuk acara undangan sambil menyiapkan arsip dokumen berkas
yang penting untuk di baca Heru dan Toni.
Heru belum tiba
namun diriku khawatir bila mereka akan menolak. Apa jadinya bila rencana rapat
tidak berjalan sesuai dengan yang diputuskan.
Memang salahku
karena tidak mengingatkan mereka jauh-jauh hari sebelum diputuskan nama mereka
masuk proposal pengajuan pendapatku. Aku mengandalkan mereka, oleh karenanya..,
aku mengajukan
Toni dan Heru. Ya, mungkin ini kesalahanku, tapi di lain waktu bila ada hal
serupa diriku telah berpengalaman harus berpendapat dengan ijin mereka siapapun
orangnya.
Terdengar suara
ketukan pintu, kuduga Heru yang ada di balik pintu, tetapi ternyata itu Ibu
Datun yang mengantarkan semua pesananku untuk Heru dan Toni. Disajikannya
makanan, minuman dan rokok.
Aku mempersilakan
Ibu Datun masuk untuk mengantarkan makanan-makanan itu ke meja. Setelah ia
mengantar ragam hidangan tersebut..,
ia undur diri. Ketika kuperhatikan, Toni
menatap jamuan yang dibawa Ibu Datun tadi.
Semua hidangan
tadi sengaja kusajikan untuk meyakinkan Heru dan Toni, juga untuk mempermudah
pembicaraan kami nanti.
“Toni mengapa
sepertinya kau resah?” tanyaku “Tidak, Pak, saya baik-baik saja, kok,” sahut
Toni.
Suara pintu
ketukan kedua. Dari balik pintu ruang kantorku di sela-sela undangan.
Telegram dari Saigon
“Baik jenderal,
mister Noel terima kasih.” Seseorang
yang namanya kusebutkan tadi adalah seorang jendral dari Amerika. Aku
mengucapkan terima kasih atas undangan yang kuterima. Sekarang aku berada di
Vietnam. Aku mendapatkan tugas dari Menteri Luar Negeri, Doktor Sobandrio,
untuk membuat KBRI.
Aku bersama
Asistenku tuti seorang dosen dari universitas gajah mada, yang pindah kerja
menerima tawaran untuk bersamaku.
Di balik kantor
ia sedang mengurus arsip-arsip surat dariku untuk mensusun KBRI Vietnam.
Aku ingin
mengundang orang-orang yang bisa membantuku untuk membangun hubungan dengan
bangsa yang sedang di landa teror ini.
Akhirnya aku
menelpon temanku SMA-ku.
Aku teringat akan
Subijakto. Dari situ aku membuat surat permohonan agar dia mau bergabung dan
ikut memilih anggota untuk bergabung
dengan KBRI yang akan aku bina.
Beberapa Minggu
kemudian, Subijakto menelpon “Ada keperluan apa, teman?”
“Aku mendapat
tugas dari Doktor Sobandrio.”
“Kau mendapat
tugas apa?”
“Membangun KBRI.”
Setelah telpon
dari temanku Subijakto tadi, aku berencana merekrut beberapa orang untuk masuk
tim inti di KBRI, dan salah satunya kuharap menguasai bidang dokumentasi.
Perang sedang
berlangsung di Vietnam, sehingga banyak dari mereka yang enggan bergabung.
Kecuali wartawan, pikirku saat itu.
Aku ditelpon dan
dikenalkan dengan Bapak Indrawan. Kami bertukar pikiran. Aku mencari seorang
penulis dan kamerawan yang bisa meliput sekaligus membuat dokumentasi untuk
pihak KBRI.
Bapak Indrawan
pun sebagai redaksi menawarkan dua orang yang mungkin cocok untuk pekerjaan
ini. Akan tetapi, yang masih menjadi persoalan adalah persetujuan mereka untuk
ikut ke Vietnam.
Bahkan aku
menawarkan untuk menambah honor kerja mereka serta fasilitas. Semestinya, hal
ini tidak ditolak. Bapak Indrawan berjanji akan mengusahakannya.
Hidangan di Kantor
Sementara waktu
Bapak Indrawan membukakan pintu dan kuduga itu Heru tapi ternyata yang pertama
itu ialah Ibu Datun. Selintas terpikir, apakah aku kelihatan resah atau tidak
nyaman.
Sungguh apakah
harus kukompromikan rasa tidak nyaman akan bajuku yang lusuh ini. Bapak
Indrawan sampai sore begini masih terlihat segar..,
dengan tenang ia
membuka arsip dari koper yang dibawanya ke kantor. Yang sedari keluar dari lift
tadi kulihat ia penuh keyakinanan,
bahkan ia terlihat bersemangat membukakan
pintu dan mengundang aku dan Heru. Di dalam ruangan Kepala Redaksi yang nyaman,
lengkap dengan
sofa itu, bila ada tamu akan disuguhi banyak makanan yang dipesan dari Ibu
Datun. Dan tadi kulihat Ibu Datun masuk dan mengantarkan banyak sajian. Untuk
kamikah semua makanan itu? Apakah maksud di balik undangan ini?
“Masuk Heru,
silakan duduk,” ucap Bapak Indrawan sambil membukakan pintu dan mempersilakan
masuk.
Heru duduk di
sampingku. Kami berdua sedang menduga-duga kiranya ada apa?
“Ayo, kalian
tunggu apa lagi? Silakan dinikmati, diminum kopinya dan dimakan makanannya,”
ucap Bapak Indrawan menawarkan.
“Bagaimana enak?”
tanya Bapak Indrawan lagi setelah kami mengambil beberapa hidangan.
“Bapak, ada perlu
apa sama kita berdua?” tanyaku.
Kemudian Heru
menambahkan, “Penting ya, Pak?”
“Saya punya kabar
baik dan kabar buruk untuk kalian berdua?” jawab Pak Indrawan. “Kabar baiknya,
upah kalian akan naik, bahkan di bayar mahal, tapi kalian akan ikut pergi ke
Vietnam bersama TNI..,
untuk dikirim ke
KBRI yang sedang dibentuk oleh perwakilan kita. Di sana, tugas kalian membuat
dokumentasi dan tetap meliput berita untuk majalah kita.”
“Vietnam bukannya
sedang perang?” tanya Heru.
“Memang benar
sedang Perang, tapi perang akan berakhir dan itu ialah kabar dari Departemen
Luar Negeri. Mereka sedang membangun kerja sama dengan sesama negara
berkembang, terutama Vietnam..,
sebagai subjek
yang sedang menjadi wacana,” ucap Bapak Indrawan.
“Aman tidak,
Pak?” tanya Heru lagi.
“Saya sudah mendapat
kabar dari perwakilan calon KBRI, sudah hampir enam bulan terakhir tidak ada
pemberontak, juga terjadi gencatan senjata melawan Amerika di Saigon, dan
selama kalian di Hanoi atau di daerah status recovery, saya rasa Amerika masih
bisa menjamin.”
“Kita ke sana
naik apa? ...,
Bukannya tidak
ada transportasi komersial umum yang berani lewat zona perang di Vietnam.
Adakah di Indonesia agen perjalanan yang akan
memasarkan perjalanannya ke daerah perang, Pak?” tanyaku berpikir pada
situasi konflik.
“Pertanyaanmu
bagus, Toni?”
“Kalian akan
berlayar naik kapal TNI AL dan akan diantarkan dengan aman sampai markas KBRI.
Kalian akan berangkat sebulan lagi.
Istrinya
Aku melihat
corong kerucut sedang ditempelkan di perut istriku, dokter sedang mendengarkan
suara anakku dalam perutnya. “Bapak Heru, mau mencoba mendengarkan suara anak
bapak dalam perut?” tanya sang dokter. “Mau,” jawabku.
Aku terkejut pada
suara jantung anakku dari dalam perut istriku. Aku senang, tetapi dua minggu
lagi aku akan berangkat dan belum memberinya kabar tentang pekerjaan baruku di
Vietnam.
Aku
menunda-nundanya karena khawatir membayangkan istriku kecewa padaku.
Sampai di rumah,
sepulang dari puskesmas, setelah makan malam, aku akhirnya bercerita tentang
kabar bahwa aku mendapat pekerjaan baru di Vietnam. Toni akan berangkat lebih
dahulu.
Malam ini, aku
tidak punya pilihan lagi, aku harus memberitahunya. Namun kurasa, aku akan
merindukan dia.
Dalam kontrak
kerja baru akan difasilitasi rumah setelah dua tahun, menunggu sponsor dari
KBRI, dan berstatus sementara menumpang kontrak.
“Shinta, kamu
lagi apa?” tanyaku.
“Sedang
menyiapkan pakaian-pakaian balita dan popok. Sedang kuhitung.”
“Mengapa kau
hitung?”
“Karena aku
sedang membayangkan apakah ada kekurangan. Untuk membeli lagi sesuatu yang
belum terbayangkan.” Aku mendengar dan mengaguminya.
“Shinta malam ini
kamu terlihat cantik!” ucapku, menyatakan ingin menyanjung dirimu.
“Aku kaget
mengapa kau bereaksi seperti itu, akukan tidak sedang bersolek!” ucap Shinta.
Tidak lama
kemudian, aku duduk di sampingnya sambil memegang perutnya dan mengusap
kepalanya, kemudian mencium keningnya “Kamu, mau apa sayang?” ucap Shinta
“tumben, pasti ada maunya.”
“Aku mau cerita,
sayang?” jawabku.
“Kalau mau
cerita, cerita saja! Kenapa resah begitu?”
“Aku dapat
pekerjaan baru, dan upahnya lebih tinggi?” aku mulai bercerita.
“Aku ikut senang,
tetapi mengapa kau meninggalkan pekerjaanmu yang lama? Bukankah kau menyukai
pekerjaan itu?” tanya Shinta.
“Pekerjaan baru
ini kontrak lampirannya dari kantorku yang sekarang, tapi kerjanya di Vietnam,
dan aku harus meninggalkanmu selama dua tahun, setelah itu ketika mendapat
rumah, aku akan menjemputmu!”
“Dua tahun? Lama
banget mas!” ucap Shinta..,
yang kemudian menambahkan “bukankah di sana
lagi perang?”
“Tahu dari mana?”
tanyaku.
“Koran,” sahutnya
singkat.
Aku berpikir,
semoga ia tidak mengkhawatirkan tawaran ini, dan aku penasaran akan
pendapatnya. Ia terlintas berat hati dan kemudian aku menjelaskan keamananku
saat bekerja di sana sepeti yang dijelaskan Bapak Indrawan.
“Mas Heru, aku
mohon kau jangan pergi kalau bisa, aku membayangkan hal yang buruk!”
“Mengapa kau
bayangkannya, kan tadi telah kujelaskan di Saigon aman, apalagi Hanoi!”
“Aman!” sahut
Shinta sedikit histeris.
“Aku ragu mas
karena yang kubayangkan buruk untuk anak
kita. Bila sampai akan kehilangan bapaknya bila kau menjadi sasaran empuk
peluru buta, aku jadi apa?” sahutnya. Aku membayangkan ia jadi janda!
Kemudian
bagaimana caranya aku merubah pikiran Bapak Indrawan?
“Shinta
kondisinya sudah terlanjur. Bagaimana agar kau tenang, aku mengundurkan diri
saja karena aku tidak ingin membayangkan kau menjanda.”
“Tunggu, apakah
kau ingin berangkat?” sahut Shinta..,
yang hanya kujawab dengan anggukan kepala.
“Tapi kau segan bila ada apa-apa denganku, apalagi hingga sampai menjanda?”
ucap Shinta..,
sambil memegang perutnya dan berkata “bisakah
aku ikut?”
“Astaga Shinta,
mana bisa!” ucapku, “besok aku batalkan saja.”
Besok paginya aku
akan berangkat kerja dan Shinta tiba-tiba keluar dari rumah ingin ikut pergi denganku, “Mau apa?”
“Aku ingin
membeli getuk di tempat Ibu Datun, anak kita sedang mengidam.” Meski heran,
akhirnya kuturuti saja maunya.
Di atas motor,
kutanya Shinta “Nanti bagaimana kau pulangnya, mengapa harus beli getuk di
kantin Ibu Datun? Punya uangnya, kan, untuk beli Getuk?”
“Aku maunya beli
sepuluh tapi hanya ada uang untuk beli dua, Mas. Bagaimana, kau tetap dapat
uang tawaran naik gaji tidak?”
“Iya tidak
dapatlah. Kan aku akan membatalkan tawaran mereka,” ucapku menjelaskan pada
istriku bahwa gaji akan naik hanya bila pergi ke Vietnam.
“Kenapa begitu?”
tanya Shinta.
“Nah, kau tanya
saja, kepada Kepala Redaksi.”
“Dimana?” tanya
Shinta
“Di kantorku,
tapi yang sopan?”
Itulah akhir
perbincangan kami di motor saat itu.
Markas TNI AL
Aku sudah
mengecek isi tas sebanyak dua kali. Aku tidak ingin meninggalkan pena tinta
untuk menggambar dan foto..,
keluargaku.
Kemudian, aku merasa tidak nyaman dengan bajuku yang mulai berantakan lagi
karena terlalu sering berjongkok untuk mengecek tas.
“Pak Toni, apakah
ada yang kurang?” tanya perwira angkatan laut yang menjemputku dan memergokiku
sedang mencek koper sambil berjongkok. Aku sebentar lagi akan berangkat.
Keberangkatanku memang dijadwalkan lebih dahulu ketimbang Heru.
Pria yang
menjemputku adalah seorang perwira angkatan laut yang gagah, aku kagum pada
seragam yang ia gunakan.
“Namanya siapa?”
ucapku kepada perwira yang gagah itu.
“Nama saya Joni,
Pak!” jawabnya.
“Kita naik apa
nih?” tanyaku lagi.
“Ada mobil dari
Angkatan Laut,” ucap Joni.
Kami berangkat
dari rumahku ke Markas Angkatan Laut Tentara Nasional Indonesia. Aku akan
berangkat sendiri. Kemudian Heru akan menyusulku.
Semua kebutuhanku
untuk bekerja akan didukung oleh KBRI. Perang Vietnam akan berakhir dan aku
akan menjadi bagian penting dalam pembentukan Kedutaan Besar Republik
Indonesia. Selama perjalanan ke markas AL, kebetulan kendaraan melewati jalan
protokol di Jakarta, jalan Thamrin. Selintas aku melihat perubahan kota
Jakarta. Ketika aku kecil, jalanan Thamrin memiliki tempat kereta trem..,
peninggalan zaman
kolonial Belanda, namun sekarang telah tiada. Mungkin akan begitu pula dengan
peperangan. Nanti di sana aku akan melihat bekas-bekasnya.
Sesampainya di
pelabuhan, aku naik kapal perang. Benar saja dengan apa yang dikatakan Pak
Indrawan..,
aku akan
menumpang alteria, perahu perang milik TNI. Perjalanan yang memakan waktu cukup
lama itu membuatku sempat berkeliling melihat isi kapal dipandu oleh Joni.
Tidak hanya itu..,
bahkan aku sempat
menyentuh peluru dan rudal. Rudal, senjata alteria perang yang besar dan masih
aktif itu kupegang dengan tanganku sendiri.
Aku tidak peduli
pada baju lusuhku karena tidak mungkin ada wanita yang akan memperhatikanku di
sini. Kemudian terlintas dalam benakku, apakah aku akan mendapatkan jodoh
wanita Vietnam?
“Hey kamu, orang
penting, kesini,” ucap seseorang yang tidak aku kenal.
“Ada apa, Pak?”
tanyaku kemudian.
“Nama kamu siapa?”
tanya orang tadi. Sekilas aku melirik banyak lencana di bajunya.
“Bapak siapa?”
tanyaku.
“Lihat ini!”
ujarnya sambil menujukan nama yang disematkan di bajunya, “saya Pardi.” Beliau
sudah tua..,
namun pernah
menjadi bagian dari Tentara keamanan Rakyat atau TKR.
Aku kagum, kaget,
dan tersanjung. Satu pertanyaan yang
Menggangguku..,
bagaimana bisa di
usianya yang terbilang tak muda lagi, ia bersikeras untuk mengantar kami ke
Vietnam.
“Bapak Supardi
sebagai Laksamana mengapa mau mengantar saya ke Vietnam?”
“Mengapa tidak?”
dijawabnya pertanyaanku dengan tanya lagi.
“Sebentar lagi
aku pensiun sebagai kepala staf oprasional. Kapal ini telah mengarungi lautan.
Di mana pun ada perang, aku akan dengan tenang memimpin kapal ini,” ungkapnya.
“Kamu, anak muda,
sebaiknya, siap untuk ikut mendaulatkan bangsa.”
Ketika beliau
berpesan demikian padaku, aku langsung lupa akan baju lusuhku.
Shinta Cerewet
Turun dari motor, aku
dan Shinta langsung pergi menuju lift. Kami masuk gedung..,
berharap di dalam ada
Bapak Indrawan. Bila beliau kebetulan ada di lantai dasar, dekat kantin Bu
Datun, aku akan menyuruh Shinta untuk membeli getuk sebelum habis. Aku sudah
menjelaskan pada Shinta, kalau hari sudah keburu siang..,
ia harus menunggu hingga
katering tiba. Karena itu, Shinta kutunggu depan lift, beruntung Bapak Indrawan
akan masuk lift juga saat itu.
“Heru, sudah jam
sembilan, kok masih mangkal depan pintu lift, ayo masuk!” Pak Indrawan
menegurku.
“Saya dan istri saya mau
ngobrol sama Bapak di kantor. Ada beberapa pertanyaan yang hendak kami ajukan,
Pak.”
“Ayo! Mana istrimu?
Mengapa hanya ada kamu yang ada di sini?” sahut Bapak Indrawan.
“Sebentar, Pak. Ia
sedang membeli getuk,” jawabku. Pak Indrawan pun tampaknya memaklumi..,
karena Istriku sedang hamil
“Kalau begitu, saya
pergi ke atas duluan, nanti kamu ketuk saja pintu ruangan saya.”
Bapak Indrawan kaget,
ketika melihat tanganku masuk menghentikan pintu lift.
“Maaf Pak, ini dia
istriku!” ucapku yang kemudian memperkenalkan mereka berdua.
“Ada pertanyaan apa?”
Shinta dan aku yang
berbeda pertanyaan saling pandang.
“Begini Pak, Bapak mau
getuk?” tawar Shinta yang di sambut ramah.
“Terima kasih, tapi
tidak,” ucap Pak Indrawan menolak dengan ramah sambil meregangkan dasi dan
memegang erat kopernya.
“Benar Bapak tidak mau?”
tanya Shinta lagi, “Mas Heru, mengapa Bapak Indrawan menolak getuk yang enak
ini?”
Mendengar tawaran Shinta
yang berakhir komentar mengejutkan Bapak Indrawan tersenyum, “Saya bisa memesan
dari ruang kerja saya, kita ngobrol saja nanti di kantor saya, sambil makan
getuk.”
Akhirnya mereka disambut Bapak Indrawan dengan ramah,
menyajikan getuk yang disukai Heru. Kemudian Bapak Indrawan bertanya, “Apa
pertanyaannya?”
“Begini Pak, saya sedang
mengidam makan getuk, tapi saya juga mengidam Mas Heru tanpa harus berangkat..,
tapi tetap mendapat
gajinya, bagaimana itu, bisa tidak?”
“Tidak!” jawab Bapak
Indrawan.
“Kalo saya langsung
ikut, bagaimana Pak?” tanya Shinta.
“Tidak dalam waktu
dekat, Bu!” ucap Bapak Indrawan…,
“Dalam proses, Ibu tidak
bisa tinggal di Vietnam untuk sementara waktu, untuk rekan Heru saja berangkat
hari ini dengan kapal TNI, jadi ini bukan suatu perjalanan yang normal.” Terang
Pak Indrawan.
Ibukota Vietnam
Sesampainya di
teluk markas kapal, aku takjub melihat kapal raksasa milik Amerika. Bila
dibandingkan dengan kapal TNI, sangatlah jauh berbeda. Aku juga melihat banyak
sekali kapal. Tidak hanya itu, aku juga sempat melihat sebuah jenis pesawat
tempur lepas landas dari kapal pelayaran raksasa itu. Mungkin karena sedang
tidak perang mereka berpatroli di siang hari. Aku dan Joni akhirnya sampai di
daerah bernama Hai Phong..,
tempat tentara
Amerika bermarkas di dekat laut sebelum Saigon. Aku melihat mereka bekerja.
Kagum pada fasilitas tentara Amerika yang lengkap itu. Kebutuhan altria
perangnya sangat megah.
Daerah teraman di
Vietnam ialah kota Hanoi. Malamnya, aku diantar Joni dan beberapa perwira
tentara Amerika ke tempat para anggota KBRI berada, antara Saigon dan Hanoi.
Joni pergi lagi
ke perahu kapal pelayaran TNI setelah malamnya mengantarku ke sekelompok orang
yang akan membangun KBRI, bahkan aku di kenalkan pada wanita cantik bernama
Lista. Kemudian aku tinggal di daerah Hanoi, wilayah Han Bon. Kami tinggal di
dekat sebuah danau bernama Ho Gua. Aku sangat takjub pada danau yang cukup luas
itu.
Karena lapar,
malamnya aku diajak makan oleh Lista. Kami berbincang-bincang. Aku bertanya,
daerah mana saja yang bisa kulewati untuk memantau situasi dan tempat-tempat
yang masih meninggalkan jejak peperangan. Dan daerah mana saja yang dilarang.
Lista bercerita mereka berperang di sawah dan jarang sekali serangannya sampai
kota Hanoi dan wilayah sekitarnya. Akan tetapi..,
Amerika telah
memberi batas sementara tempat-tempat yang kiranya tidak aman. Tempat yang kuduga
masih ada sisa para pemberontak.
Vietnam ialah
sebuah negara republik sosialis dan aku harus belajar lebih banyak tentang
susunan negara. Yang menarik dari sejarah Vietnam adalah sekitar 2500 tahun
yang lalu, sebelum kekuasaan Kaisar China tiada dan menjadi negara. Tapi itu
hanya sebuah dugaan. Lista yang menceritakan informasi yang masih belum akurat.
Kemudian aku
bertanya apakah markas Saigon di Hanoi sering diserang oleh para teroris?
Lista pun
menjawab mereka tidak menyerang sampai ke Hanoi atau pun Saigon dan itu jarang
sekali terjadi, bahkan hampir tidak pernah. Peperangan sering terjadi di sawah
dan hutan. Di sanalah tentara Amerika bergerilya.
Markas Saigon
Tuti bersama
komandan Taylor yang sedang bertugas, ia dikenalkan kepadaku dan Toni, mereka
berkenalan dan dikenalkan oleh Jeffri dan Mark.
Mark dan Jeffri
berasal dari pers gabungan yang telah dilatih menjadi tentara. Sedangkan dari
Indonesia, mereka masih hanya sekadar wartawan lokal yang baru saja mendapatkan
karirnya.
Sampai saigon dan
Di mana markas yang lebih megah pada tempat yang tidak kubayangkan. Aku di
kantor seorang komandan dan ingin meminta izin untuk memotret markas besar,
deviasi yang belum kutahu, bagiannya di kantor saigon Vietnam. Aku diijinkan,
datang masuk, namun setelah Jenderal Taylor datang.
“Kamera bagus,”
kata seseorang sambil menunjuk kamera. Itu Mark. Aku tidak menjawab karena
bahasa Inggrisku buruk. Kemudian, Ibu Tuti berkata, “Hey kamera apa itu?”
“Nikon fm 2,”
jelasku kepada Ibu Tuti. Aku mencoba bersikap sopan kepada tentara Amerika itu.
Ibu Tuti yang
membantuku untuk berkomunikasi, Jeffri dan Mark berharap aku untuk belajar
bahasa Inggris dan bahasa Vietnam bila ingin bertahan di sini.
Ingatan Toni, 1974 Setelah Enam Tahun, tapi aku diatas menara mercusar.
"wussh"
suara tiupan angin di ketinggian menara dengan orang yang misterius, dengan
seseorang di balik kapal melihatnya...
Tapi apakah Toni
tahu...
Aku telah enam
tahun di sini, bersama Heru, aku menikahi Lista, dan sungguh masa-masa yang menegangkan.
Kami kira, perang akan berakhir empat tahun yang lalu, namun kabar berita baik
akan di mulai, di awal tahun 1975. Kemudian Hanoi menjadi satu-satunya tempat
yang paling aman dan bila ingin ke tempat yang paling aman justru..,
di dekat saigon,
atau di dalam markas tentara Amerika itu, di Hai Phong. Aku telah memiliki anak
dari hubunganku dengan Lista. Kemudian, KBRI telah memiliki hubungan diplomatik
penuh sejak 10 Agustus 1964. Harapan dari hubungan diplomatik ini..,
kami mengadakan sebuah kemungkinan yang
berlandaskan di bidang-bidang yang mampu saling membantu perekonomian kedua
negara.
Waktu berlalu.
Tahun 1979..,
aku sudah mulai
biasa dengan arti perdamaian. Sekarang aku dan Heru akan berjalan-jalan
menikmati arti dari perdamaian. Kebiasaan Heru dan aku selain tetap menulis
untuk menjadi perwakilan majalah di Indonesia, kami juga mengirim portofolio
kami. Karena ada ketergantungan pada kebutuhan kami pada kamar gelap..,
hingga masih
berteman dengan Mark, wartawan Amerika. Karena itu kami sering berkunjung ke
tempat Mark. Aku datang, dan awalnya
sampai ketika Heru tiba.
Kami tidak
membawa lengkap kebutuhan studio foto, saat pertama kali datang ke Vietnam jadi
kami meminjam apapun yang bisa membantu diantara waktu pemberontakan saat itu,
sebuah studio foto milik wartawan Amerika.
Lalu cerita humor
lucu, sewaktu ketika aku belum menikah dengan Lista dan saat itu mungkin aku
sedang cemburu karena Lista dekat dengan seorang fotografer bernama Mark. Ia
adalah teman dari temanku, Jeffri, ia juga seorang penulis, kami berkenalan di
sebuah kantin atau pub. Jefri dan Mark wartawan satu kantor.
"mengapa aku
harus cemburu pada Mark! karena pada akhirnya aku dengan lista."
"ha ha..,
tidak ada yang kukawatirkan humor yang sulit di pahami ini."
Akhirnya Heru
datang ke tempat Mark, setellah ditunggu, aku sedang membantu mencetak gambar
untuk portofolio..,
merasa jenuh dan
akhirnya belajar Fotografi dari Heru. Ia membutuhkan bantuan di kamar gelap dan
aku membantunya. Aku belajar mencetak foto negatif menjadi foto bergambar,
namun itu tidak mudah karena aku tidak suka bekerja di bawah lampu merah yang
redup dan remang-remang.
Mengejar waktu,
Toni yang lagi menyeleksi gambar itu, tiba-tiba bertanya tentang hubunganku
dengan Lista, yang sebenarnya belum dimulai, namun aku memang sudah melakukan
pendekatan beberapa bulan ini.
"ha ha..,
humor cerita masa lalu " kuingat
Aku memang suka
paras Lista yang cantik, tubuhnya yang mungil dan ayu, keturunan Indonesia
China, dan aku memang ingin mengajaknya pergi berkemah sesuai dengan rencanaku
dan Heru. Suatu saat. Tetapi, kami hanya tinggal berdua, ketika waktu itu..,
Heru dan aku,
yang akan pergi diam-diam.
Maka, Kami
menjelajahi tempat itu, berkemah, hingga Angkor Watt, hanya ingin berburu foto
keluar Vietnam. Namun, sialnya kami di tangkap oleh petani-petani bunga Popi.
"ini sungguh
kenangan buruk, tiba-tiba." sebelum suara dor di atas menara mercu
suar jauh diantara waktu di suatu tempat
tanpa ada yang menduga.
Aku sempat
ditahan, bahkan dipaksa oleh seorang Jenderal Nam Po Tang, seorang penjaga
asset negara yang korupsi. Aku bahkan harus berpikir keras bagaimana bisa lepas
dari tawanannya.
"dor..."
Sekutu Lencana Amerika
Cerita bagaimana
aku ditahan oleh seorang jenderal. Ketika itu kami berpergian dan berkemah di
sebuah tempat. Itulah awal aku mengenal Jendral Nam Poh Tang.
Pagi hari saat
aku terbangun dan akan membuat kopi dari sisa panas bara api masih meletik.
Heru entah pergi kemana. Sampai aku selesai menikmati rokok dan kopi, ia belum juga
kembali. Aku mulai khawatir, waktunya aku mencari Heru.
Hutan dalam
terbuka tiba-tiba ladang buatan manusia yang luas dan aku tidak tahu ladang
tanaman apakah itu kecuali Heru. “Heru kamu ngapain berdiri dengan heran di
taman bunga, tempat ini indah tapi ada sasaran gambar bila kita simpan satu
untuk Lista akan kutolak anjuranmu. Karena kita juga bisa membeli bunga di
Hanoi.”
“Bila sembarang
bunga pasti sudah kubantu kau untuk memakai uangku, tapi ini berbeda, ini bunga
opium, kiranya apa yang tidak terlintas di kepalamu Toni?”
“Aku membayangkan
tentara Inggris dan aku tahu ini adalah keistimewaan Vietnam. Setelah menjadi
pertikaian perang, dunia pun tahu! Amerika memberi saran di PBB,” Heru menyela,
“Tapi mengapa belum kau kirim berita yang satu ini? Mengapa ini tidak bisa jadi
bahan tulisan?”
“Recovery Vietnam
bukan perjalanan mudah untuk diikuti atau diliput. Sulit mengingat segala
sesuatunya, aku cuma bisa menulis yang ada dalam pikiran! Tapi gampang saja,
bila kita punya bukti, ayo kita kembali ambil kamera di tenda.”
“KBRI sudah
memberi tahu ada ladang tidak?”
“Aku lupa?
Lagipula tanpa bukti, kita tidak bisa meliputnya, sekarang buktinya ada depan
mata, ayo ambil kamera. Kita ambil satu gambar! Difoto saja, foto ladang
tersebut dengan kita di dalamnya bila bisa!”
Dalam perjalanan
aku membayang, “Vietnam mendapat hak istimewa untuk menanam bunga opium, dan
bersahut kalimat Amerika membantu recovery Vietnam.”
kami bergegas
kembali ketenda...Tapi. Pingsan dan sebelumnya ketika bangun kepalaku sakit
seperti di pukul dari belakang.
“Bangun orang
asing!” Dialek bahasa Vietnam membangunkan Heru. Setelah aku siuman aku
samar-samar melihat seragam tentara di ruangan yang lusuh tersebut.
Aku melihat dia
meminum teh dari poci tapi kiranya apakah itu arak yang diminum, sambil
menyeruput air minum orang itu berkata, “Aku tidak suka orang asing yang tidak
membawa uang!”
“Kalian hanya
membawa kamera sebagai benda mahal yang kalian miliki, turis Indonesia!”
Setelah melihat
paspor kami berdua ia berkata, “Apakah kalian turis yang datang ke Vietnam?”
Kemudian paspor tersebut juga dibaca oleh orang lain. Orang yang menegur salah
mengkira kami turis.
“Ahh! Ternyata
kalian lebih istimewa dari sekadar turis,” ucap orang dibalik seragam tentara.
“Aku hanya seorang
petani yang suka berbisnis, lihat uang dolar ini!”
“Uang ini memberi
gagasan untuk menjadi kaya raya. Aku adalah seorang jenderal, dan dengan uang
ini, aku dapat membayangkan bagaimana kau akan membantuku.”
“Apabila orang
Amerika yang datang harus membeli mereka dengan segan memberiku uang, begitulah
kompromi dalam benak mereka,” sang Jenderal tersenyum, “namaku Nam Poah Tang,
aku tidak korupsi, tapi uang ini memancingku untuk mendapatkan gagasan lain.”
“Kebunku
berproduksi dan aku tidak suka diatur karena itu, biarkan aku mengaturmu,” ucap
Nam Poah Tang.
“Aku tidak punya
uang, tapi bebaskan kami dari sini,” ucap Heru.
Menjadi Tawanan Petani
Bunga opium
(poppy) ialah sesuatu yang ada dalam pikiran kami. Tidak ada buruk sangka
sampai akhirnya uang dijadikan persoalan, dan sialnya Heru tidak biasa
membungkamkan mulutnya di depan orang yang telah menawan kami.
Kira-kira mengapa
Heru diserang mungkin karena ucapannya. Dia dipisahkan olehku. Aku dipaksa
masuk ke kapal tempat dokumenku dibawakan olehnya. Mataku ditutup.
Sebagai wartawan,
aku mencium sesuatu di atas kapal. Orang Vietnam memperkenalkan dirinya..,
“Namaku Albert
dari Vietnam. Temanmu aman selama kau mau menjadi orang kaya. Di dalam kapal
ini..,
ada heroin untuk
dijual, dan kamu terlibat tanpa pilihan.” Kemudian Albert menambahkan “Ini
ranselmu, aku tahu kau penulis, mulai karang sesuatu untuk mempersiapkan diri
masuk ke perairan Indonesia.”
“Oh iya, nih,
rokokmu,” ucap Albert.
“Aku tidak punya
apa-apa untuk dikarang, tapi aku akan memastikan akan membantumu karena
situasiku serba salah. Dia memiliki Istri dan anak, apa yang harus kukatakan
toh aku harus membantumu menjualnya bukan?” kataku.
Albert menatapku,
“Kau mengerti, terbayangkankah apa yang dapat terjadi pada temanmu!”
“Sebut saja mati!
Bila tingkahku tidak seperti keinginanmu,” ucap Toni. Aku harus mengikuti
naluri, mengikuti kemauan mereka walaupun terpaksa dan kuharap asap rokok akan
membantu meyakinkanku. Aku ingin menipu orang keji itu dan kuharap keringat
dingin lemas karena aku tahu ini bukan pekerjaan mudah. Albert mendengar
perkataanku, namun apakah Tuhan mendengarkanku bila Heru dibebaskan, oh Tuhan
berilah pertanda.
Albert diam dan
pergi dari hadapanku. Selintas dia aku mendapatkan ide. Ide itu ialah mengikuti
skenarioku yang akhirnya sukses. “Indonesiaku yang kucintai, maaf aku harus
menjadi sekutu di antara kekejian manusia akan memperdagangkan obat terlarang.”
Kami mendarat di
sebuah tempat yang kemudianku gambar dalam peta. Ini adalah strategi terbaik
memasukkan heroin. Aku berkata pada mereka bahwa penjagaan laut di Indonesia
ketat karena Presidennya adalah mantan seorang jenderal. Kami terpaksa
membungkus heroin itu di dalam kantong plastik. Di perairan dekat pulau Jawa,
kami tenggelamkan sebanyak-banyaknya untuk ditabung.
Karantina
Toni
Aku sedang
disiksa, di Indonesia atau di Vietnam, di darat atau di laut, di mana pun, di
ruangan mewah ataupun buruk, heroin dengan jumlah banyak atau pun sedikit,
mabuk ataupun tidak. Aku sedang dikarantina oleh Albert dan pengikutnya.
Bisa sadar ini
ritual atau tidak, jelas ini seperti sebuah kehancuran untukku. Aku tidak
peduli bila bajuku lusuh, atau pun sebatang rokok lagi, kenikmatan kini dalam
hidup.
Kenikmatan
menjadi peliharaan, aku orang yang sedang dikarantina, aku tidak menatap Albert
sebagai ancaman lagi. Ia sungguh telah berbaik hati.
Heru bukan
temanku, Albert telah menjadi teman!
Logika ialah
heroin, sebatang rokok tanpa disuntik ialah penyiksaan.
Pertama kali
ketika dikurung setelah sampai Indonesia.., mereka harus mengikatku, dan pasti
bila mulutku tidak dihalangi sesuatu, kuduga aku akan berteriak-teriak.
Sebagai
peliharaan, aku diberi makan dan kesenangan yang berbeda oleh Albert, temanku.
Albert
mengajarkanku bagaimana bertingkah laku pada wanita, bahkan aku sebagai
peliharaan, sengaja didik untuk menjadi orang yang bisa memperhatikan klien.
Ada dua kategori
klien, tertarik untuk kerja sama dan tidak. Mereka yang beranggapan menjadi
teman pernah menembakku, dan aku tembak lagi, dia dengan pistol, hingga dia
mati.
Kematian membuat
aku tertawa. Aku terjebak dan tidak tahu Tuhan itu ada atau tidak?
Perasaanku apakah
menjadi perkara?
Aku ingat ketika
di Jakarta Barat, di antara sawah-sawah itu. Di depan rumah, aku akan berangkat
kerja pertama kali sebagai lulusan SMA.’
Seorang pencuri
di keroyok habis, dipukuli oleh tetangga, dan anak-anak kampung. Mereka
menyiksa seseorang karena telah mencuri. Sungguh, aku membayangkan bila diriku
yang sedang disiksa.
Sungguh aku
sedangkan mencuri apa telah sama dengan dikeroyok suntikan?
Di antara hari
aku ingat, itu moral manusia, mereka menghukum pencuri, Albert sungguh
membuatku pusing?
Aku ingat ketika
di Jakarta Barat, di antara sawah-sawah. Di depan rumah, aku akan berangkat
kerja untuk pertama kali sebagai lulusan SMA. Berpikir akan menolong
keluargaku. Menjadi harapan keluarga, dan menjadi masyarakat yang berbakti pada
negeri.
Heroin membuat
diriku dalam pertikaian. Antara baik dan buruk. Menjadi manusia ialah
pertanyaan yang harus dijawab?
Aku ingin orang
lain yang menjawab pertanyaanku, tetapi siapa?
Setiap orang yang
menjawab salah, akan kutembak. Pilihan mereka hanya harus mengikuti antara aku dan
Albert.
Yang kutembak
ialah orang yang membeli tanpa sopan santun.
Tiba-tiba aku
teringat belum membayar uang kopi dan rokok di kantor, mungkin karena aku akan
mati. Aku datang ke sana dan membayarnya saja.
Aku memiliki
prinsip bila kebaikan bisa kukerjakan walaupun tidak bernilai apa-apa di mata
orang. Aku akan tetap melaksanakan. Senang menjadi manusia.
Bajuku sekarang
banyak dan tidak mudah lusuh. Ratu Plaza, Sarinah, dan Gajah Mada Plaza menjadi
tempatku untuk membeli baju. Sebelumnya, aku selalu prihatin untuk belanja,
tapi sekarang?
Jam tanganku
rolex yang berhias emas bahkan aku datang ke showcase penjualan mobil. Aku suka
mobil mercedes band berwarna putih itu.
Perubahan dalam
hidup terjadi..,
aku anak dari
sawah di daerah Kebun Jeruk yang ingin kembali untuk pamer. Namun sayangnya,
wilayah itu belum diaspal jalan.
Aku tidur dengan
kemewahan, mobil, dan rumah. Dengan pendingin ruangan membuat baju lusuhku
menjadi nyaman.
Memonopoli
Pesta
Sementara mencari
klien di pertokoan mewah Gajah Mada Plaza, aku memikirkan strategi
berkomunikasiku.
Klien wanita
ialah mereka anak orang kaya atau istri orang kaya yang sedang belanja. Mencari
klien seperti mencari seorang penghianat yang berduit.
Di antara
penghianat hingga mau tidur denganku, selalu berakhir mati karena Albert sangat
ketat dalam beroperasi.
Aku tidak
salahkan mereka bila mati.
Albert yang
salahkan mereka karena pasti mereka berniat untuk mendapatkan barang gratis..,
di antaranya
adalah mahasiswi. Mereka berakhir hidupnya karena terdesak tidak mau menjadi
bandar.
Akan tetapi, di
antara mereka yang mengikuti aturan main, pasti berhasil memanfaatkan suaminya
hingga mau berbisnis. Suami ialah pecandu yang istrinya telah dimanfaatkan.
Untuk menjadi
bandar dengan kedok bisnis mereka.
Atau Ibu rumah
tangga yang mengajarkan anaknya untuk berjualan?
Aku kasihan pada
mereka yang tertular. Aku yakin semua orang bukan penghianat, dan pencuri,
tetapi aku sedang menjadi pengacara untuk setan.
Setiap berita
acara untuk penjualan, aku yang mengatur situasi untuk Albert. Sesekali dalam
perjalanan menuju negosiasi, aku melihat Albert dihadapkan anak kecil atau ia
sedang memikirkan strategi untuk memanfaatkan anak kecil agar berdagang?
Aku salah!
Ternyata ia memang simpatik pada anak kecil sejak perang di Vietnam. Ia berkata
padaku, “Kau beruntung menjadi bangsa yang sudah merdeka.”
“Aku sangat
cemburu padamu, memiliki negeri yang indah.”
“Kuharap kau
menikmati jam rolex-mu,” ucap Albert yang kulihat tidak mengenakan jam tangan.
Aku bertanya
mengapa kau tidak memakai jam..,
“Ayah angkatku
adalah seorang jenderal. Ia beruntung menjadi seorang petani..,
tetapi tidak
seberuntung seperti ayahmu atau ibumu!”
Aku kaget! Dari
mana ia tahu aku seorang anak petani.
Penghianat Tahun 80an
Bandung aku baru
saja sampai di kota Bandung melewat puncak. Tadinya pergi ke Bogor ingin
melewati jalan lain, tetapi aku ikuti kata hatiku untuk berputar melewati
puncak. Aku jenuh berjualan di kota Jakarta..,
akhirnya kubawa
banyak persediaan heroin, di bagasi.
Sampai di Bandung
aku ingin mendengar..,
lagu-lagu disko.
Aku sedikit bosan dengan lagu Elvis Persely favoritku Jail Hause Rock yang
berulang-ulang kudengar di mobil.
Aku mendapat
surat dari wanita yang kucintai, gadis lain yang membuatku tergila-gila selain
Lista.
Kurasa aku sedang
dimabuk asmaranya. Rasanya membuat heroin tidak pernah seenak ini. Aku datang
ke rumah kakakku..,
dan diam-diam
ingin pamer seperti pengusaha sukses yang pulang dari Vietnam.
“Kakak, apa
kabar?”
“Toni dari mana
saja, mengapa kau ke Vietnam tidak bilang-bilang. Wah, hebat wartawan perang
dari Indonesia..,” ucap kakak…,
tidak tahu ia
adalah pengguna narkotik dan menjualnya.
“Kakak Lidya,
boleh aku numpang kamar mandi?” ucap Toni yang terlanjur sakau tergesa-gesa
karena zat di tubuhnya sudah menagih kawannya untuk tiba bergabung untuk
disuntikan.
Ia tampak
menikmati, kawanan zat putau masuk dirinya kembali, walaupun saat itu ia keluar
di pertanyakan mengapa lama dalam kamar mandi.
“Toni mengapa
Lama?” teriak kakaknya heran menanti.
“Celanaku basah,
malu keluar.” Padahal darahnya sempat muncrat kena celana karena ia tertidur
sebentar tadi.
Sepasang lengan
tangannya terlihat memiliki bekas tanda luka suntikan yang banyak, dan ia
sedang menutupinya dengan pakaian baju lengan panjangnya.
“Toni, kau mau
kubuatkan kopi ?” tanya kakaknya tahu minuman favorit adiknya.
“Tidak, terima
kasih Lidya.” Padahal rasa rindu mereka bercerita tentang ayahnya, yang selalu
meladeni mereka untuk ngopi bersama. Kakaknya menduga ada sesuatu yang tidak
pada beres. Mana mungkin ia menolak tawaran rasa rindu untuk bergurau antara
kakak dan adik untuk beramah-tamah.
“Kau mau ke mana
sekarang?” tanya kakaknya.
“Aku numpang ke
toilet karena sebelum sampai ke hotel..,
rumah kakak ini
yang paling dekat dari perjalanaan,” jawab Toni tergesa-gesa menambahkan lagi,
“aku bukan wartawan lagi, aku ada rapat usaha bisnis dengan orang asing..,
nanti aku mampir
lagi setelah urusan selesai.”
“Kau tidak mau
menginap dan memanjakan diri untuk menggambar di rumahku, engga bayar loh!”
ucap Lidya sedikit tersinggung..,
karena adiknya
datang hanya untuk menumpang toilet.
Aku masuk mobil
dan menyalakan radio yang tidak sengaja ialah berita RRI Bandung “ Berita
bencana..,
Pesawat Ulang
Alik Challenger terjadi pada Selasa, 28 Januari 1986,kemarin, ketika Space
Shuttle Challenger meledak 73 detik setelah diluncurkan. Peristiwa ini
menyebabkan kematian tujuh awak. Pesawat hancur di atas Samudera Atlantik,
lepas pantai pusat Florida pada 11:38 EST (16:38 UTC ). Disintegrasi seluruh
pesawat mulai setelah segel cincin-O di kanan solid rocket booster (SRB) gagal
dilepas…,
satu dari dua
roket pendorong miring dan menggores badan pesawat seketika timbul percikan api
disusul meledaknya pesawat kompartemen awak dan banyak fragmen kendaraan lain
akhirnya ditemukan dari dasar laut setelah pencarian dan operasi pemulihan.
Meskipun waktu yang tepat dari kematian kru tidak diketahui..,
anggota kru
beberapa diketahui telah selamat dari kecelakaan pesawat ruang angkasa. Namun,
pesawat tidak punya sistem melarikan diri dan para astronot tidak bertahan dari
kompartemen awak di permukaan laut.”
Didengar kakak
lidya menyahut “Astaga!”
Aku pergi.
”Bye,” jawabnya
tanpa komentar.
Ciuman di Saigon
"oh
ingatan...oh ingatan"
Aku berubah
pikiran dan galau, klub malam Jiwa Kejora, setelah dua tahun berlalu aku
kembali ke Hanoi..,
bersama Albert.
Setelah setahun, Indonesia mulai menderita penyakit dari jalur penjualan
narkotika heroin dari Vietnam.
Aku yang berpikir
kira-kira itulah tempat penyimpanan teraman. Mereka menyewa kapal nelayan lokal
untuk mengambil heroin kami yang ada di menara mercusuar. Gambaran pendekku
mengira itu tempat yang paling aman untuk membangun penyimpanan heroin di
Indonesia bila di tinggalkan. Sementara itu, aku selalu dibuntuti Albert.
Kekacauan memang
sedang terjadi, namun peduli setan pada perkara mereka.
Kemudian kembali
di Klub Jiwa Kejora, aku melihat Lista di klub malam dan aku berpikir,
bagaimana aku biasa mendekati Lista untuk mengkirim kabar bahwa terjadi korupsi
dan tindakkan penyalahgunaan ladang. Yang terlintas dalam kepala..,
haruskah aku
menciumnya, untuk berbisik-bisik, sungguh diriku sedang dalam horor
berkelanjutan. Rasa takut pada wanita masih sama. Aku jadi ingat ketika pertama
kali melihat Lista, tapi kini haruskah tanpa alasan aku menciumnya?
Selintas, di
seberang aku melihat Lista bersama Mark. Aku beranikan diri untuk menciumnya,
atau setidaknya berharap Lista melihatku yang telah hilang menjadi hantu
setelah penculikanku di Vietnam.
Aku juga selintas
melihat Heru berpakaian rapih dengan dasi..,
layaknya bukan
seorang tawanan. Mungkin perasaanku menggambarkan pertanyaan yang harus
diselesaikan? Sungguh aku bukan penulis profesional. Sebagai wartawan,
kecerdikanku digunakan sebagai strategi pengiriman mereka..,
bagaimana dengan
diriku sekarang! Aku seperti hantu, terpikir ingin mati tapi dari pikiran
terakhir gambaran terindah hanya mencium Lista. Karena itu aku berjalan seperti
zombie..,
tidak bernafsu
namun ketika kebetulan jarak mata Lista dekat, Lista telah melihatku mengambil
persiapan di bibir dan kucium dia hingga aku tahu dia telah membalas ciumanku.
Tanpa sadar dia mendesah menjauh berkata “Mark! Aduh kamu bukan Mark! Astaga
Toni!” ucap Lista setelah menciumku..,
kemudian dia
membalik badannya. Kemudian aku ditarik Albert dan dibawa pergi ke kamar. Di
sana, mereka telah menyiapkan baju, dasi dan jaket.
Pintu ruangan
yang tertutup setelah aku dibawa masuk, berbunyi. Di luar ada Lista yang
berteriak-teriak memanggil namaku. Akan tetapi, Albert menghalangiku keluar.
“Toni!” teriak
Lista dari balik pintu.
Tetapi, kudengar
ada teriakan lain, “Diam! Kuhajar kau, wanita!”
Kami terjebak..,
tapi setelah itu,
aku dibawa kedalam ruangan di mana Jendral
Nam Poah Tang yang sedang dilayani Heru. Tang telah menyakiti Lista.
“Selamat datang
kembali turisku, kau memberiku banyak uang. Bagaimana kabar Ibu dan Adikmu?,”
ucap Nam Poah Tang
“Setelah dua
tahun, aku bertanya siapa yang akan kau cium di klub milikku ini. Sepertinya
kau mulai berselera humor karena pasti kau memiliki maksud lain pada temanmu
itu,” ucap Nam Poah Tang menambahkan, “Albet bawa masuk tamu muda itu, dia pasti
wanita cantik.”
“Toni, mari
kalian duduk denganku dan Heru. Kalian pasti berpikir aku akan berbuat jahat
bukan? Kau boleh pergi, Lista..,
tapi setelah kamu
menjadi tamu yang baik dulu.”
Kami disuntik
heroin. Lista dan aku kehilangan diri. Aku disekap dan kini aku harus kesal
karena ditahan berbulan-bulan, diperdaya oleh heroin. Kami Berdua sudah
kecanduan seperti Heru yang sudah terlanjur mengikuti Jendral Nam.
Kabur
Malam hari
tingkahku berubah. Di antara derasnya hujan di luar, aku disuntik kembali
dengan heroin. Aku memohon untuk menyuntiknya sendiri. Aku di kamar dan pelayan
kuperdaya, kusekap dia dan kusuntikan heroin padanya, kemudian aku kabur. Namun..,
sebelumnya
kuambil apa saja yang bisa kuambil di kantongnya. Aku tidak peduli dengan nasib
Lista dan Heru. Yang ada di dalam pikiranku hanya melarikan diri. Hutan
merupakan satu-satunya cara yang terbaik untuk menjauh dari rumah ladang bunga
opium.
Aku melarikan
diri ke hutan. Aku menduga-duga jarak tempuhku yang belum jauh, dan kemungkinan
akan tertangkap lagi. Sementara yang lain mengejar, aku tetap berlari tanpa
henti. Aku terpaksa berlari walaupun rasanya paru-paruku sudah terasa hampir
meledak. Lebih baik mati sambil lari mempertahankan diri.
Aku terpaksa
membunuh lima orang selama pelarian. Sampai pada akhirnya, di sungai aku
melompat, berharap arus sungai cukup kuat untuk menghanyutkanku. Setelah
menceburkan diri, badanku terseret arus. Aku mencoba berenang..,
namun aku
mengenai sesuatu yang keras hingga tidak sadarkan diri.
Kabur bukan hal
yang menyenangkan, sakit akibat candu mulai terasa. Setelah aku terbangun di
tepi sungai, aku merasakan masa-masa sulit di mana aku harus melakukan
penolakan pada rasa candu. Sungguh aku rindu pada heroin. Ini membuatku jadi
gila. Aku sempat muntah mengeluarkan darah. “Tuhan, tolong aku!” teriakku.
Sampai..,
beberapa hari
kemudian, aku pingsan dan di temukan oleh petani padi Vietnam.
Kendali
Pikiran
“Aku tahu Toni
kabur karena dia kecewa padaku..,
Lista sebaiknya
kau diam karena nyawa kita di ujung tombak. Ini masa-masa kritis, aku dan kamu
bisa mati kapan saja?”
“Aku minta di
dengarkan. Anggap saja ini kesalahan aku dan Toni.”
“Heru keluar!”
ucap Albert.
“Kalian pergi,
seperti yang direncanakan,” ucap Jenderal Nam Poh Tang,
“kau akan menjadi teman bagi orang-orang yang
telah kudidik. Rekeningmu, ini nomernya, di sebuah bank yang telah tercantum di
situ dan ini juga untukmu Albert.”
“Aku akan
melarikan diri,” ucap Nam Poh Tang.
“Senang
melayanimu, Tuan,” ucap Heru, “terima kasih telah berbaik hati.”
“Aku telah
menjaga anak dan istrimu,” ucap Nam Poh Tang, “permintaanmu telah kukabulkan.”
“Ini foto mereka,
yang terakhir, dan ini suratnya yang terbaru,” ucap Albert.
“Aku minta kau
berpura-pura lagi depan Lista,” ucap Jenderal Nam Poh Tang.
“Mengapa tidak
kauinginkan aku untuk meyakinkan Toni karena ia temanku yang telah mau
mengikuti permainan ini?”
“Albert mengapa
ia berkhianat?”
“Aku tidak tahu,
tapi yang jelas aku ingin dia tetap menjadi teman kita,” ucap Albert.
Apakah aku
seorang pengedar? Aku tidak tahu. Kepalaku sedang tidak karuan rasanya. Aku
dipaksa memakai heroin oleh Albert yang menjadi kaki tangannya Nam Poh Tang. Rutinitasku adalah menyelam..,
ke laut dan
mengambil Heroin. Pernah kabur dan kini sedang berada kembali di Indonesia. Aku
selalu disuguhi wanita cantik untuk tidur denganku. Bahkan aku memiliki rumah
sendiri di Indonesia.
Aku kecanduan,
aku memakai dan menjualnya, bahkan aku memegang pistol yang diberikan temanku,
Albert. Aku memang pernah kabur dan melapor ke KBRI. Namun..,
kini aku kembali
lagi menjadi seorang pengedar. Masih bingung dengan statusku. Meski begitu, aku
senang karena tidak lagi memikirkan baju yang lusuh. Sekarang aku hanya
memikirkan bisnis yang tepat untuk mencuci uangku, atau uang Albert. Jenderal
Nam Po Tang ditangkap dan dihukum mati. Namun,
kaki tangan atau
asistennya memperkirakan hingga tahun 2005, persediaan heroin akan tetap cukup.
Dari pertanian bunga popi untuk kami berdua, aku dan Albert, bisa menjadi orang
yang kaya!
Sebelum Mati, Aku Mengaku gila
Kembang api di
awal 2000, menghias kematian seseorang. Bahkan suara tembakan pistol, tidak
didengar penduduk. Januari, di awal millennia, di sebuah menara mercusuar
ditemukan orang bunuh diri. Aku seorang detektif, dari bagian badan intelegensi..,
dan sedang
menyelidiki sebuah kejadian. Namaku Agus. Semalam aku di Jakarta dan sekarang
akan pergi menuju sebuah menara mercusuar di luar kota. Sampai di tempat
perkara, di samping marking korban yang sudah digarisi, ada sebuah jurnal.
Diduga ialah jurnal pengakuan..,
tetapi apakah aku
bisa menganggap serius cerita si korban bernama Toni ini? Jurnal korban bunuh
diri dilaporkan bahwa kandungan opium dalam dirinya sangat tinggi dan di
pahanya ada bekas luka tembak yang telah lama. Tidak ada penduduk setempat yang
mengaku menjadi keluarga korban. Kami mencurigai kalau Toni masih tinggal di
sekitaran kota Jakarta, tetapi di mana? Mengapa dia pergi ke sini?
Besoknya, kembali
pergi ke kantor polisi aku menginvestigasi kasus ini. Aku harus punya
kesimpulan untuk merencanakan penyelidikan satu-satunya buku atau jurnal yang
ditinggalkan orang yang bunuh diri itu. Sungguh aku tidak mengerti, di lain
sisi, aku tidak peduli, mengapa?
Opium! Dalam
tubuhnya dengan senjata api itu mengkhawatirkan. Sungguh tidak ada keterangan
keterkaitan awal hingga akhir bunuh diri. Mengapa ia stress kemudian bunuh
diri? Apa penyebabnya?
Besoknya aku
kembali pergi ke kantor, meneruskan membaca laporan. Dari awal, aku coba
memahami. Toni seorang wartawan yang hilang diculik dengan kawannya. Adakah
penyebabnya dikarenakan trauma..,
menjadi sikopat
atau gila. Aku seperti sedang melihat buku biografi perjalanan hidup seseorang.
Aku kaget, di daerah Thamrin..,
Jakarta, pernah
ada trem peninggalan kolonial Belanda menjadi favoritnya ketika kecil. Lalu,
kiranya apa lagi yang tidakku ketahui? Tulisan wartawan bernama Toni tersebut
penuh dengan gambaran perasaannya.
“Tapi bagaimana
bila bom itu kena merusak lensa kamera?” ucap Toni khawatir pada Heru yang disambut
tawa antara redaksi undangan di kantor Bapak Indrawan. Dan itu saat mereka
berdua diundang untuk mempersiapkan diri terhadap tawaran pergi ke Vietnam.
“Ha ha ha,” aku
berpendapat ironi menahan komentar sikopat macam apa dia. Telah kubaca kecurigaan
Toni membayangkan kaitan pada penembakan JFK di kaitkan dengan perang di
Vietnam.
Terasa rancu dan
lucu, tapi dia memang ada di Vietnam menurut buku ini, bagaimana berceritanya,
Toni juga bercerita Partai komunis di Indonesia sepenuhnya hanya boneka belaka,
tapi sangat humoris dari pandangan umum, tentang itu aku belum punya pendapat
atau tidak ingin berpendapat berkaitan dengan skema JFK. Namun..,
aku bingung. Aku
hanya tahu bahwa Toni ialah korban bunuh diri yang mengaku telah kehilangan
segala-galanya..,
mengait-ngaitkan
harta dan kemakmuran nasional yang sulit dilihat alurnya.
Lucu sekali
bagaimana ia mengatakan akan mati menghadap Irian Barat untuk tujuan sebagai
simbolis ke pengorbanannya untuk Indonesia. Ironi tidak memiliki rasa memiliki.
Lalu..,
apa hubungannya
dengan narkoba? Mencoba mengisayaratkan bahwa adegan bunuh dirinya akan dilihat
sebagai pengorbanan memiliki rasa gotong-royong? Tapi Toni mendapatkan semua
persediaan heroin yang ditimbun di Indonesia..,
bahkan ia mengaku
ia bukan saja penadah utama tetapi ia juga terjebak dalam perencanaan deposit
heroin yang begitu besar. Kemudian, ada seorang Jenderal yang diceritakan oleh
Toni telah disidang dan dihukum oleh Makamah Internasional, karena tindak
pelanggaran..,
memploting masalah
mengunakan wewenang ekonomi komoditas terbatas pada perdagangan panen?
“Sungguh ini
kasus aneh.” Aku sulit memahaminya.
Besoknya, aku
kembali bertugas membaca cerita, memahami alur cerita yang bisa dipercaya atau
tidak. Tiba-tiba, ada laporan di Tanah Abang ditemukan rumah kosong dengan
foto-foto Toni..,
si korban bunuh
diri, aku bergegas pergi ke sana dan mencari petunjuk untuk memahami siapa dia?
Siang itu,
seorang anak muda bernama Bayu ditangkap sedang membeli narkoba di Tanah Abang.
Mereka dicurigai dari semalam oleh penduduk setempat. Mereka terlihat seperti
orang gelisah yang akan masuk ke rumah kosong Bapak Toni.
Kami akhirnya
memiliki petunjuk, Toni tinggal di Tanah Abang Dua. Ia tinggal dekat dengan
daerah Gajah Mada, bahkan hampir diantara semua penjualan narkoba partai besar
seperti lingkaran dan itu di tengah-tengah motif radius acak dari di antara
bandar yang sering ditangkap di petakan. Seperti perumahan Kampung Bali..,
contohnya, tidak
jauh dari radius Tanah Abang, tetapi
mengapa Toni bunuh diri bukanlah hal yang bisa kupahami arti simbolisnya? Ia
memiliki segala harta di zaman yang telah berubah banyak sejak saat dia pulang
dari Vietnam. Ia bisa memiliki banyak usaha walaupun ia mengonsumsi narkoba.
Kupahami ini sebuah isu pencucian uang, dengan berkedok usaha-usahanya. Aku
terkejut pada nama-nama PT atau CV sebagai wirausaha.
Aku mengikuti
cerita Toni, ketika Jendaral Nam Poh Tang itu tertangkap dan digiring ke
Mahkamah Agung tapi, ia sendiri, Toni, tidak melihat Jendral Nam Poh Tang
dihukum atau digiring ke Mahkamah Agung melainkan cerita dari Albert sebagai
pengakuan dalam buku. Bila Nam Poh Tang seorang jenderal yang menjaga aset
negara yang berkomoditas terbatas itu, siapa yang harus dicurigai, mungkinkah
Albert yang menipu Toni bahwa Nam Poh Tang diceritakan dihukum mati? Kuduga ia
masih hidup, tapi Toni diperdaya dan ditipu oleh Albert, sebagai entah boneka
Albert atau Jenderal Nam Poh Tang-kah Toni ini?
Toni di Samping Jurnal
Aku akan mati di
samping jurnalku, tepat menghadap arah mata angin, yaitu ke pulau Irian Barat.
Aku telah mati, kau menemukanku, dengan pandangan lampiran ini sebagai tanda,
pesan terakhirku.
Bagaimana aku
bermula cerita. Namaku Toni, aku sungguh terjebak! Rinduku pada temanku Heru
yang entah kini di mana? Sawah-sawah di Jakarta tahun 60′an, aku berumah di
daerah Kebun Jeruk, kini tempat itu bukan lagi sawah, lalu, aku ingat
kesenangan naik kereta trem sesaat dari Thamrin, tapi kini tidak ada lagi. Atau
cerita pembebasan Irian Barat yang disebut Trikora itu berkait-kait. Aku
seorang pencandu heroin yang makmur. Mereka kini bisa berhenti mengetuk pintu
rumahku untuk meminta hidangan garis bubuk heroin yang dibentuk simetris untuk
memancing selera itu telah habis. Aku mati bukan karena heroin, bahkan setelah
kau menemukan mayatku yang telah bunuh diri ini karena pistol pemberian Albert,
yang kuduga tidak akan kupegang di tangan setelah kubidik kepalaku ini.
Kapankah aku
mati? Aku mati ketika berada di ladang bunga opium, tetapi aku berjalan bagai
orang yang mengedarkan heroin. Di antara waktu, sungguh masa keemasan menjadi
orang yang makmur tetapi membuat yang lain menderita, sungguh mengapa aku menjadi seorang pengedar heroin, apakah
karena simpatik Albert padaku?
Mengapa aku harus
mati menghadap ke arah mata angin, yaitu ke Irian Barat dengan rasa penasaran
ingin kalian membayangkan. Adakah aku menjadi pengedar karena keinginanku atau
karena jebakan ialah tetap masa keemasan bagi seseorang.
Selintas cerita,
bayangkan terjebaknya diriku pada takdir seperti halusinasi yang menjadi
skizofrenia. Penasaranku dari berita di manakah angin berhembus? Penasaranku
bertanya ingin menduga benar apakah benar Pembunuhan JFK atau Jhon F. Kennedy..,
ada hubungannya
dengan gunung emas di Irian Jaya, “Sungguh aku kagum pada mereka bila benar akan menjadi penyidik yang hebat.”
Membayangkan Presiden Sukarno pernah
berkeinginan untuk tidak menerima kongsi usaha dari luar negeri..,
tapi sebaliknya
Suharto, apakah benar kubayangkan dia tidak tahu mengapa Jhon F. Kennedy
dibunuh karena kudeta gunung emas itu telah menjadi konseptualiasi rasa
penasaranku membayangkan yang kalian bayangkan, mengapa di tahannya Sukarno
untuk diasingkan. Apakah komunis dikambinghitamkan? Dan mengapa mereka seperti
manusia tidak manusiawi seperti diriku!!!
“Ha ha ha.”
“Aku tidak tahan
lagi pada isu-isu miring yang membuatku membayangkan isi kepala kalian.”
Aku ingin tertawa
sebelum mati. Ini humor ironi dariku. Sesungguhnya, aku menjadi pengedar karena
temanku Heru, atau Komunis, terlihat buruk karena heroin dan September di
lubang buaya. Bagiku, komunis hanyalah ideologi bonekanya Nam Poh Tang..,
juga Albert. Dan
sungguh aku tidak bersalah, kecuali telah membunuh dengan keji maka salahlah
diriku mematikan orang. Tapi aku membunuh lima orang untuk membela diri. Mengapa di lain waktu
kakiku yang terkena luka tembak? Sakit hatiku lebih sakit dari itu.
Aku salah dan
mereka salah! Karena yang salah itu telah tidak loyal dengan sistem. Ideologiku
terjebak, adakah gagasan untuk sebutannya yang tidak kuketahui? Aku bukan
komunis? Aku hanya ingin temanku, Heru, tetap hidup!
Ceritanya, ketika
kami akan pergi ke Vietnam, presiden Suharto telah hampir lima tahun menjabat
menjadi presiden dan aku akan menjadi perwakilan wartawan di Vietnam. Aku bersama
temanku, Heru, bersahut-sahut cerita di pagi yang aku rindukan. Sebelum
ditangkap di ladang dengan sebatang rokok ditangan.
Yang berkesan,
sebelum berangkat pada dunia kegelapan. Mengapa Presiden Sukarno, mengundurkan
diri, adakah ia bersalah?
Ha ha ha sungguh
ironi! Apakah aku ingin menyelamatkan Iran Barat, atau penasaran menjadi gila
karena motif penembakan Jhon F. Kennedy membuat aku sakit kepala. Beralur arus
membayangkan tiga tahun kemudian Sukarno ditahan, padahal perang di Vietnam
belum berakhir.
Sedangkan KBRI
Vietnam baru saja berdiri di tahun 1964. Bila kau melihat peta dalam pikiranku,
kalian tahu mengapa aku sakit kepala. Diriku rindu di pagi hari ketika akan
berangkat pada masa yang berlalu di tahun 1968, atau setelah itu aku tiba di Vietnam,
hingga perang berakhir, aku masih di sana dengan Heru.
Aku ingat,
aku baru saja turun dari trem atau
kereta, yang telah dihilangkan di Thamrin. Jalanan macet, sawah-sawah mulai
dijual satu per satu bahkan ayahku pindah ke Jawa Barat, demi tetap menjadi
petani. Tiba-tiba aku terbayang, mengapa aku tidak rindu pada keluargaku
sebelum bunuh diri.
Mungkin aku tidak
akan menyangka membayangkan akan mati seperti ini, saat itu aku baru saja
dipromosikan untuk menjadi wartawan tapi kerja di KBRI, di luar negeri bersama
seorang fotografer. Aku ingat ketika masuk kantor editor, dia memberiku, teman
bernama Heru, bahkan aku ingat pesan editor, “Toni, kau akan di temani oleh
Heru,” ucap editorku.
“Jangan khawatir,
kau akan mendapatkan gambar yang bagus walaupun ada bom.” ucap Heru.
Penyelam Kolektor Harta Laut
Di tepi laut perahu pesiar sedang mendekati tepinya,
seseorang dalam kabin perahu sedang mengemudi kapal, navigasinya mendekati
menara mercusuar. Sementara itu, di atas menara mercusuar, di atasnya menara,
ialah Toni yang sedang akan bunuh diri namun ia ragu, walaupun di kepalanya
sudah ada pistol. Keraguan Toni akhirnya membuat ia berubah pikiran, senjatanya
hendak disingkirkan..,
kiranya apa yang
membuat Toni berhenti menekan platuk pistol. Namun, dari seberang ada kapal
pesiar yang mendekati menara mercusuar, mengamati Toni dengan teropong. Kemudian teropong milik
senapan snipper itu membidik kepala Toni dan menembaknya. Toni mati bukan
karena bunuh diri Ia sempat akan menggagalkan tindakkannya dan berniat untuk
tetap hidup! Senjata snipper milik siapa itu? Apakah yang sebenarnya sedang
terjadi?
“Hallo saya ingin
bicara dengan Jendral Nam Poh Tang,” ucap pembunuh Toni.
“Hallo Jendral,
saya telah ikuti kemauan Anda untuk membunuh Toni” sang pembunuh Melapor.
“.....” dari
balik telpon selular.
Sang pembunuh
mendengarkan permintaanya Sang jendral “Baik, di tas 3278, kau ingin aku
meletakan Jurnal di samping mayatnya,” ucap sang pembunuh.
Ia pun menepikan
perahunya, dan kemudian membuka koper dengan nomer 3278 untuk dibuka. “Tidak
heran pemberian tas senapan, di antara tas yang asing selain tempat senapan itu
isinya ialah hanya jurnal, untuk membunuh Toni.” Pembunuh berpikir kiranya
untuk apa, dan apakah isinya? Menggambil jurnal dan bergegas pergi. Dari situ,
sang pembunuh pergi loncat dari kapal dan pergi ke menara mercusuar. Ia
melakukan tugasnya dan pergi setelah meletakan buku jurnal di samping tubuh
Toni.
Sang pembunuh
pergi dengan kapal pesiar dan dalam perjalanan ke arah Australia, ia
menghilang.
Di awal tahun
2000 ada yang berpesta di atas kapal, Seseorang yang hobi menyelam.. Ia
menyelam dengan alat metal penditeksi dan menemukan senapan. Baginya harta
walaupun dalam air laut itu bisa berupa apa saja. Benda itu adalah senapan
snipper milik sang pembunuh Toni.
Sementara, di
kantor polisi, kekhawatiran mereka tentang pembunuhan Toni baru terungkap
setelah mereka membandingkan peluru pistol milik Toni dan peluru yang ada di
kepala korban ialah peluru snipper dalam kepala Toni.
Senjata itu
menjadi pajangan dan pertanyaan bagi seorang penyelam yang dipajang di dinding, sebagai ornamen barang penemuan
seorang hobi menyelam, harta-hartanya menjadi hiasan..,
kiranya itulah
koleksinya. Mulai dari apapun yang terditeksi dengan alat penditeksi metal
ketika menyelam ada di sana, dari yang hanya harta benda temuan berupa tutup
botol, koin logam, peluru meriam jaman pertempuran kolonial Belanda dengan
Inggris, hingga sekarang, sang penyelam memiliki senapan.
Aku sedang bersandar
di tembok, badanku baru saja menunggu respon minuman energy drink yang baru
saja kuminum.
Aku begadang
semalaman, tidak tidur, mencoba menulis novel karyaku. Pagi harinya aku telah
merasa lesu, dan lelah. Celaka ini hari senin, pikirku, aku seorang wartawan
yang sedang mempelajari kriminologi yang rumit demi menemukan benang merah
penghubung dari tindakan pembunuhan Toni.
Aku bukan penyidik, namun aku mengungkap dan bertanya mengapa ada
pembunuhan? Apalagi bagaimana dalam berita bisa menuliskan sebuah pembunuhan di
katagorikan direncanakan.
Data forensik
anatomikah atau dari tempat kejadian perkarakah yang menjadi semua titik awal
luapan sebuah cerita bisa terbentuk untuk dipahami?
Saat ini nasibku
sial, aku wartawan yang merasa tidak mengandalkan rasa. Semoga dugaanku salah,
aku mengincar berita yang mungkin sulit didapat.
Aku ingin pembaca
melihatku seperti pahlawan pembela kebenaran. Akan tetapi, setiap kali ada
tindakan kriminal, bukan wartawan yang tahu duduk perkaranya terlebih dahulu,
melainkan penyidik.
Seandainya ada
petunjuk pembunuhan berencana yang bisa kudapatkan. Aku belum menyerah, yang
mengagetkan di Klaten ada yang dibunuh dengan motif penembakkan yang hampir
sama. Sungguh aneh, adakah motif yang bisa kulihat dengan jelas?
Diberitakan nama
korban Roy, dan dari data yang menerangkan bahwa mengapa ia dibunuh tidak
terungkap. Bahkan aku sekarang sedang berada di markas besar kepolisian,
terpaksa harus kembali ke jalanan macet Jakarta.
Aku sedang berjalan, tiba-tiba tersungkur masuk ke
semak-semak, dan kemudian terjatuh
pingsan. Karena tidak ada yang melihat dan menolongku, waktu terasa
begitu lama. Seakan-akan aku telah tidur berjam-jam.
Aku terbangun
teringat tadinya aku bersandar di tembok karena tidak kuat lagi berdiri, namun
ketika aku terbangun, aku mendengar suara perbincangan yang menarik
perhatianku. Tidak jadi soal siapa orangnya , namun aku tahu ia akan melakukan
sesuatu yang buruk. Orang itu berbicara di telpon, “Jangan mengacam! Albert,
kau ingin aku mendapatkan jurnalmu, di gudang yang besar, maka jangan berpikir
seenaknya,”
ucap sahut orang
yang sedang bising kudengar berdialog menambahkan, “jangan pikir kau bisa
memerasku, dasar orang Vietnam gila,” ucap orang itu. “Jangan ancam saya lagi,
baik, saya akan cari di kategori korban bunuh diri bernama Toni, terima kasih.”
Bangun dari pingsan aku masih lelah menguap, sepertinya tidak sengaja aku
menguping pembicaraan orang ini.., sambil tiduran di balik rumput!
Suara orang itu
sangat jelas dan yang menghalangi pandangan kami di antara satu sama lain ialah
tanaman, tanaman yang lebat menutupi, di sebuah taman dekat belakang gedung
bangunan yang bila tidak ada tanaman itu aku yakin ia pasti tidak akan
teriak-teriak di belakang gedung, bila tahu ada diriku.
Aku mengintip,
melihat orang yang telah melakukan pembicaraan di telpon tadi dengan jelas.
Kuikuti orang itu, tanpa sadar aku buntuti dia. Mengapa ia pergi ke arah gedung
gudang. Gedung gudang itu tempat bukti disimpan, dan penjagaannya sangat ketat.
Anehnya, orang itu dapat masuk dengan mudah. Aku menduga-duga siapakah dia,
Bagaimana seorang bisa diancam..,
namun kini ketika
diamati lagi, hal ini menjadi lebih menarik membuat aku penasaran, apakah ia
seorang polisi?
Bila ia ikuti
permintaan si penelpon, apakah ancaman si penelpon, dan bagaimana sebuah jurnal
menjadi petunjuk menarik dari korban bunuh diri.
“Siapa Toni?”
pikirku. Tak lama, kenalanku memanggil di pintu penjagan gedung gudang.
“Cakra sedang apa
kau mengikuti anggota kepolisian, yang akan bertugas?” “Siapa dia, wajahnya
seperti saudaraku?” ucapku berpura-pura kenal dengan orang yang aku ikuti
“Sabar nanti dia juga keluar dan pergi menjaga tempat ini, sementara ia sedang
berganti baju sekarang” ucap Bima.
Berangkas arsip
Di tempat data
file, polisi yang diikuti Cakra melihat arsip dalam katagori bukti buku jurnal
milik Toni. Ia tampaknya menemukan di mana letak buku itu. Kemudian ia pergi ke buku jurnal itu
terregistrasikan di nomer seri bagian abjad nomer BF-12-478. Namun, buku milik Toni baru
saja dikembalikan oleh Mayor Lina.
Spontan di letakkan kembali pada tempatnya, buku jurnal peninggalan Toni, dan
diambil oleh orang yang dibuntuti Cakra dengan gegabah.
Karena Mayor Lina
curiga, pada tindakan gegabah orang itu maka, Mayor Lina berpura-pura pergi..,
seolah-olah tidak
berminat memperhatikan orang yang diikuti Cakra.
Sementara, Cakra
menduga-duga, Mayor Lina di dalam gudang penyimpanan bersembunyi, dan menjaga
jaraknya, kemudian yang menarik perhatian Mayor Lina, dari divisi manakah
orang ikut campur tugas misi divisi
khususnya ini.
“Halo Albert, aku
mendapatkan jurnal yang kau minta ambil,” ucap orang yang mencari jurnal Toni
tadi, “iya, saya akan segera keluar
gedung dan memberikan ini secepatnya kepada Anda.” Lina terkejut mendengar
perkataan tadi, “Pengkhianat, cepat tangkap!”
Orang yang kaget
disebut pengkhianat itu lari tergesa- gesa, walaupun dihalangi di depan pintu,
sang pengkhianat dengan tergesa-gesa mengeluarkan senjata api dan melakukan
tindakan menyedihkan yaitu bunuh diri. Tampaknya ia lebih rela mati ketimbang
diperiksa oleh penyidik.
Cakra dan Mayor
Lina di tempat kejadian perkara kaget dengan tindakan bunuh diri yang begitu
cepat itu.
“Astaga, Tuhan,”
ucap Cakra terkejut, ia sebagai wartawan baru pertama kali melihat kejadian
bunuh diri di depan matanya.
Menghiraukan
Cakra, Mayor Lina teringat permintaan Albert yang memaksa korban bunuh diri itu
untuk memberikan buku jurnal itu, dan akan diberikan Albert di depan gedung
oleh si korban. Mayor Lina dengan sigap penjaga pintu masuk untuk menghubungi
satgas kepolisian menutup pintu area keluar masuk dari wilayah markas.
Tiba-tiba saja
alarm berbunyi memberi tanda kode seperti kode morse di antara gedung, tapi
semua telah terlambat karena sampai besoknya tidak ada tersangka Albert
berhasil ditangkap.
Dalam proses yang
lama Cakra tidak diizinkan keluar dari mabes kepolisian karena dicurigai telah
bekerja dengan Albert. Kecurigaan Mayor Lina mempertanyakan mengapa ada orang
yang tidak berkepentingan dengan tugas polisi berada di tempat itu. Isu Cakra
nongkrong di tempat yang tidak seharusnya menjadi kecurigaan untuk diproses
oleh bagian penyelidikan.
Penyelidikan Cakra
“Kau punya
pilihan untuk bekerja sama atau di penjara karena menjadi terdakwa sebagai
anteknya Albert yang menjual narkoba dan
dianggap sebagai teroris,” ucap Agus. Cakra hanya bisa bercerita apa adanya,
kebetulan ia tertimpa sial. Ia terpaksa bekerja sama dengan polisi dan mencoba
aktif kembali bertanya soal subjektif dari jurnal yang di telah gagal dicuri
itu. Cakra terkejut dituding sebagai anteknya Albert, padahal ia tidak merasa
melakukan pekerjaan lain kecuali menjadi wartawan.
“Maaf, mengapa
Anda mengira saya sebagai anggota teroris. Saya mengkuti pengkhianat itu sampai
depan gedung. Saya ikuti karena merasa wajahnya serupa dengan saudara saya yang
sudah lama tidak bertemu?” ucap Cakra.
“Jadi kau
benar-benar tidak kenal siapa Albert?” tanya Agus.
“Kejadian mengapa
ia tergesa-gesa lari dan pergi dari Mayor Lina tidak kuketahui,” ucap Cakra.
“Baik, sekarang
tahun 2014 dan kau terjebak dalam penyelidikan jangka panjang yang belum
selesai perkaranya dari sejak statusnya berada di tahun 2000, sebagai kasus,
isu teroris ini masih dalam pengamatan, dan telah memiliki tersangka yaitu
Albert sebagai pimpinan oprasinya,” ucap Agus menceritakan alur singkat yang ia
pahami.
“Apakah ini ada
hubungannya dengan kasus bom, di Indonesia?” tanya Cakra.
“Ceritanya
panjang, bila terkait bom kami belum bisa mengkaitkannya, dan perkara ini
terkuak karena seorang bandar narkoba menyesal dengan telah berkomentar cerita
dalam bentuk buku jurnal, seperti seolah-olah berupaya terakhir, ia mencoba
bersikeras ingin, mendaulatkan diri tapi gagal, ia bercerita kisah hidupnya
yang menyedihkan namun akhirnya ia bunuh diri karena,” Agus kembali
menjelaskan.
“Mendaulatkan
diri?” tanya Cakra, bingung tidak
memahami penjelasan yang tidak umum.
Mereka menyalakan
proyektor, dan lampu mulai dimatikan.. Agus memulai presentasinya, menjalankan
klip-klip gambaran, agar berharap Cakra bisa mengikuti cerita ancaman apa yang
ada pada pertahanan Negara.
“Drugs traffic di
pahami sebagai tindak korupsi yang memberi modal kepada teroris. Kami dari
tingkatan visioner seorang jenderal sedang memahami kriminologi yang sedang
berlangsung sejak pertama kali narkoba datang berawal di Negara Indonesia yang masih belum sigap, kiranya kami
berkomentar karena kami sebagai aparat pertahanan, dan sebagai wilayah Negara
Indonesia masih menjadi negara yang berumur muda. Isu pengalaman dalam
pertahanan Negara masih belum terkonseptualisasikan untuk evaluasinya, bila
ingin dikaitkan satu sama lain.”
“Isu kasus divisi
kami sebenarnya rahasia dan, terkondisi gabungan dari semua TNI, yang dipilih,”
kemudian Agus menambahkan,“orang yang bernama Toni, ialah baru permulaan dari
evalusasi yang ingin dibayang-bayangi. Orang yang bernama Toni mencoba
menjelaskan kriminologi dari teroris namun karena rumit ia terpaksa menelan
fakta berlebihan dan stress. Ia menjelaskan bahwa narkoba memberi peluang untuk
teroris untuk melakukan operasi,” ucap
Agus pada Cakra
“Bisakah aku
mempelajari jurnal itu? kemudian Agus melanjutkan, Sabar, kami belum selesai
menjelaskan.” Agus memutar klip selanjutnya, menampilkan foto Heru. Ia mencoba
menceritakan latar belakangnya kepada Cakra. “Sekarang Heru adalah tersangka,
dan pernah menjadi teman wartawan Toni
ketika belum menjadi tersangka sebagai penjual narkoba. Isu drugs traffic dalam
status kami.”
“Tunggu, aku
kelebihan informasi, bisakah kita beristirahat sebentar sebelum proyeksi ini
kembali dilanjutkan,” ucap sahut Cakra yang pusing dan merasa kecapekan menelan
informasi ketika diajak bekerjasama.
Diskotik
“Nama saya Agus,
bolehkah saya berkenalan dengan Anda?” ucapnya kepada seorang wanita di bar.
“Tentu, nama saya
Fiona, kau mau membelikan aku minuman?”
“Tentu.”
Itu ialah bar di
mana Jasmine berada dan menyela permisi wanita itu. Agus yang kenalan itu membelikan, Fiona minuman,
“Jasmine, minta tequila sepasang untuk kami, oh iya kau melihat Cakra tidak?”.
“Tidak, Pak
Polisi,” ucap Jasmine penuh canda. Tanpa sengaja Fiona mendengarnya, “Kau
polisi? Kebetulan, aku punya pertanyaan penting untukmu. Aku seorang penyelam,
dan aku menemukan senjata api dalam dasar laut di dekat sebuah menara mercusuar
di daerah pantai Anyar, Banten, lebih hampir sepuluh tahun yang lalu bila tidak
salah ketika tahun baru. Ketika itu, aku menduga benda itu masih baru?”
“Mercusuar di
pantai Anyar?” tanya Agus.
“Iya.”
“Maukah kau
membantuku untuk melihatnya?” Agus meminta. Kemudian mereka pergi dari tempat
itu ke apartemen Fiona, di Kedoya, Jakarta Barat.
Mereka pergi naik
mobil Fiona, dan ia banyak bercerita tentang benda yang ia temukan ketika
menyelam. Malam itu Mereka pergi ke
ruangan koleksi Fiona, dan uniknya, Agus hanya mengkhawatirkan pernahkah ia
menyentuhnya dengan tangannya atau membersihkan senapan itu.
Senapan itu
dibiarkan berdebu, dan hanya satu-satunya koleksi yang tidak dibersihkan.
“Apakah kau
menyentuhnya?”
“Tentu tidak! Aku
sengaja membiarkannya kering sendiri sejak kutemukan, saat menyelam di laut.”
Fiona menjelaskan.
“Mengapa tidak
kau serahkan ke polisi saja waktu menemukannya sepuluh tahun yang lalu?”
“Tahukah kau
susahnya menemukan harta benda di dalam laut, dan sungguh aku berat hati untuk
meninggalkannya,” ucap fiona..,
yang menduga
pasti akan rindu pada harta miliknya, menduga akan diambil Agus. “Aku tahu kita
tidak berhak memilikinya.”
“Benar, apakah
hanya itu yang kau temukan?” tanya Agus memastikan.
“Tidak hanya itu,
aku menemukannya dari dalam tas dan masih ada pelurunya.” “Baik, aku pinjam
untuk sementara waktu. Kebetulan aku terkait dalam kasus ini. Sementara waktu..,
kau ikut denganku
untuk membantu membuat laporan.”
“Apakah itu
pembunuhan?”
“Apa?” tanya
Agus.
“Kasus yang yang
tengah kau tangani.”
“Mengapa kau
berpikir begitu?” “Aku hanya menduga karena senapan itu kulihat di internet dan
hanya digunakan oleh kalangan militer dan bentuknya seperti yang di film-film
perangnya Amerika.”
“Aku tidak tahu
jenis ini, tapi akan aku cek.”
Labotorium Polisi
Komputer masuk
akses internasional, mencari data sidik jari para kriminal, untuk mereview
sidik jari dengan tampilan wajah seseorang yang cocok. Program komputer khusus
digunakan untuk bisa masuk akses itu, dan data base lokal tidak menemukannya.
Sudah dua bulan,
lima puluh persen anggota masyarakat dari jumlah penduduk Indonesia telah
diakses oleh program itu. Namun, tidak ada yang cocok, dan artinya akan memakan
waktu dua bulan..,
kurang lebih,
untuk mengakhiri data nasional.
“Apakah ada sidik
jarinya ditemukan?”
“Ada, tetapi kami
luput memeriksanya. Pasti disengaja oleh pembunuhnya, seolah-olah seperti milik
Toni.”
“Apa itu?”
“Air ludah yang
meninggalkan tanda, dan itu membuat satu di antara lembaran lengket menempel
seperti merekat, namun Tes DNA, tidak sesuai dengan DNA Toni.” Kemudian Agus
kembali..,
menambahkan “dan
walaupun ada aksesnya, kita belum memiliki fasilitas review untuk Dna check
program dalam fasilitas lab komputer!”
“Jadi petujuk
kita hanya, sidik jari?” tanya Cakra.
“Benar.”
“Siapa bilang,
kau Agus!?” humor seseorang masuk dalam ruangan, “aku baru saja menunggu mereka
selesai menginstalasi kebutuhan lab kita dengan program yang baru,” ucap seseorang yang masuk di dalam lab komputer
tidak dikenalnya.
“Siapa kau?” ucap
Agus heran karena tiba-tiba ada orang asing yang masuk ke dalam ruangan.
“Aku mayor dalam
misi kalian yang baru? Mayor Lina mendapat rekomendasi untuk pindah divisi agar
mempersiapkan level yang selanjutnya?”
“Konseptualisasi
level selanjutnya apa?” tanya Agus lebih penasaran lagi dari.
“Bukan bunuh
diri, ini pembunuhan, dan namaku Teguh, mayor Teguh.”
“Kita telah
menahan Joko, percuma, dia amatir untuk menjadi tersangka. Aku menduga Sang Jenderal dari Vietnam itu masih
hidup!”
“Teroris kita
masih hidup?” Agus sulit percaya. “Bahkan dugaanku Albert, juga sedang diincar
untuk dibunuh.”
“Siapakah
pembunuhnya?” tanya Agus.
“Kita tunggu
review dari program penyocokkan data. Dugaku pembunuhnya orang Amerika yang
bergabung dengan Jenderal Nam. Aku menduga buku jurnal itu hanya untuk menutupi
bahwa ia telah diceritakan dihukum mati.” Harun dengan humornya mengironikan
fakta yang berbalik merasa didengar aneh Agus selama bertahun-tahun.
“Apa motifnya?”
tanya Agus dijawab Harun, “Uang sang Jenderal yang dicuri, aku menduga jenderal
itu mengkhianati bangsanya. Mengapa Albert juga tidak bersembunyi, mengikuti
jejak ayah angkatnya, yaitu berkhianat.” Harun menambahkan dugaannya.
“Albert menjual
heroin untuk bersenang-senang saja, tetapi Toni masih mengira Albert masih
setia pada sang Jenderal.”
Humor sebuah
pertanyaan apakah cinta itu. Aku mengenal cinta sejak remaja, dan sebagai
laki-laki, cinta ialah membuka hatinya untuk kekasihnya. Kiranya aku tidak
sekadar berpendapat tapi benar-benar ingin setia. Pacarku setia, namun ia lebih
setia kepada temannya.
Mengapa ia lebih
setia kepada temannya, kuduga mungkin ia lebih dekat kepada teman-temannya
karena hubungan jarak jauh yang telah berlangsung.
Bila seseorang
setia padaku apapun akan kuberikan padanya, namun ketika segala-galanya tidak
cukup baginya, ia memutuskan aku. Adakah cerita di balik semua ini, tentu saja
ada, ironi keberuntungan, karena aku pernah mendapatkan dirinya, dan kuduga aku
akan menikahinya, tetapi itu tidak terjadi!
Aku kenal dengan
Siska sejak datang ke Jakarta, waktu SMP dulu. Kami berdua sangat jujur dengan
perasaan kami. Kami sering berpelukan dan ciuman depan umum.
Ironinya, suami
istri seharusnya seperti pasangan yang bisa menjaga romantisme. Romantisme
hanya bayangan seumur waktu bertahan terbatas bayangan kami, dari keinginan
untuk berhubungan.
Pernah kuyakini,
Siska adalah belahan jiwaku, dan sebaliknya. Bila raga kami dekat, datang
keberuntungan. Namun, kami membatasi diri untuk melakukan hubungan suami istri.
Bagi kami, waktunya tiba setelah nikah kelak.
Aku menunggu
hubungan suami istri yang istimewa, bahkan walaupun menahan nafsu aku melakukan
dengan senang hati karena dia ialah bidadariku.
Bagiku tidak ada
yang harus merasa tidak beruntung, karena diriku benar-benar sedang jatuh cinta
di awal masa remaja. Bahkan aku berniat akan buktikan perkataan mereka bawa
pacaran kami bukan cinta monyet.
Aku sangat keras
kepala pada pendapat orang lain yang berpikir buruk pada hubungan kami, aku
namun usahaku tidak dihargai.
Sewaktu aku harus
tinggal di luar negeri kendala itu bermula. Aku tinggal di kota Birsbane,
Australia. Setiap tahun aku pulang. Kami berpelukan hingga berjam-jam saling
mencium aroma harum tubuh di antara kami.
Kami sedang tidak
bercinta kami sedang merindu, membuang rasa kangen dengan kerinduan, aku
berulang- ulang mengatakan aku mencintaimu, dan dia bilang bahwa dia
mencintaiku juga.
Rindu ialah rasa
cinta yang paling perkasa., Tapi ternyata dugaanku salah. Dia yang telah
terpengaruh oleh teman-temannya.
Aku dan Siska
belum menikah, ironinya ialah ketika ia membela temannya untuk datang ke undangan
temannya. Sungguh kerinduan dianggap kerdil oleh dirinya. Anggapan bahwa Siska..,
saat membela
temannya ia lebih yakin pada rindu seorang teman dari pada rindu kepada seorang
kekasih yaitu aku.
Saat itu kami
sedang tidak beruntung, aku sedang kehilangan kendali juga habis kesabaran
melarang Siska pergi, dan kami putus karena ia ingin datang ke pesta ulang
tahun temannya.
Mereka akan
merayakan ulang tahun teman wanitanya di tempat clubing. Demi pesta malam itu,
Siska memilih putus. Sedangkan setelah putus, merasa bingung, mungkinkah aku
yang salah..,
dan ia tetap
memojokkanku. Ia mengatakan tidak..,
mau kembali berhubungan
denganku, bahkan rencana kami berdua untuk menikah gagal sudah.
Ironi, terkadang
aku merasa tidak beruntung, namun sial bila rasa rinduku di disia-siakan. Dan
sejak itu aku memusuhi mereka semua.
Bahkan aku
hancurkan hidupku, menyia-yiakan pesawat terbang untuk kembali ke Australia.
Aku hanya melihat tiket pesawat tidak berguna itu dan memutuskan hidupku harus
harus berubah. Tetapi tetap saja aku menyia-yiakan semua rencana hidupku dan
terkurung perasaan putus cinta.
Mengapa di antara
kami ada yang memandang kerdil rasa rindu? Tapi dia Siska, yang telah lebih
berani memutuskan hubungan cinta. Adakah yang tidak kuketahui dari selama
berpacaran jarak jauh?
Aku tidak percaya
ia lebih membela teman- temannya untuk menyia-yiakan hubungan kami. Mungkinkah
ia memakai ekstasi, sabu-sabu, atau telah berpacaran dengan laki-laki lain
tanpa sepengetahuanku?
Aku sangat benci
tempat disko atau clubbing itu, adakah yang tidak kuketahui tentang tempat
hiburan malam seperti itu. Katanya dunia malam ialah tempat hiburan dengan
ekstasi dan sabu-sabu. Sungguh aku sedang jijik pada gambaran hiburan dunia
malam.
Orang tuaku
terkejut aku tidak jadi pergi ke Australia, dan aku mengurung diri di kamar.
Karena kejadian itu, aku sering bertengkar dengan orangtuaku dan membela
perasaan yang sedang rapuh, hingga aku mulai berani merokok.
Aku harus merubah
takdirku, aku harus mendapatkan cintaku kembali, tapi beruntungkah aku?
Aku dikenalkan
teman dekatku dengan wanita bernama Ester dan ia seorang pramugari. Ia selalu
tidur di sebuah hotel mewah dengan mendapat komplemen dari tempat ia bekerja.
Ia selalu membawa hal-hal yang pernah kubayangkan tentang dunia malam.
Ketukan pintu,
didengar Ester dan aku sedang di luar kamar menunggu di bukakan pintu. Kami
bertemu, berciuman sebentar dan akan pergi malam itu ke tempat hiburan malam.
Saat pertama kali
aku mencoba ekstasi, akhirnya aku tahu, dunia telah berubah, dan aku menduga
setelah setahun mengurung diri di kamar, bahwa lingkungan ialah ekosistem drug
traffic yang ramai dengan narkoba.
Hidupku
benar-benar berubah. untuk sesaat suka Namun, rasanya badanku menolak benda
jahanam itu untuk alasan aku menjadi seratus kali lipat membayangkan
bayangan-bayangan buruk bila memakai narkoba, mengapa?
Bel pintu hotel
kembali berbunyi dan Ester memakai bajunya sedangkan aku diam di dalam kasur,
“Roy, sebentar aku mau membukakan pintu untuk Toni, ia datang kemari
mengantarkan pesananku, malam ini aku mencoba hal yang sedikit berbeda.”
“Apa itu?” ucap
sahutku
“Sabar Roy, aku
tahu kau akan suka dengan yang ini,” ucap sahut Ester.
“Toni,” sahut
Ester menyapa orang di balik pintu.
“Bolehkah aku
masuk untuk transaksi!” ucap Toni.
Seorang yang
jangkung dan kurus dengan jenggut
memenuhi muka dan gondrong dengan rambut beruban diikat. Ia ke tempat duduk,
dan berkata, “Aku ada di seberang ruangan dari kamar ini, kita beruntung satu
lantai, aku juga menginap di sini pada
pesta malam baru ini.”
“Ini pesananmu,”
Toni mengeluarkan paket bungkusan. Ia berkata sedang, “Aku siapkan,” ia
mengeluarkan dari tas koper bungkusan itu.
“Oke ini
barangnya, mana uangnya!” ucap orang yang bernama Toni itu.
Toni pergi ke
pintu keluar dan dari kamar hotel kami. “Selamat tahun baru. Aku bertanya
penasaran, “Ester, kau membeli apa?”
“Putau!” Dari
nama obat yang asing itu, aku mengerti kalau itu adalah heroin. Ketika
memakainya, rasanya itu seperti pintu gerbang dari dunia mimpi yang dipertegas,
aku mabuk hingga pergi tertidur.
Paginya aku
terbangun dan telah kulihat, Ester pun telah siap-siap akan berangkat ke luar
negeri. Aku tanyakan bila ia Toni punya nomer peger, karena aku berminat
membeli barang lagi padanya. “Ini nomer pegernya Toni, kita telah mencoba
heroin dan, tetapi aku kurang suka dengan rasanya, aku pamit akan pergi lagi,”
ucap Ester sambil menciumku dan pergi dari kamar hotel.
Beruntungkah aku
mendapatkan pacar yang tidak terlalu komit dengan hubungan, dan kami hanya
melakukannya untuk bersenang-senang saja tanpa rasa rindu.
Aku kuliah di sebuah
fakultas, dan mengambil jurusan Fakultas Desain Interior. Aku sering tidak
masuk karena kudengar, zaman sebentar lagi akan berubah. Metode perkuliahan
dengan apa-apa yang diajarkan akan usang. Aku datang kuliah terlambat karena
polisi melihat plat nomer mobilku yang sudah kadarluarsa di bulan Januari di
tahun 1993.
Bagiku terlambat
kuliah tidak jadi masalah, toh sebentar lagi aku membayangkan akan tidak lulus
karena, ingin pindah fakultas masuk Institut Teknologi saja. Dunia telah
berubah dengan adanya komputer, dan aku berminat untuk pindah kuliah.
Tahun ini aku,
akan membeli komputer untuk mempelajari program sistem operasi komputer..,
dan aku sedang
akan melihat-lihat keberuntunganku dengan mengingat Toni, yang kemarin di malam
tahun baru, datang masuk ke dalam kamar mengantarkan pesanan heroin.
Ia memiliki
pager, alat komunikasi untuk dihubungi. Kemudian aku menghubunginya. Kemudian
kami pun bertemu di sebuah gedung di Jakarta, yaitu Ratu Plaza. Aku berkeliling melihat-lihat Mall sambil
bicara dengan bandar heroin itu. Aku penasaran dengan Toni, “Dari mana kau dapatkan putau ini?”
“Kau tidak mau
membayangkan bagaimana aku mendapatkan obat ini, percayalah lebih baik kau
membatasi pertanyaanmu.!”
“Hey aku hanya
ingin bertanya, aku juga ingin punya banyak uang sepertimu . Memiliki pager
adalah hal yang aku inginkan.”
“Untuk apa kau
ingin memiliki pager?” Toni bertanya padaku.
“Selintas aku
berpikir menjadi bandar seperti dirimu, tetapi bisakah kau membantuku!” ucap
meminta Toni.
“Ayo ikut aku,
bila kau bersikeras.” “Roy, dengarkan baik-baik, belum terlambat jika kau
berubah pikiran untuk tidak menggunakan ini.”
Aku dibawa ke
sebuah rumah di kawasan Tanah Abang. Di sana ada orang yang sangat pendiam,
bahkan ia menatapku tajam.
Bahkan Toni sepertinya
takut kepadanya, siapakah dia bahkan dengan bahasa yang asing, mereka berdua
sedang berdebat dengan nada bertengkar, percakapan berhenti ketika orang yang
tidak kukenal itu mendorong Toni, dan Toni tidak melawannya.
Orang itu pergi
ke kamar dan mengambilkan aku sesuatu yang beratnya satu kilo, barang itu
diberikan lewat Toni dan ia berpesan, jangan bawa-bawa kami bila tertangkap
polisi, kau harus merahasiakan kami. “Cepat pergi!” ucap Toni, kemudian orang
yang berdebat dengan bahasa asing, itu ternyata bisa berbahasa Indonesia. “Hey,
Roy!” ucapnya dengan dialek orang asing, “bila kau gagal..,
benda ini akan
mengakhiri hidupmu. Aku terkejut telah membuat keputusan yang salah demi ingin
mendapatkan komputer. Ini benar- benar membuatku terkejut. Aku pergi dengan
membawa paket satu kilo heroin itu, dan selintas mengapa tidak kulaporkan
polisi saja barang terlarang itu, tetapi cerita terlanjur menjadi kacau dan
membingungkan, karena aku terlanjur membeli satu gram juga hari ini, di Ratu
Plaza, aku kawatir tidak bisa berpura-pura ketika melapor.
Aku membayangkan
betapa sombongnya diriku ketika membeli satu gram, dan menantang Toni untuk
memberi kepercayaan padaku untuk menjadi bandar yang seperti kuinginkan.
Tidak menduga ada
orang ketiga selain Toni. Aku takut, dan berencana akan menjual murah barang
itu kepada teman-teman kuliahku.
Menjual satu kilo
heroin bukanlah perkara mudah.
Terjebak diperhatikan orang lain
Heroin satu kilo
belum kujual, bahkan aku bingung mencari
pembelinya. Selama satu tahun aku bungkam di hadapan Ester, bagaimana aku
menjadi bandar ialah perkara yang tidak mudah, namun ketika pesta tahun baru
1994, mereka mulai terlihat satu per satu..,
pasien dari
bagaimana obat ini membuat kecanduan. Satu gram yang kubeli di tahun lalu dari
Toni, dengan gratis aku memakai bersama-sama orang baru yang kukenalkan di
suatu tempat. Namun, rasa penasaran mengapa aku bermurah hati menjadi
pertanyaan mereka para pecandu.
Akan tetapi, dari
situ dimulailah kesenangan waktu ketika semua berawal dari transaksi dan
persediaan satu kilo habis berakhir satu bulan di bulan Febuari, dan aku
memiliki banyak uang, tapi kuputuskan untuk tidak menjadi andar setelah tahu
siapa saja mereka para pembelinya. Tapi Ironi keberuntungan dimulai dengan
kesialan, suatu malam aku bertemu Toni dan kami berbincang-bincang.
“Bagaimana
rasanya menjadi seorang pengedar, apakah perkara mudah?” ucap sahut Toni
berkunjung datang memergoki aku dan Ester di kamar hotel.
“Aku ingin tahu,
investasi kami padamu telah berjalan lancar atau kau habis memakainya semua!”
tanya Toni kepadaku yang kebetulan didengar Ester. “Sungguh ada apakah ini
karena aku merasa seperti ketinggalan berita, membayangkan kalian bertemu dan
berdebat, hingga tidak bisa mengikuti kalian sedang bercakap-cakap apa?” ucap
Ester yang bingung pada kedatangan Toni.. Aku beruntung Ester tidak tahu
mengenai aku mendapatkan satu kilo heroin gratis sebagai modal awal yang
mungkin akan membuatnya terkejut.
Bel kamar
berbunyi, dan orang asing yang dulu bertemu di Tanah Abang itu dengan pistolnya
mengancam, masuk datang ke kamar kami, dengan ia duduk di kursi yang telah
tersedia, dengan membawa dua kilo heroin, ia berkata..,
“Cepat setor
uangmu untuk mendapat dua kali lipat heroin gratis, beruntung ini modal yang akan
kuberikan padamu cuma-cuma, Roy. “Punyakah aku pilihan!” “Mau mati atau tetap
melayani kami, mana yang kau pilih?” ucap orang dengan dialek bahasa Indonesia
yang tidak umum itu. Ester terkejut sejak orang asing itu tiba, dan menujukan
dua kilo heroin. Ia memperhatikan kami..,
yang sedang
berbincang-bincang.
“Cepat
kesabaranku habis, kau tidak ingin aku bermain-main dengan pacarmu, kan?” ucap
orang itu masih belum memperkenalkan diri, mengancam.
“Baik akan
kudatangi rumahmu Toni, besok, di Tanah Abang dengan uangmu.” Aku sudah
terjebak untuk menjadi penadah. Dengan motif yang sulit bagiku untuk
membayangkan lepas dari belenggunya.
Patah Hatimu Roy
Bagaimana aku
bisa beruntung, lari setelah ini? Toni dan temannya pergi dari kamar hotel ini,
dan aku lemas karena jatungku..,
berdebar-debar
mengingat ancamannya. “Sial,” aku memulai harus tenang, membayangkan dengan
cara bagaimana aku menghilangkan diri, kalau pun beruntung aku kabur dengan
uang mereka, kiranya aku membayangkan mereka tahu di mana rumahku atau latar
belakang Ester, dan aku tidak mau membayangkan bila yang menjadi korbannya
adalah Ester.
Ester terdiam,
merasa sial menimpanya karena telah mengenal diriku. Ester terpaku sedih, duduk
di tempat tidur, dengan aku menceritakan semuanya. Ia terkejut. Secara
perlahan-lahan aku bercerita alasan mengapa aku butuh uang, minat kerdilku
ingin menjual putau..,
menjadi
kadarluwarsa keberuntungan kami sesaat itu, bahkan aku cerita, aku sedang
merasa galau sebab putus cinta dengan Siska, membuat Ester menjadi lebih sedih,
merasa dimanfaatkan oleh pecudang seperti diriku. Kemudian..,
Ester-lah yang
menghilang dari hadapanku. Pasti karena Ester takut. Aku sendiri menjadi
pengedar yang tidak kuduga menjadi kepercayaannya Toni, terbayang jelas
sekarang nasibnya, walaupun bukan dari awal, dalam dua bulan barang yang kujual
ialah dua kilo heroin dengan sulitnya, dan mereka korban pembelinya ialah
mahasiswa. Dari dua kilo aku melihat dari waktu ke waktu pengguna putau
bertambah semakin banyak bahkan untuk menjual lima kilo habis dalam dua bulan
ialah rekor yang menggagumkan. Aku hanya pernah mencoba putau. Toni sedikit
kagum padaku karena dia seorang pengedar yang lebih suka memakai barangnya.
Sudah tiga tahun
berlalu aku menjadi pendamping Toni dari awal sejak tahun 1996, dan sekarang
kuketahui waktu tahun baru ialah saat yang menyenangkan untuk membantu menjual
titipan modal dengan cepat karena mereka para pecandu baru akan berpesta di
malam tahun baru, kiranya pesta mereka berpesta, aku datang ke sebuah kamar.
Aku kaget ada pengguna yang masih anak SMP.
“Hai, siapa
namamu!” tanyaku.
“Saya Bayu.”
“Kau terlalu
muda, aku meragukan pesta ini bukan untuk pesta anak-anak remaja yang telah
dewasa, kecuali kau memiliki uang.”
Mereka sedang
berpesta di kamar hotel. “Aku akan pergi dari kamar ini dan benarkah kau datang
menjadi tuan rumah pesta untuk perayaan pesta tahun baru?” Bayu bertanya
kepadaku dan Bayu akan bersiap-siap akan pergi dari kamarnya sendiri. “Apa
maksudmu Bayu, dengan aku menjadi tuan rumah pesta?” tanyaku penasaran ingin
mendengar anak remaja yang masih kecil itu berkomentar. “Kata mereka kau akan
membuka, pesta dengan lima gram putau gratis, di luar itu bolehkah aku
memintanya gratis juga?” ucap Bayu ingin mendapat bagian lebih.
“Aku tidak akan
memberi gratis, walaupun kau anak kecil, aku penasaran berapa lama kau telah
kecanduan?”
“Aku sudah
seminggu memakainya dan aku menyukai rasanya. Aku tidak akan kecanduan karena
aku bisa mengkontrol cara memakainya.” ucap Bayu. Bagaimana akan ada sekian
banyak bandar, di antara mereka bertambah karena mereka telah terjebak..,
bagaimana
bisa lebih beruntung dari aku melihat
Toni yang harus menjadi bandar juga.
Sampai sekarang
aku beruntung belum memakainya kembali. Namun aku bingung dengan nasib menjadi
pengedar. Aku mungkin penasaran pada siapa yang lebih berkuasa, Toni atau orang
yang belum kuketahui namanya itu. Aku bertanya bagaimana dengan mudahnya mereka
memasukkan heroin masuk Indonesia..,
sementara
kecurigaan mereka orang lain, pada kriminal
tersangka, dari orang, orang
kulit hitam dari benua Afrika. Sangat tidak masuk akal bagiku, bila melihat
bagaimana dalam sebulan aku bisa menjual satu kilo dengan mudah. Orang dari
benua Afrika yang tidak beruntung, mereka membawanya dengan hal yang tidak bisa
kubayangkan..,
namun bila
tertangkap dalam pemberitaan mereka hanya membawa kurang dari seratus kilo.
Tapi Bagaimana bisa Toni dan rekannya, seperti kubayangkan, punya seribu kilo
bahkan lebih.
Tahun ini aku
sudah mendapat langganan yang sering kali mempermudah tugasku menjual obat
terlarang..,
dengan tetap
sembunyi sambil merasa disertai membayangkan terancam akan masuk penjara.
Tetapi mereka sering membeli satu hingga lima gram, dan membuat satu kilo
kupikir ialah jumlah yang sedikit di antara puluhan kilo yang telah dijual
olehku. Terbayang untuk kota Jakarta yang luas dan telah memiliki banyak
pembeli, menjual ialah perkara mudah dan bila beruntung, aku tidak akan
tertangkap.
Aku berencana
pergi melarikan diri, dan untuk melarikan diri dari semua ancaman, aku ingin
benar-benar beruntung, karena aku benar-benar ingin mengubah hidupku dan
berniat pergi ke luar kota. Aku akan melarikan diri ke luar dari semua
permasalahan. Rasa bersalahku sangat tinggi bahkan aku pergi ke Jogja untuk mengubah
nasibku, tapi rupanya takdir telah menemukanku di Klaten..,
dan apakah aku
akan bahagia dan makmur? Seandainya aku bisa berdamai dengan diri sendiri untuk
melupakan segala kejadian buruk yang bermula dari patah hatiku.
Rekomendasi Lencana Agus
Aku baru saja
lulus menjadi polisi, dan aku ditempatkan di sebuah divisi percobaan yang
sedang dibangun rahasia dari gabungan semua unit element TNI. Membayangkan dari
mana datangnya rekomendasi tapi aku harapan dari para panglima besar jenderal.
Bagaimana sesaat aku membayangkan beruntung untuk sebuah rekomendasi, aku
mendapatkan suatu kehormatan dari
harapan mereka, karena sebagai..,
polisi aku juga
mendapatkan kesempatan untuk kuliah sambil bertugas.
Divisi baru
satuan khusus untuk tujuan badan penyeledikan intelegen, aku berkesempatan
pergi menjadi seorang penyamar. Aku
berpura-pura berteman dengan mahasiswa di sebuah fakultas, yang kebetulan
ayahnya memiliki show room mobil. Berpura-pura pergi mengikuti dugaan, aku
berteman dan mengikuti anak pemilik show room mobil itu.
Temanku itu
ternyata juga seorang atlet mobil balap.
Demi mendapatkan petunjuk, aku dengan hati-hati mulai menyelidiki tingkah laku
rekan-rekan atau masyarakat dari pesta mabuk-mabukan kawanan mobil pembalap
liar yang berteman dengan temanku itu. Aku curiga dia juga terseret menjadi
terdakwa. Aku akan berteman dengan Ian Perdana atau Ian, dengan mengunakan
brand mobil mewah Subaru yang telah dimodifikasi masuk kualifikasi balapan di
arena, tidak sulit untuk aku berteman sambil memperhatikan gelagatnya.
Aku diantarkan
teman polisi ketika pertama kali bertugas. Di Sentul, Jakarta, aku berakrab
diri memperkenalkan minatku juga akan membuat mobil balap dengan menjadi
rekannya dalam festival mengejar piala tropy. Aku meminta Ian untuk memodifikasi mobilku dengan
tim sukses mekanismenya mesin mobilnya. Ian mengaku untuk mendapatkan izin
turun balapan itu tidak mudah. Oleh karena itu, bagi mereka yang ingin
mencoba-coba lebih senang balapan di jalanan.
Kukira Ian
seorang pengedar atau pemakai, namun ia bersih dan sehat, walaupun ia pergi
berpesta namun tidak menggunakan jenis narkotik apapun.
Dalam
penyelidikan, aku mencari tahu tentang pengedar ataupun pihak yang terkait.
Diharapkan aku dapat menangkap para penadah atau pengedar. Aku sedang
ditugaskan mencari pengedar yang sempat menjadi isu heboh ketika pertama kali
para pecandu bermunculan di awal tahun sembilan puluhan.
Agar sukses dalam
penyamaran, aku harus mulai membeli ganja. Di antara kasus kami, mendapatkan
penjualan di kota Jakarta mulai dari daerah Tebet, Gajah Mada, Batu Raja,
Kampung Bali, Kota Bambu, dan masih
banyak lagi, namun belum sampai ke penadah tunggalnya, yaitu Albert.
Penyelidikan
membutuhkan proses bertahun-tahun. Aku yang termasuk misi Mayor Lina, hampir
putus asa untuk mendapatkan penadah tunggalnya.
Lama berselang,
kami menduga korban bunuh diri bernama Toni dengan sebuah jurnal telah berteman
dan mendaftar rekan-rekan penjual dengan alamat tidak diketahui. Toni banyak
bercerita tentang kejadian saat ia menjadi penadah tunggal, namun ia terlanjur
mati.
Sedangkan buruan
dalam daftar bernama Albert atau Heru hadir dalam papan daftar tersangka.
Kami menduga
Albert ialah tersangka sebagai yang menyuplai semua heroin namun, hanya ada
foto yang dicurigai sebagai teman dekat Toni, yaitu Heru. Aku pergi mencari
petunjuk dari jurnal korban bunuh diri yang bernama Toni. Aku mengincar sampai
ke Jogja dari daftar bandar yang ada,
dan menemukan nama Roy. Setelah
penyelidikan dari Jogja aku ke Klaten, sebuah daerah di antara Jogja dan Solo.
Dan ketika akhirnya datang ke sebuah show room motor milik pengusaha baru yang
namanya juga Roy. Surat penggeledahan atau penggrebekkan kami bawa dan
menanyakan banyak hal terkait pentujuk
yang didapat dari Toni. Kami melakukan interogasi dan memang benar dia adalah
Roy yang kucari.
Bagaimana harus
memulai kecuali foto dirinya, foto gambar Roy, ada bersama jurnal Toni. Dalam
ruang interogasi, aku bercerita Toni telah mati bunuh diri dengan meninggalkan
bukti foto dirinya. Roy terkejut mendengar berita Toni bunuh diri.
“Ini gambar
dirimu, apakah kau masih menjual narkoba?” “Aku memang pernah terpaksa menjual,
namun sekarang aku bersih dari perbuatan terkutuk yang memaksaku melarikan diri
ke daerah Klaten.” Kemudian Roy ditangkap, namun masih sulit untuk membuktikan
bahwa ia seorang pengedar.
Aku kembali ke
Jakarta dengan terkejut, dua minggu kemudian ada berita bahwa Roy telah dibunuh
bahkan aku mulai khawatir membayangkan bila ini akan menjadi serial pembunuhan
terencana. Karena kuduga di antara tersangkanya masih berhubungan dengan
Albert.
Ini bisa kuduga
sebagai pembunuhan berencana, dan listing daftar para bandar narkoba ada di
tanganku, tapi sialnya kebetulan hanya Roy yang di awasi oleh Toni, dan
diceritakan di Jurnal.
Kami berupaya
sebisa mungkin menghubungi kantor imigrasi bila saja ada yang bernama Heru
untuk diinterogasi. Membayangkan menghentikan bayangan buruk menduga..,
pembunuhan serial
berkelanjutan akan terjadi lagi, dan kami sedang dalam kondisi sulit. Dalam
jurnal aku pergi ke KBRI di Vietnam dan mencari informasi kisah perjalanan
antara Heru dan Toni, mereka berdua memang pernah terdaftar di imigrasi..,
namun sulit diakui positif apakah orang yang
kuceritakan serupa mencari dengan misi tugas pencarian tersangka Albert.
Aku pergi ke
kepolisian Vietnam bahkan mencari adakah jejak nama Heru Sukoco di kepolisian
Vietnam. Anggota polisi yang sedang
mencari daftar alam tempat rehabilitasi penjara yang bernama Heru,
sedangkan ketika aku bertanya adakah yang bernama Nam Poh Tang, mereka terdiam,
tidak pernah mendengarnya, apakah sedang berpura-pura atau memang tidak tahu.
Waktu berlalu,
sudah lima tahun sejak kematian Toni, waktu lima tahun bunuh diri Toni
meninggalkan petunjuk, dan di tahun 2005 telah lima belas tahun lebih Heru di
penjara karena kasus narkotik, di penjara Vietnam.
“Siapa kau,
mengapa kau orang Indonesia datang menjengukku?” ucap Heru.
“Apakah kau tahu
di mana Albert bersembunyi?” “Ah! Albert nama yang tidak asing namun tidak umum
bagi semua orang, Albert, sebelum aku bercerita atau komentar, kau sebaiknya
sebagai tamu cerita siapa dirimu?” ucap sahut Heru.
“Aku seorang
detektif dari divisi khusus,” ucapku, sebagai polisi aku bertanya, “tahukah kau
orang yang bernama Albert?” “Iya aku kenal orang itu, sulit dibayangkan tingkah
lakunya, bahkan aku sulit melupakan ekspresinya. Mustahil, tidak
membayangkannya padahal aku dan dia tidak sedekat Toni,” ucap Heru, “tapi bila kau sampai datang dari Indonesia,
aku hanya pernah sekali ke Indonesia setelah musibah yang menimpa aku dan
Toni.”
“Aku kenal Albert
namun tidak sedekat Toni. Toni teman yang berbeda dan sulit diduga, dan
terkadang aku bertanya mengapa Toni berubah sifatnya.”
“Kau dikatakan
berkhianat pada Toni demi Nam Poh Tang.” “Iya memang aku berkhianat ketika
kecanduan heroin, namun dia lebih berkhianat pada semua orang Indonesia yang
menjadi korbannya!”
“Siapakah sebenarnya Albert bila kau tahu dan
dekat dengan Nam Poh Tang.” tanyaku yang kemudian disela oleh petugas penjara
dan ia memberi tahu bahwa, sialnya, waktuku sudah habis. Terpaksa aku pergi
kembali ke Indonesia karena aku harus mencari tersangka Albert.
Sampai Jakarta,
Mayor Lina menjemputku. Ia mengatakan dari ceritaku bila Heru, bebas dan
kembali ke Indonesia, jadikan saja tersangka menutup-tutupi tindak jual beli
narkoba. Walaupun begitu aku masih kurang yakin.
Tiga kali dari jumlah tawaran
Mengapa dirimu
berubah tanpa menghiraukan diriku, aku sebagai istrimu sedang kesal akan
takdir, aku meninggalkan anakmu di Vietnam demi mencarimu. Tahukah kau bahwa
aku sangat mencintaimu?
Aku mengadu
nasibku untuk bisa hidup normal, namun kau menyeretku hingga harus terjerumus
narkotika. Aku akan coba balaskan dendammu yang tidak seharusnya bagi seorang
ibu untuk membalaskan dendam suaminya yang menjadi pengguna narkoba bodoh. Toni..,
seandainya kau masih hidup aku datang ke kuburanmu sekarang hanya akan
memberitahu, semua surat-suratmu kubaca, namun mengapa kau dengan bodohnya
mengirim berita keberadaanmu setelah, kau memberi tahuku akan mati.
Aku menerima
kunci deposit uang yang kau berikan dan sisa-sisa surat yang menceritakan bahwa
kau mati bunuh diri. Aku tidak bisa memaafkan dirimu karena telah menyerah dan
mengubah takdir.
Toni, akan
kupastikan ceritamu tidak berakhir di sini, dengan Albert yang telah mengkutuk
hidup kita. Aku dan supirku pergi dari kuburan ke daerah yang menjual pistol.
Aku mendatangi rumah orang itu dan memberi uang untuk membeli benda yang
terlarang juga. Selain itu, aku meminta meminta seseorang untuk mengejar Albert
dan menyeretnya ke depan mukaku, aku ingin menyiksa orang yang berbuat keji
dengan balasan yang tidak terlupakan oleh dirinya.
“Tidak seperti
pistol yang mudah kau dapat, tapi dengan menyewa pembunuh bayaran bukan
pekerjaan mudah!” ucap orang asing di mana Lista membeli pistol.
“Aku akan
membayar dengan upah sesuai dengan permintaanmu. Namun, aku akan bayar dua kali
lipat bila kau bisa membawanya hidup-hidup ke hadapanku.”
“Tiga kali dari
jumlah pembayaran bila kau tidak keberatan. Akan kami lacak orang itu, kami
akan pastikan semua bisa rapih.”
“Aku setuju.
Kalau bisa, rampok semua milik mereka. Aku ingin Albert merasakan kesedihan
yang kurasakan.”
“Tunggu, siapakah
sebenarnya Albert itu? “Albert ialah orang rakus uang dan telah menjual narkoba
demi kerakusannya, dan aku tidak keberatan bila kau mengambil semua uangnya
untuk memberi dia pelajaran, dan kutambah dengan uangku bila semuanya kalian
kerjakan.”
Dendam Lista
“Baik nyonya
Lista, karena kau sudah tua kurasa percuma engkau membeli pistol itu,” sahutku,
berpikir mengapa wanita berumur itu bersikeras membeli senjata dan meminta kami
untuk merampok, demi dendam yang ujung-ujungnya ialah badar narkoba. Aku pernah
mendengar nama Albert walaupun harus berpura-pura depan nyonya Lista tidak
tahu, mereka sebagaian dari kawananku takut pada Albert karena alasan
kecanduan.
“Kau menghinaku
dengan mengatakan aku sudah tua. Walaupun aku wanita, aku bisa berbuat yang
tidak ingin kau bayangkan dan itu ialah hal yang buruk!” ucap Lista kepadaku.
“Tunggu kau salah menagkap yang kupikirkan, aku hanya bisa melakukan tugas
mencarikan orang yang bisa menembak dan menjualkan pistol ini kepadamu, tapi
untuk tugas yang rumit aku dan kawanku harus melakukannya dari rutin bisnis
kami.”
“Kau tidak mampu
melakukan yang kuminta?” sahut Lista, “Bung, Joko aku akan memberimu waktu
untuk berpikir jernih dan matang untuk merencanakan semuanya, karena kita
memang sedang tidak berburu hewan jinak!” “Oh tentu, kau memintaku untuk
pekerjaan sulit yang bisa kami tawarkan dari paket menembak orang yang kau
inginkan. Kau menginginkan dia tetap
bernafas dan untuk kita mengambil semua aset ialah hal yang pintar, namun tidak
mudah untuk dikerjakan.”
“Aku harus
memberimu waktu untuk berpikir dan merencanakannya juga untuk
mencarinya, kau butuh waktu bukan?” ucap sahut Lista memahami.
“Iya setuju, aku
butuh waktu untuk bisa mencarinya, dan setelah menemukannya, aku masih belum..,
terpikir bagaimana
cara menyerangnya,” ucapku.
“Bagus, paling
tidak kau tahu harus..,
melakukan apa!
Dengan menyerangnya terdengar kau mulai tertarik dengan tawaranku.” “Aku memang
tertarik, tapi kita lihat waktunya untuk bisa mendapatkan Albert,” ujarku,
kemudian..,
“aku akan
menerima infomasi yang bisa kau berikan kepadaku dari Toni, antan suamimu, aku
akan menelponmu dan meminta uang darimu bila aku sukses.”
Aku hari itu di
tinggal pergi, oleh klien baruku yang bernama Lista, seorang ibu-ibu yang
mendendam.
Penonton Drag Race
Aku menunggu
orang bernama Krisna, ia terakhir pergi ke Klaten dan menembak seseorang. Aku
bertanya-tanya akankah ia menerima perintah itu dari Albert?
“Joko, apa kabar?
Sedang apa kau datang ke Sentul?” ucap Krisna padaku. “Sama seperti dirimu, menonton acara malam
ini dan taruhan .” “Janganlah membodohiku teman, aku tahu kebiasaanmu tidak
suka menghambur-hamburkan uang!” kemudian Krisna menambahkan, “sejak kapan kau
butuh uang judi untuk menjadi pertaruhan?”
“Sejak klienku
meminta tugas yang sulit untuk dikerjakan, namun menarik perhatianku,” ucapku
mencari perhatian Krisna. “Tunggu bro, elu dapet klien lagi tapi berapa
bayarannya.” Pertanyaannya membuat aku pusing..,
Lista dia bukan
cuma hanya servis yang normal karena itu aku harus menjelaskannya dengan kepala
tenang dengan pergi dari situ, memancing ia tertarik pada pekerjaannya atau
tidak.
“Ada pembeli
koleksi jualanku, namun dia juga minta jasa untuk menembak seseorang,”
sahutku didengar dengan antusias oleh
Krisna yang sudi meninggalkan arena bangku penonton drag race.
“Menembak
seseorang?” ucap Krisna bertanya..,
memastikan.
“Maksudku, klien baru meminta tidak sampai membunuhnya, namun menghabisi
kekayaannya saja agar ia menderita, setelah itu dia klienku akan membayar
kita.” “Sepertinya bukan pekerjaanku, namun masih menarik perhatian karena kau tidak pernah datang
kepadaku untuk pekerjaan, kecuali kau merasa terlibat, dan sepertinya kau ada
maunya..,
untuk tugas yang sekarang.”
“Kau kenal Mira
tidak? Itu sepupuku yang ketagihan narkoba, dan ia mati karena over dosis
akibat orang yang kuduga ialah target kita,” aku bercerita sesingkatnya menarik
simpatik.
“Target kita
ialah Albert, bandar narkoba dari Vietnam, aku tahu Mira terjebak narkotik,
karena berpesta pora dengan mereka, tapi anehnya lagi Albert sangat kejam
orangnya, terakhir mereka..,
menemukan luka
cekikkan di leher Mira setelah over dosis di sebuah rumah.” “Rumah siapa?” tanya Krisna. “Rumah milik Mira, tapi rumah
mewah itu kuduga misterius diberikan oleh orang yang katanya ialah pengusaha
ekspat dan tentu aku masih menduga saja?”
“Kau masih
menduga siapa laki-laki yang harus bertanggung jawab pada kematian sepupumu?”
“Kita cari bukti
berkaitan dengan pergi ke rumah itu, bila ada foto Albert maka bukan lain
orangtua itu harus kita sita semua uangnya.” “Satu lagi Krisna, apakah
pekerjaanmu kemarin di Klaten ada hubungannya dengan Albert?”
“Iya.”
Setelah
mengeledah rumah milik korban, Mira, kami pergi meninggalkan rumah itu, dan
foto Mira dengan Albert memang tidak bisa disangkal lagi. Dugaan Joko pada
orang yang bernama Albert itu benar adanya.
Dalam mobil,
Krisna bertanya, “Sepupu elu kerjaannya apa?”
Aku menjawab,
“Dia inginnya jadi aktris tapi karena dia berbakat menggambar ia menjadi
fashion designer, dia kuketahui pernah dikenalkan dengan Albert ketika sedang
pameran baju-baju koleksinya. Ia kenal Albert mungkin di belakang panggung
ketika peragaan busana baju, pertamanya di gelar.” Joko bercerita..,
“pameran pertamanya digelar, aku ingat dia
meminta modalnya ketika itu kepadaku, namun sejak fahion show digelar saat itu
dia tidak pernah menghubungiku lagi, atau hanya untuk berkata terima kasih, dan
kabar terakhir, menyedihkan, hanya ia telah mati mengkejutkan, dengan konyol
telah memakai heroin, kubayangkan Mira telah mengunakan narkoba.”
“Sekarang setelah
mendapat bukti, kita hanya harus mengumpukan orang untuk menyerang markasnya,
dan mengambil semua kekayaanya Albert.” “Kalau dia menyimpannya di bank,
bagaimana kita bisa meyakinkan orang kejam seperti itu untuk mengambil uangnya
dan kemudian diseret kehadapan Lista?”
“Lupakan objektif
permintaan klien yang bernama Lista karena sementara waktu bila kita berhasil
menggambil semua uang Albert, siapa yang membutuhkan uang Ibu Lista?” ucapku
menjelaskan.
“Aku sangat siap,
tapi untuk tugas kali ini kita membutuhkan orang lebih banyak lagi untuk
berupaya membobol markas Albert, dan sementara waktu hanya sedikit petunjuk,
dimana dia berada.”
“Benar, dan
terkadang di situlah kendalanya, sudahkah kau pikirkan?” “Siapa orang-orangnya
belumku pikirkan, namun akan aku cari, aku akan membantumu.”
Hari itu Joko
diduga sebagai tersangka. Mayor Lina melakukan penyelidikan menyilang di antara
satu dari kriminal pemilik senjata yang mengaku membeli senjata dari Joko.
Namun, kendala masih satu orang dan dugaan baru masih akan diselidiki
kelanjutannya, terkait kasus Roy.
“Ibu Lina,
siapakah terdakwa?” ucap Agus..,
“Orang ini merampok toko perhiasan dan ketika
diperiksa silang dari list yang telah kita ajukan di divisi lain mereka
merekomendasikan untuk dia, di interogasi,” jawab Mayor Lina.
“Agus, cepat
buatkan surat rujukkan untuk interogasi, ini rekomendasi dari divisi kriminal.”
“Baik, saya kerjakan,” ucap Agus.
“Kamu langsung
saja melakukan surat permohonan untuk penyelidikan dan interogasi karena
perampok mengaku membelinya dari penadah senjata lokal, yang mungkin dia akan
tahu siapa pembunuhnya.”
Dari kantor
divisi khusus, datang surat yang dikirim dari divisi yang menagkap perampok
itu, dan bagian devisi umum menulis laporan ketika di interogasi cepat, sang
perampok memberikan laporan Joko dengan alamat lengkap. Selintas Mayor Lina
membaca surat, dan langsung membuat tindakkan.
Pagi harinya
pasukan khusus, dengan instruksi dari Mayor Lina mendatangi rumah Joko dan
melakukan pengeledahan dan menangkap Joko. Rumah digeledah, dengan singkat
mereka berhasil menangkap Joko tanpa perlawanan. Joko ditangkap di tempat tidur
sedang tidur dan kaget terbangun mengetahui rumahnya telah dikepung.
“Ada, apa ini?”
ucap Joko, “saya mau pengacara mewakili saya.”
“Belum waktunya
Anda mendapatkan pengacara, masih terlalu pagi dan Anda sebagai tersangka yang
menjual senjata api.”
“Saya tidak
menjual, saya hanya mengkoleksinya saja.”
“Tahukah Anda
larangan bagi anggota masyarakat memiliki senjata dalam bentuk apapun apalagi
dikoleksi.”
“Saya tahu, tapi
saya tidak takut.” “Agus!” dipanggil Mayor Lina dari komunikator jarak jauh.
“Iya saya di tempat!”
“Pastikan tidak
ada orang di markas yang tahu orang itu ditahan, cepat pakaikan baju seragam
kita supaya tidak dilihat media masa, ketika datang ke markas, tetap
undercover, saya tidak ingin ada birokrasi aneh bisa membebaskan orang itu.”
“Baik!” ucap Agus
dengan komunikator jarak jauh juga didengar yang lain.
Dalam divisi
khusus yang telah melakukan kesalahan
pada anggota masyarakatnya, menangkap Joko ialah tindakan benar..,
tapi menyamarkan
ialah hal yang baru, dan yang sedang dijadikan tersangka itu ditutup- tutupi
jejaknya. Joko yang dikhawatirkan akan bisa keluar masuk kantor polisi sesuka
hati karena ada kenalan oknum. Tanpa membantah Agus mengikuti Mayor Lina yang
sebagai kepala oprasional untuk mengikuti instingnya.
Joko dibawa ke
ruang introgasi dengan baju polisi.
“Saudara Joko,
berapa lama Anda memiliki senjata api, mengapa Anda mengoleksi atau
menjualnya?” tanya Agus
“Saya tidak
menjualnya, tapi saya hanya mengoleksinya,” ucap Joko.
“Mengapa Anda
memilikinya?” “Ayah saya TNI dan beliau yang mengajarkan saya bagaimana menjaga
dan merawat pistol, ia berharap saya juga menjadi TNI.”
“Apakah ayah anda
seorang jenderal?” tanya Mayor Lina
“Dia bukan
seorang jenderal, hanya TNI yang mendidik anaknya untuk menjadi TNI, namun
gagal.” Di balik dengan komunikator, “Lina kita tidak bisa menahannya karena
dia sakit jiwa, mungkin dia berkata jujur dan kita perlu observasi di rumah
sakit jiwa untuk kasus, isu koleksi senjata api.”
“Tunggu komandan,
apa maksudmu?”
“Iya mengoleksi
senjata karena stres, ingin menjaga mandat ayahnya yang terlalu terobsesi.”
“Tapi komandan, izinkan kami bermain-main dengan dia dulu, karena kasusnya coba
dihubungkan ke tersangka Albert,
sebagai buron
penadah tunggal heroin.”
“Lanjutkan, namun
saya tidak ingin di sini.”
“Hey gila!” kata
Krisna ketika datang menjenguk Joko di rumah sakit jiwa.
“Ruangan ini
disadap oleh polisi, Krisna.”!
“Aku ada berita
tentang Albert, dengan mengetahui perkembangan motifnya sifatnya, isunya, ia
ternyata memiliki istri,” ucap Krisna di ruangan rumah sakit jiwa.
“Tentu saja tidak
ada, ini rumah sakit jiwa, untuk apa mereka mendengarkan orang gila seperti
kita.”
“Apakah polisi
juga mencari dan mencoba mengaitkannya dengan Albert?” tanya Krisna.
“Mereka juga
sedang mencari-cari dia, sedangkan kita selangkah lebih maju mengetahui setiap
gerak-geriknya bukan?”
“Sudahlah, tidak
perlu dibahas, mereka nanti mendengar!”
Sementara itu
divisi khusus yang memang menyadap ruangan Joko, terkejut dengan pembicaraan
mereka berdua.
Walaupun begitu,
pembicaraan Joko dan Krisna tetap apa adanya, mereka membatasi informasi
tentang Albert, membayang-bayangi polisi agar bertindak sesuai keinginan mereka
berdua. Joko dan Krisna membatasi pembicaran agar tujuannya menjebak polisi
yang sedang bertugas dengan cerita pembunuhan sepupu Joko, Mira.
Petugas yang
menyadap mendengar dan menulis laporan, kepada Mayor Lina dan mengirimkan
rekaman hasil pembicaraannya antara Joko dan yang menjenguk, Krisna.
Heru Dibebaskan
Dalam pesawat,
Heru kembali ke Indonesia, setelah di penjara lima belas tahun karena mencuri.
Heru dideportasi dan akan ditangkap oleh
imigrasi, namun karena tiada bukti yang kuat sebagai orang yang menutup-nutupi
jual beli narkoba maka proses sedikit sulit untuk dilaksanakan.
Turun dari
pesawat, Heru diawasi dan diekori oleh para polisi yang menyamar. Mereka
menanti akankah Heru dijemput Albert, namun waktu tak kunjung tiba. Tidak ada
yang datang menjemput Heru di bandara. Heru naik taksi dan pergi ke bank, dan
selanjutnya menginap di hotel di kawasan Jalan Jaksa.
“Halo Agus,
bagaimana perkembangannya?” ucap Mayor Lina, “dia memiliki rekening di sebuah
bank namun kita bukan divisi angkatan yang punya autorisasi seperti para KPK
untuk meminta pihak bank membocorkan infomasi apalagi membekukan bila itu ialah
money laundring dari penjualan narkoba, kecuali kita membeberkan ini pada pihak
terkait yang bisa membeberkan status money laundry ini.” Agus menduga dan
menambahkan, “ia juga pergi ke Jalan Jaksa, apakah harus tetap kita awasi dia?”
“Tetap ekori dia, adakah yang mencoba menghubungi dia?” ucap Mayor Lina yang
tiba-tiba dihentikan karena Heru berlari terkejut, seperti melihat Agus, di
Jalan Jaksa.
Heru berhenti, ia
ditangkap Agus dan ditanya mengapa, ia menjawab sedang berhalusinasikah dirinya
dan Heru sering menderita halusinasi
setelah memakai narkoba, tapi heru yakin bila ini terlalu nyata.
“Kau orang yang
menjengukku, di penjara Vietnam,” ucap Heru memastikan.
“Benar,” Agus
menenangkan Heru.
“Aku membutuhkan
dokter jiwa, tapi mengapa kau mengikutiku, apakah kau akan menangkapku?”
“Aku tidak akan
menagkapmu, aku hanya sedang kemari menemuimu untuk urusan Albert, saya butuh
infonya.” ucap Agus yang terlanjur terbongkar kedok penyamarannya, “mengapa
engkau ditangkap dan dipenjara?”
“Aku dituduh
mencuri uang Jenderal Nam Poh Tang, namun tidak lama kemudian dia juga dihukum
mati karena korupsi, sedangkan Albert ialah orang yang menikmati hasilnya.”
ucap Heru yang kemudian menambahkan, “aku juga dipenjara atas tuduhan palsu,
sang jendral suatu ketika mengkhinatiku, sedangkan Lista, awal dari semua kasus
juga terkait. Bagaimana Jenderal Nam Poh Tang dihukum mati, isu Lista melapor.”
“Siapa Lista?”
tanya Agus.
“Dia istri Toni
yang ditinggalkan semasa hidupnya. Sebagai pasangan mereka tampaknya hanya
bahagia di awal waktu, karena hubungan suami istri yang sebentar itu, awalnya
Lista juga kedok Jenderal Nam Poh Tang seperti diriku, tapi ia melaporkannya ke
polisi ketika Shinta dan diriku dijebak dan dikhianati,” Heru menjelaskan.
“Lalu bagaimana
dengan Toni dan Albert?” tanya Agus.
Heru mendesah dan
menarik nafasnya yang telah berumur berkata, “,Aku hanya bisa mengatakan atau
bercerita bahwa mereka juga berkhianat kepada Jenderal Nam Poh Tang”
Agus dengan sengaja mematikan komunikator agar
tidak didengar Mayor Lina bertanya tentang bukti uang di bank, “Lalu uang
apakah itu yang sedang kau ambil di bank?” “Itu uang Toni dan kami yang
memilikinya di atas usaha yang telah berjalan dengan sendirinya sejak tahun
delapan puluhan,” ucap Heru.
“Lalu di mana
istrimu Shinta?”
“Ia ada di
Indonesia, bahkan ia yang menjalankan usaha untuk kami.”
Agus memberi
tanda bahwa komunikator akan dinyalakan kembali kepada Heru untuk membatasi
ucapannya.
“Tahukah di mana
Lista sekarang?” “Aku tidak tahu.”
Pesawat Pribadi
“Ibu Shinta makan
siangnya sebelum sampai Jakarta,” ucap pramusaji pesawat pribadi.
“Siapkan saja,
aku akan menunggu telpon,” ucap Shinta.
“Ibu, ini berkas,
sertifikat, tanah untuk tempat penambangan emas, dan semua dokumen izin
membangun bangunan workshop untuk pengolahan raw materialnya,” ucap anaknya
yang bekerja dengan ibunya sendiri.
“Duduk di
sampingku nak, aku ada berita untukmu,” ucap Shinta kepada anak perempuannya
yang bekerja sebagai notaris.
“Ada apa, Ibu?”
“Aku tadi
mendapat telpon dan sedang menunggu kabar lagi dari pihak bank, mereka
bercerita ayahmu telah kembali, kukira ia telah lepas dari penjara dan akan ada
banyak masalah di hadapan kita. Sebaiknya kita siap-siap saja!” ucap Shinta
pada anaknya kemudian sambil memakan makanan yang disajikan sambil
berbincang-bincang kembali.
Heru ternyata
telah memiliki anak yang telah dewasa, dan Shinta memanfaatkan uang milik Heru
untuk memulai usahanya, sebuah cerita keberuntungan ketika ia membeli tanah dan
tanah itu menjadi kongsi usaha penambangan emas. Dalam pesawat pribadi mereka
datang dari Filipina dan sedang menuju ke Jakarta, dalam perjalanan bisnis yang
akan dikejutkan oleh kedatangan ayahnya, bahkan polisi.
Akan tetapi,
mereka berdua tidak takut karena mereka menjalankan usaha dengan ulet dan
menuju jalan yang benar. Namun, Agus yang telah mendapat informasi telah
menunggu mereka di bandara tempat pesawat itu akan tiba.
“Selamat siang
Ibu Shinta kami dari kepolisian,” ucap Agus dan Mayor Lina.
“Kami sedang
mencari saksi dari para tersangka keterkaitan Albert dengan usaha suami Anda
Heru.” “Permisi, saya tidak terima bila usaha tambang emas milik saya dan
rekan-rekan itu sebagai usaha suami saya yang baru saja lepas dari penjara. Ini
sepenuhnya sekarang usaha saya dari profit yang didapatkan adalah milik saya.
“Izin wawancara
dengan Ibu untuk kisah yang terkait dengan Albert.” ucap Mayor Lina.
“Saya izinkan
asal kalian tidak menghina saya dan anak saya!” Mereka akhirnya melakukan
wawancara di rumah Shinta. “Maaf, izinkan anak saya mendengarkan wawancara ini,
karena ia sudah besar. Sudah sepatutnya tahu seluk beluk keluarga,” ucap sinta
sambil menjamu kedua polisi.
Agus dan Lina,
mendengarkan, “Aku memang pernah tersangkut, Heru suamiku yang berkhianat,
namun aku tidak punya pilihan karena hanya seorang wanita, yang sedang tidak
berdaya dan bodoh.”
“Apakah ibu
bernasib seperti Lista yang dikarantina oleh Albert?” ucap Agus menyela tidak
diketahui karantina semacam apa yang terbayang, namun ketika diceritakan Agus,
Shinta tampak sedih.
Bartender Teman Cakra
“Jasmine, aku
minta satu long island,” ucap Cakra didengar Jasmine yang menambah komentar menawarkan minuman lain, “
Tidak ingin yang lebih keras seperti Tequlia?”
“Oh tidak, aku
sedang dalam masalah dan tidak akan berpesta malam ini,” sahut Cakra yang
dibalas tanya, “Kau yakin, tidak ingin mencoba menghibur wanita itu, selain diriku?”
“Baik aku akan
minum tequila tapi bila dia menyambutku, tolong disiapkan saja teman,” ucap
Cakra kepada teman kenalannya bartender, Jasmine.
“Hai, siapa
namamu?” ucap Cakra kepada wanita yang tampaknya sedang butuh dihibur dan itu
adalah Lista.
“Lista,” sahutnya
memperkenalkan diri, “orang-orang di Indonesia terlalu ramah dan banyak
perubahan di sekelilingku.” “Kau dari mana Lista?” tanya Cakra merasa komentar
Lista tidak umum seperti wanita kebanyakan yang sekalipun sedang sedih di bar.
“Aku dari
Indonesia, namun telah lama di Vietnam, dan kau mencoba menghiburku bukan? kecuali
bila ternyata aku salah menduga kau sedang tidak..,
mengejar wanita
tua ini untuk menjadi objek romantismemu terbangun di pagi hari dengan telah
pergi meninggalkan pakaiannya di bar bersamamu di kamar hotel?” Cakra mendengar
humornya, dan sesaat yang menjadi pertanyaan Cakra, ialah “Pilihanmu akan
membuka bajumu sekarang atau nanti di hotel?” sahut Cakra menanggapi humor
Lista. Ironi Lista berubah pikiran sesaat, “Kau duduk saja di sini, di
sampingku dulu, aku ingin melihat kau akan memberikan aku apa?” ucap sahut
Lista meminta Cakra.
“Jasmine tolong
servis tequila satu botol untuk kita,” ucap Cakra meminta kepada Jasmine. Mereka berdua, Lista dan Cakra duduk di depan
meja bar, tak lama Jasmine datang dan menyapa, “Selamat malam Tuan dan Nyonya,
apa kabar,” ucap jasmine bersikap ramah.
“Apakah kau
sering melihat dia menghibur wanita, selain diriku Jasmine?” tanya Lista
tersenyum pada mereka berdua, membuat Cakra tersenyum.
Jasmine menyambut
apa adanya, “Cakra, itu teman yang gentlemen, maaf saya berkomentar pada Anda
siapa?” ucap Jasmine. “Saya Lista, apakah Cakra sering tergerak untuk menghibur
wanita yang sedang sendiri di bar seperti saya?”
“Tanpa perintahku
dia tidak akan berani karena dia pemalu, yang harus diberi dorongan untuk
menikmati hidup,” sahut Jasmine. “Apakah aku harus berbagi kebutuhan dengan
laki-laki pemalu ini, denganmu jasmine?” ucap Lista bertanya. “Kita bertiga
maksudmu Lista, tentu bisa bila itu yang terbayang, namun mengapa tidak kalian
menungguku setelah aku selesaikan bagian waktu kerjaku dua jam lagi.”
Dua Jam kemudian
mereka dalam kamar hotel, dan selesai ritual kebutuhan mereka terpenuhi, mereka
saling berbagi cerita.
“Tidak terlalu
buruk malam ini bukan?” ucap Cakra seperti sedang menikmati humor
keberuntungannya dengan wanita, untuk pertama kalinya. “Malam ini baru pertama
kalinya aku melakukan ritual kebutuhan bertiga.” Dan itu dijawab dengan tawa
oleh yang lainnya. Kiranya apa yang membuat mereka terdorong berkeputusan
melakukan hubungan intim..,
bertiga. Cakra
merasa terjebak oleh permintaan Jasmine,
sedangkan Jasmine
merasa terintimidasi ingin bersenang-senang saja karena dia easy going
sifatnya, sedangkan Lista malam itu di antara dua orang yang lebih beruntung
terhibur malam harinya.
“Bila ini ritual
tanggung jawab untuk bertahan hidup, apakah nasibku pernah paling sial, karena
pekerjaanku sebagai wartawan baru saja waktunya, menjadi berubah kondisinya
menjadi menarik. Mengapa nasib sial bila sesaat selintas barusan..,
ialah waktu yang
membahagiakan,” ucap Cakra seperti sedang mensyukuri sesuatu. “Kalau aku merasa
melakukan hubungan ini, karena easy going saja, kalau kau Lista?, Apa hal yang
paling sial dalam hidupmu?” Lista mendengar Jasmine berkomentar dan eksperesi
wajahnya yang sedang senang tiba-tiba berubah menjadi kembali murung seperti
ketika Jasmine melihatnya pertama kali di bar.
Lista mendesah
sedih didengar mereka di kamar itu, Lista duduk dengan mereka saling menantap,
“Ada apa Lista, apa yang belum kau ceritakan?” Lista ingat membayangkan sial
nasibnya dan akhirnya diceritakan juga semuanya. Presentasi tentang pencarian Albert..,
di kantor polisi,
Albert masih diam-diam tidak mau bercerita bahwa pada peristiwa yang kebetulan
di malam ini untuk menceritakan dirinya bisa berkaitan. Lista bercerita bahkan
ia bercerita akan mencari Albert untuk membalas dendam.
“Kau istri Toni?
Aku tahu para polisi sedang mengincar Albert,” ucap Cakra
Hari esoknya
mereka bertiga pergi, menemani Jasmine kembali ke klub di pagi hari yang
Minggu, dengan seperti tadi malam..,
Lista dan Cakra
duduk di meja bar, dan Jasmine membersihkan tempat itu yang sedang berantakan,
dan selintas duduk Lista pergi ke toilet
Cakra bercerita, “Jasmine..,
aku tahu mengapa
semalam Lista hanya mendesah, ia mendesah karena di kantor polisi mereka sedang
mengunakan mantan suaminya yang bunuh diri sebagai teroris. Toni ialah yang
bunuh diri karena terjebak menjadi teroris,” ucap Cakra pada Jasmine.
“Aku terkejut!
Apa maksudmu, aku sedang bekerja dan kau baru saja membicarakan yang buruk
tentang dugaan polisi pada suami Lista yang teroris, tapi apakah karena itu ia
mendesah semalam, bukankah dia hanya pengedar?”
“Suaminya
teroris, dan mereka para polisi sedang mencari Albert.”
“Setelah semalam
Cakra, mengapa tidak kau ceritakan kau sedang dalam proyek di kantor polisi,”
Lista tiba-tiba datang dari toilet mendengarnya.
“Aku sekarang
punya pertanyaan untuk kalian berdua, apakah mendukungku untuk melakukan dendamku
kepada Albert?”
“Karena telah
menghancurkan hidupmu tentu,” ucap Jasmine sekata sementara Cakra terdiam
bingung pada keadaan.
Karantina Tetesan Musibah
Peranan buta
wawasan masyarakat sosialist
Aku atau toni,
sebagai dasar wawasan manusia..,
dia presiden
Suharto.., atau sebuah legal dari wawasan tidak sengaja setelah presiden
sukarno..,
Karantina tetesan
musibah delegasi putaran sosialist tempuh siapakah kami peran peran manusia
dari generasi arti di balik manusia dengar klaim dari lahirnya “idologi” itu
ini Indonesia dan aku di jebak peran dari ideologi akomodasi uang bila 1 rupiah
maka mataram.
Satu
konseptualisasinium, 1 rupiah dan 1 dolar rasanya semua paham pemerintah
Indoneisa unttium dari unit uangnya ialah uang currency yang bukannya belum di tutup lapisan apa apakah moderating propsektus delegasi upaya
alam dunia bersatu.
Moderating prospektus peran peran, bagaimana
legal tanpa musibah alam unit uang menjadi prinsip ide dimana bumi bukan
perbedaan bila satu mata uang maka prinsip delegasi tujuan ‘persemakmuran
wawasan’ tercapai dari satu serupa konseptualisasinium apa apakah ‘common
wealth’ dari bersatunya belum setuju jika karantina tetesan musibah ialah
mustahil.
Entah kapan
publikasi pertama kali nilai tukar di
jaman mataram, apa apakah uang arti pertanyaan yang menggugurkan alam bumi ini
ialah surga. Bagai air tetes tempuh terus 1 rupiah mataram atau 1 rupiah
publikasi tertanggal uang tahun 2021 akhirnya ialah gejala unttium berlapis apa
apakah loan system dari terbukanya masih bias di terima delegasi “Government Loan”.
Presiden Suharto
…, dia bukan najis yang kalian pikirkan mudah disalahkan sebab belum
kriterianya “???” dia lelaki pada umumnya belum tunjukkan rasa beraninya dari
ibu Tien, sebagai peran istri “aku yakin dia ramah” seutuhnya bagai aku di
seberang merintih memohon peran istri yang tidak membuat aku seorang pecundang.
Dimana aku
berdiri di putaran sebuah jembatan bila bagai anak peranannya jadi penghubung
dari apa istriku yang akhirnya utuh kurang sempurnakan hidupku.
Kesetiaan Suharto
tumbuh alami bagai hijau rumput menjadi karunia jika tanah ialah jelas bagai
tumbuh dalam fungsinya hijau klorofil tidak lewat hijaunya klorofill getah
ganja itu daun yang berbeda.
Masyarakat mabuk
dengan opininya..,
Peranan masyarakat
juga mabuk dengan belum siaga wawasannya lewat historium tanpa belum
bertengkar.
Ingin aku
bercerita dari sebab bagaimana delegasi putaran sosial apa apakah
Indonesia, lewat lalunya bohong apakah
akhirnya kriteria fiksi itu ini, adalah paham pustaka dari limbo paragaraf
kematian lingkaran hidupku adalah putaran aneh sebab adik ibuku dibunuh.
Aku melihat peran
kriteria setia Presiden Suharto utuh penuh dengan damai, sebab itu ini gambaran
tipe yang sama dari ayahku siapa? Dari telah siapa presiden Suharto langsung
keluarganya yang mendapat musibah. Maka pada umumnya keluargaku baru kusadari
masih belum menjawab mengapa duka patah hati aku gagal melihat sisi terang
cerah jika dari masih musibah kemarin ayah yang pernah kuidolakan jadi sebab
ternyata cacat jiwanya sebab suami.
Ibu, ayah , juga
aku peranan fungsi cacat jiwa namunmasih berjuang terus tempuh bahagia sebab
bahagia mustahil hanya di tempuh bila setia.
Kecuali inginku
bias mentelusuri apa apakah utuhnya sidang Dice
dari aku menselidiki artikulasi peranan agenda berita acara jika pustaka
kaset-kaset arsip apa apakah pengakuan berita acara wawasan pembunuh
prospektusnya ialah wawasan utuh bentuknya fitnah dari misteri kriteria musibah
agresinium dari kejadian..,
perkara
pembunuhan dice. Sebab aku bertanya bukan menuntut. Namun ingin mengakhiri
peranan menjadi air tetes sebuah seberang ingin tenang selamanya mensalahkan
kedua orang tuaku bukan berperan menjadi mereka yang awalnya kuanggap najis.
Aku tahu bila
validasi tanteku bukan manusia najis.., dia setia seutuhnya sebab malam itu
kubayangkan dice di dorong propektus keinginan suaminyayang arsitektur juga
ingin sukses meminta keberuntungan dice dekat dengan keluarga cendana…seolah
belum ada yang tahu tommy Suharto atau bambang Suharto bukan tidak lewat di
balik semua proyek dimana mereka beruntung aku yakin bukan korupsi memang utuh
seutuhnya ada peranan iri hati dan kabur bahkan benci dari tekanan
“delegasi putaran
sosial.”
Belum apapun apakah
pemerintah dengan hukum negara.., “???” atau keadilan ialah ratapan diriku
melihat sebab dari ibuku tidak sampai kuingat gendong asuh anaknya yang berumur
lima tahun lewat kemarin beliau mati sebab atau loncat dari mobil sebab
masalah..,
Aku masih sembunyikan
sebab.., mengapa ibuku mati bagai anak yang menghantam jantung ibu sebab lewat
kemarin ia tidak memperdulikan aku sejak awal. Melainkan peranan dia mesela
dari aku berputar pada wawasanku sendiri terlanjur tumbuh.
Aku menduga apakah
ibuku ada dalam meja hijau mentuntut pembunuh dice namun akomodasi ingin aku
lihat suaranya durjana sedang bercerita bohong tentang bagaimana para pejabat
di tahun 1985 membuat berita palsu.
Dia si pembunuh yang
menebar propektus kebohongan dengan di kutip oleh press hingga masyarakat tidak
lewat saat itu ikut membeli objektif cerita merasa menyelidiki peran pembunuh
bercerita dice di mulainya konspirasi Ramalium Limbo Presiden Suharto Najis,
padahal sakral jiwanya utuh setia menjadi presiden yang dermawankan waktunya
mengabdi untuk anak negeri.
Penasaran apakah
benar pejabat juri juri apapun anda percaya mereka selingkuh bahkan melewatkan
pembenaran pembunuh lewat validasi kalaupun salah Pejabat-pejabat itu adalah
ulasan Dice Tanteku adalah validasi belum yakinnya kalian pada arti setia
adalah moral sebuah seberang berdampingan setia lalu ibuku mentuntut hukuman
mati yang gagal kepada pembunuh menjadi putaran tempuh di mulainya air tetes
tempuh terus kuselidiki kecuali belum aku di surga..,
Kabut Kegelapan
Cinta
Kapan Berakhirnya Serupa
Bilantara Masih
Terang
“Surga”
Apakah kabut bayu
.. “Kau ratapi” masih mencari anugrah..,
kapan sepertinya kriteria cinta bertanda ‘kabut hitamnya pekat gendong
arti seperti namaku arti pesannya ialah tanda di tipu dalam bergantinya
pustaka.’
Nova bagaimana
kau mencintaiku.., menjadi ibu lalu aku di luar seberang di luar rumput
disebuah hidupnya seberang tumbuh kau pernah harus merasa menjaga diriku
bagaimana belum berdaya dia ibu yang melihat anaknya sembunyi terlalu memaksa
surat terusnya tempuh inginku menjadi bayu yang kau masih cium walaupun di
seberang..,
Kemarin telah
seperti setahun sejak kau dorong aku hingga belum keluar hampir terusnya belum
kita surat menyurat tanpa terpisah.
Setiap masih
meminta aku kau mencium membuat seolahnya kau dengar tanganku humor bagaimana
kau bagaimana menjadi ibu lalu sebuah seberangnya kapan ingat cari rasa kita
mencari kau lebih nikmat menciumku jika dia bayu dorongnya dalam sembunyi
kucari kau dalam gelap humor tertawa aku memikirkan tanganmu ialah alun tempo
jika dia jawab apa yang aku dorong dari sembunyinya sungguh kau menjadi ibu
lalu aku di luar seberang penasaran sedalam apa aku dorong lidah ini di cium
tertawamu dia kaget mencintai Nova bagaimana kau mencintaiku.., lalu terus tempuh betapa semakin lidahku
mendorong cium dirimu lebih dalam terus di dalam seberang seolah kita masih di
jakarta berdua terus tetapi itu ini hanya sebatas surat tertawaku lebih tambah
rupanya masalahnya cinta air lidahmu meminta aku kaget sebab apa kau jilat
telingaku terus surat itu ini akhirnya dingin telingaku apakah tambah ingin
kamu seperti anugrah selamanya.
Dia adalah di
bawah, permasuri denganmu nova dorong relung tepi-tepi jurang kita diseberang
masih mintaku sungguh ingin akhiri dilema suara pertanyaan gagal belumnya kau
tahu relung terbuka dari tepi relung rasa rasa terus suratnya dorong lidahku
dorong teteskan cium tepi kiri pertama bukan sedang sengaja relung bibir dorong
fungsinya lidah kita berciuman sepasang. Setiap itu ini seksi bergandengan
saling mendorong lidah terus mensuratkan seolah lahirnya prospektus ketika kita
bebas dari dibawah bergandengan merasa masih aku cantikmu selamanya harus di
tingginya relung sebab jilatlah terus
krimkan aku berita ke hatimu untuk selamanya kau simpan cinta itu ini ingat.
Bibirmu sihir
prospektus prospektrum propektrium dorong lidahku mendengar bibirmu lihat
relung apakah yang membuatku lama lama sulit juga belum pasti apa yang membuat
bisa membuat sihir fungsi saat aku diseberang kaget gagal denganku sengaja
relung setiap diatas terus ceritanya suratan terus putar rasa sampai dimana
takdir apakah kabut bayu gagal salah tinggi dorong jurang di seberang. Kau
sesaat di jakarta denganku rindu kala kota sebuah lidah rasanya haus namun “kau
ratapi.”
“Apakah kabut
bayu”
Prospektus
prospektrium prospektrum batinku adalah takdir kaget bertemu remaja wanita yang
Prospektus prospektrium prospektrum rinduku disihir terbangun jauh di sebuah
seberang...,
Ibuku bertanya
apakah kabut bayu “???” dari musibah jauh dorong aku di tepi-tepi
prospektusinium prospektriumsinium prospektrumsinium arti nama-nama yang
membuatku lahir berdiri lain diseberang rumput di luar dari empat musim.
Aku harus
pura-pura mencintai seolah olah langit biru ialah biru cuaca Prospektus
prospektrium prospektrum batinku sedang menjerit cuma hanya rindu pada
seolahnya kau.., tapi aku menipu diriku gagal salah mengapa akomodasi terhormat
sihir prospektus “???”
Setiap musim
cuaca tanda tambah jauh di seberang kala kota empat musim ibuku bertanya
“apakah kabut bayu”
“apakah kabut
bayu”.., “apakah kabut bayu”.., “apakah kabut bayu”
“apakah kabut
bayu”.., “apakah kabut bayu”.., “apakah kabut bayu”
“apakah kabut
bayu”.., “apakah kabut bayu”.., “apakah kabut bayu”
“apakah kabut
bayu”.., “apakah kabut bayu”.., “apakah kabut bayu”
“apakah kabut
bayu”.., “apakah kabut bayu”.., “apakah kabut bayu”
“apakah kabut
bayu”.., “apakah kabut bayu”.., “apakah kabut bayu”
“apakah kabut
bayu”.., “apakah kabut bayu”.., “apakah kabut bayu”
“apakah kabut
bayu”.., “apakah kabut bayu”.., “apakah kabut bayu”
“apakah kabut
bayu”.., “apakah kabut bayu”.., “apakah kabut bayu”
“apakah kabut
bayu”.., “apakah kabut bayu”.., “apakah kabut bayu”
“apakah kabut
bayu”.., “apakah kabut bayu”.., “apakah kabut bayu”
“apakah kabut
bayu”.., “apakah kabut bayu”.., “apakah kabut bayu”
....,
....,
“apakah kabut
bayu”.., “apakah kabut bayu”.., “apakah kabut bayu”
“apakah kabut
bayu”.., “apakah kabut bayu”.., “apakah kabut bayu”
..., seolah
gantinya anugrah ada “?”
Tapi arti namaku
nama nama yang ditanya.., berdiri aku bukan ketika datang di halaman rumahnya
teman siapa dorong dia jadi takdirku untuk ajaib sihir hidupku yang kaget
ternyata punya kesempatan bila denganmu.
Kabut kegelapan
cinta terus tempuh dorong akhirnya jawab
aku di tunggu misteri untuk sebuah seberang hidup itu ini ialah kaget di
temukan aku oleh misteri hidupku.
Kabut kegelapan
cinta gendong peran apakah arti telapak
kakinya ingin dorong pasti jika terus artinya lama dia di jakarta dia dimana
sembunyi di baliknya hati sabarnya rindu manis denganmu aku di jakarta. Lamanya
hangus sampai tebu tumbuh adalah manis tiap tahun yang kita tunggu untuk
kembali kau dorong aku atau peran aku menikmati manis cium arti dari satu arti
manis tertawa bagai dalam mimpi rasanya manis.
Aku menunggu tapi
misteri lain terlanjur rasa pura-pura senangku dengan rasa bumi langit biru
seolah bercuaca “apakah kabut bayu”..,
dia bahkan tidak melihat sebab ada nama arti hidupnya ibuku yang
membuatku akhirnya sadar kaget itu manis yang harus hidup selamanya di ganti
wanita lain. Tanpa prospeksinium sihir prospektus prospektrium prospektrum
batinku suka kaget dengan ketika kau dorong terus lidahku tanpa manis salah
peran belum aku lupa.., rasanya ciuman rasa pertama .., setiap libur lalu lewat
rumahku sendiri mengapa misteri halaman sederhana rumahku mengundang aku
melupakan manismu namun jarum ganti sebuah jadi heroin itu kabut kegelapan
cinta gendong nama Prospektussilisitrium prospektriumsinium prospektrumsinium
misteri paksa lupa manis, peran-peran apakah jarum itu ini rasanya hilangkan
takut sebentar saja sebab aku merasa aneh pada rasanya ibuku marah sebab
seperti lupa ibuku memiliki adiknya celaka mendapat peran lama beruntung
panjangnya umur sebab siapa sangka orang tuaku bermasalah namun setiap besok di
jakarta aku bingung hidup untuk apa “?”
Dia menagis
menemukan aku akhirnya, sedangkan kaget siapakah aku merasa bangun selalu di
dorong pada realita setiap langit biru kulihat cuaca empat musim ingin melihat
dia ternyata hidupku membeli akomodasi
sebuah cerita kala kota di balik asrama rasanya di jauh apakah apa jakarta ada
sembunyi rasa dari cacat jiwaku ialah kutukan sejak aku berumur lima tahun lupa
ingatan itu rasa empati intuisi untuk bermasalah dengan peran ibuku sendiri...,
aku benci pura-pura manis melihat langit biru seolah seksi misterius dari terus
dorong rasanya sepi tanpa dia. Maka putaran di bawah langit-langit sedang
sementara kau di jakarta. Terlanjur patah hati sebab gagal tingkahku di
terangkan rasa misteri cacat jiwaku adalah cacat hidupku dari aneh merasa lupa
pada misteri sebab peran ibuku menjadi detektif pecundang dari untuk mencari
jawaban benar.
Prospektus
prospektrium prospektrum ditelan bumi lama seharusnya di balik jakarta ada
halaman dimana aku memeluknya membayangkan berdansa ia manis yang kagetkan
sangka apa arti hidup ini.
Prospektusinium
prospektriumsinium prospektrumsinium jadi..., apa apakah di balik jakarta aku
menjadi peranan baru dalam rehabilitasi narkoba.
Keluar dari
rehabilatasi kaget manisnya dia menjadi proposional komposisi semua halusinasi
pikiran cemburu lahir seekor demi selalu apakah iblis rasanya di luar sebab dia
hitung aku berbeda.
Cemburu itu
komposisi aku di dorong jatuh dari selalu aku lalu ada teman lebih seolah
didengar bahkan sirna prospektus. Lalu berapa kali keluar masuk aku di jaga
dalam rehabilitasi merasa cacat jiwaku itu ini ingin ingat beban pundak rasa
aneh...,
Empat puluh tahun
kemudian aku menulis alasan ini sebab gagal hidupku setia namun terobsesi
kematian lalu suatu malam mengapa misteri cacat jiwa ibuku lahir ingkarnasinya
menjadi dilema di pundak rasa pecundangnya diriku meratapi prospektus..,
Umurku telah
empat puluh tahun terakhir hanya dalam hotel kala kota di seberang senayan.
Ingat tergolek nikmat dalam tahun baru setelah manis lalu di seberang wanginya
pahit di luar gedung rumput di luar kepanasannya lalu aku ingat sebab hukuman
heroin pertama itu ini tahun kemarin setelah pertama kali wangi sedap lupakan
manisnya di awal waktu cacat jiwaku sengaja ingin lupakan dia sebab pahit konflik
ini adalah raksasa lebih besar artinya prospektrium.
Waktu belum
musibah lain, waktu belum aku masih terobsesi kematian prospektus. Itu belum
mabuk tahun 1994 kemarin ada dimulai setiap media membuka validasi jurnal
bercerita belum prospektrium pernah 1 rupiah ketika mataram lalu tahun 1994 dia
misteri siapa membawa akomodasi komposisi dari publikasi kriteria rencana
fungsi berhenti lalu aku masih ingat celanaku masih biru SMP turun di sebuah
mikrolet dan foto jurnal dari wawasanku belum mampu melihat indonesia telah
terangkan apa setelah kemarin sd aku tahu ingin seperti suharto bila jadi
seorang perwira namun beruntung dengan kagetnya sesaat sementara dia teman
wanitaku masih sebab besok aku benci masuk sekolah kecuali sebab melihat dia
gadis remaja di seberang ketika di sana bingung kaget aku juga benci pulang
kerumah.
Rumahku masih
terlalu belum menjadi kriteria halaman merajut bahaya apa saat putaran arti
pustaka dalam diriku demam memikirkan apa yang membuat rumput di luar tumbuh
subur telah tanahnya di racuni oleh kejadian malam dimana tante dice pun
rasanya kemarin belum sebab komposisinya aku bertanya banyak arti salah langkah
putaran gelap apakah hidupku.
Berumur empat
puluh tahun ibuku sudah mati, hingga kematian sebelum kuduga agenda hidupku
lebih baik setelah menikah dengan wanita yang prospektrumnya lain tumbuhnya
kacau terlambat untuk nova terlambat untuk istriku. Aku terlajur bukan manusia
yang bisa jadi presiden dan seorang perwira seperti idolaku siapakah aku
bodohnya ingin jadi tentara nasional namun sensasi juridifikasi supernatural
semesta alam seolah adalah lebih dari arti sekedar sebuah malam dimana ibu
berteriak menjerit ketika dice adiknya telah membuat dimalam sama aku juga
korban histeris malam dimana di mulai kabut kegelapan cinta, menjadi kuadran
dimana konseptualisasinya ialah nama baik dermawan kriteria bijaksana peran
dimana batas sebuah cerita dari solarium di sebuah ajaib orbital yang sedang
bulannya jurnal jakarta baru dapet musibah setelah SLV 1983.
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar